Share

-4

Damian menarik napasnya dalam-dalam berusaha mengontrol emosinya, sedikit lagi tangannya hampir saja sudah mendarat pada pipi Naya. Bahkan, jika dia benar-benar memukul Naya, Damian yakin dia tidak bisa berhenti.

Sebaiknya, dia memilih untuk mengalah. Kakinya perlahan meninggalkan kamar dengan sekali hentakan pintu kamar yang keras.

Yah, Damian pergi dari hadapan Naya yang ketakutan. Membawa mobilnya pergi dari sana, seolah ingin hilang dari kehidupan Naya jauh-jauh. Namun, ucapan Naya selalu terngiang-ngiang pada kepalanya yang membuat dia terganggu.

Endingnya, dia hanya singgah pada bar milik temannya yang tidak jauh dengan kantornya. Membawa air mineral, pada botol kecil yang usai dia teguk.

Bartender yang mengenal Damian mengerutkan kening heran, lalu segera mencari bosnya untuk memberitahu bahwa temannya ada di sini.

Tidak butuh waktu lama, Gio yang mendengar kedatangan sahabatnya langsung menemui Damian. Dilihatnya tatapan pria itu, Gio bisa menyimpulkan keadaan Damian sekarang.

"Kerjaan lagi nih?" tanya Gio setelah duduk si kursi yang dekat dengan Damian.

"No."

"Terus? Kenapa muka ganteng lo kayak orang habis diputusin pacar sih?"

"Nayaka," ucap Damian.

"Hah? Istri lo?"

"Gua bertengkar sama dia."

"What!? Selama lo menikah, ini pertama kalinya gua dengar lo curhat tentang pertengkaran kalian. Bukannya dia selalu nurut sama omongan lo?"

"Kali ini nggak," ucap Damian.

"Terus? Lo udah minta maaf sama Naya?"

"Memangnya gua harus minta maaf?" tanya Damian

"Bangsat lo! Apa pun yang lo lakuin tetap aja lo salah, apalagi sampai buat dia nangis."

"Lo masih perduli sama dia, Gio."

Gio tersenyum sinis dan menjawab, "Lo lupa? Gua lebih dulu kenal dia dari lo Damian."

Damian menatap Gio datar, menghembuskan napas malas berdebat. Mungkin, Gio adalah sahabatnya yang suka membuat kesal tapi, dia juga seperti Axel bagi Damian. Tempat, untuk berbagi cerita meski yang paling banyak bercerita itu Axel dan Gio.

Damian menghabiskan waktunya di bar Gio, dia tidak minum alkohol karena sedang membawa kendaraan. Apalagi, hari ini tindakannya benar-benar kasar.

Takutnya, saat di rumah tidak sengaja dia main tangan pada Naya. Atau bahkan, di hadapan Aslan sendiri. Dia juga sedikit menyesal tadi, apakah Aslan dan kedua mertuanya mendengar pertengkaran mereka tadi?

Hari mulai gelap, lampu di tengah kota mulai menyala menghias jalan dan menerangi rumah. Begitu juga halnya dengan bar milik Gio yang selalu ramai, bahkan lebih ramai lagi dari yang tadi sore Damian datang.

"Woi! Lo belum pulang?"

"Bentar lagi," ucap Damian.

"Kasihan anak lo woi! Kalau pun lo marah sama Naya, tapi pikirin dulu keadaan Aslan," ucap Gio.

Saat selesai mengucapkan kata-katanya, ponsel Gio pun tiba-tiba berbunyi. Layar ponselnya menunjukkan nama Ibunya Axel di sana.

Cepat, dia mengangkat panggilan dari mertua Damian. "Halo, tante."

"Gio, Axel kecelakaan." Suara tangis Tiara terdengar hingga ke telinga Damian.

"Kecelakaannya parah atau nggak Tante? Keadaannya gimana sekarang?" tanya Gio khawatir.

"Kecelakaannya parah dan Axel koma, Gio. Kamu cari Damian juga, Aslan dari tadi nangis terus sama papanya. Sekarang ada di rumah sakit, Viona."

Damian langsung bergegas lari keluar dari bar diikuti oleh Gio yang mengekorinya, keduanya menuju pada rumah sakit Viona yang telah diberitahukan Tiara.

Sampainya di sana, pandangan tidak mengenakan terjadi. Tiara menangis pada pelukan suaminya, sedangkan Naya memeluk Aslan yang ikut menangis karena sempat melihat hampir seluruh badan Axel yang penuh dengan darah tadi.

Gio langsung memeluk Tiara dengan erat, sedangkan Damian dipeluk oleh Aslan cepat.

"Pa, Aslan lihat Om Axel banyak darah."

"Aslan jangan bayangin itu, ingat Om Axel bawa Aslan jalan-jalan saja yah. Kalau yang tadi, dilupain," ucap Damian.

Aslan terisak pada dada Damian, lalu mengangguk paham akan ucapan papanya. Sehingga, dia berhenti menangis dan hanya mengingat kesenangan yang terjadi di antara dia dan omnya.

Dokter keluar dari ruangan ICU dan menghela napas berat sebelum berbicara. Tiara dan Naya mendekat ingin mengetahui kondisi Axel dengan lebih jelas.

"Bu, saat ini anak ibu berada dalam koma karena kecelakaan yang dialaminya sangat parah hingga membuat cedera berat pada kepalanya. Saya masih belum bisa mengetahui kapan bapak Axel akan sadar dari komanya. Ibu dan sekeluarga, harap selalu berdoa."

                                   *****

Naya tidak ingin pulang ke rumah, karena masih ingin bersama ibunya yang ingin menemui Axel. Namun, hanya satu orang yang boleh menjenguk pasien.

Apalagi, Aslan juga sudah mulai tertidur pada pelukan Damian. Tiara memaksa Naya untuk pulang, lagian di rumah sakit ada dokter dan suster yang selalu memantau keadaan Axel.

Tiara yakin, anaknya pasti akan selamat. Axel, bukanlah pria lemah yang dia lahirkan, putranya itu pasti bisa melewati koma ini dan selamat.

Gio menelepon anak buahnya untuk menjaga area sekitar rumah sakit, juga separuhnya berada di dalamnya tetapi, tidak terlalu dekat dengan ruang ICU. Hal ini, dia lakukan karena kecelakaan Axel dinyatakan sebagai pembunuhan berencana yang dilakukan oleh pihak lain.

"Selesai ngantar Aslan sama dia, gua harus ketemu polisi untuk ikut cari tahu ini kasus. Gua nggak bisa biarin, dalang dari perbuatan ini, masih berkeliaran dengan seenaknya."

Gio memegang pundak Damian dengan tenang, menggeleng dia pun menjawab, "Untuk malam ini, lo temanin Naya sama Aslan. Mereka ketakutan Dam, lo nggak lihat keadaan mereka sekarang? Gua udah serahin sama Anji, dan Erik. Besoknya, kita berdua bakal ikut serta."

Akhirnya, Damian menuruti ucapan Gio dan membawa Naya dan Aslan pulang. Sampainya di rumah, Damian menaruh Aslan untuk tidur seranjang dengan mereka. Dia khawatir, Aslan akan kaget dan terbangun karena kejadian tadi.

Naya, menyelimuti Aslan agar tidurnya semakin nyenyak. Setelah itu, dia bergegas untuk mencuci muka, sekedar memberikan kesegaran lagi pada matanya yang sembab.

Selesai mengganti pakaian, Damian langsung menelepon anak buahnya, untuk ikut mencari pelaku secara diam-diam. Bahkan jika pelaku itu kabur dari kota ini, atau bahkan keluar dari negara, Damian akan tetap mengejarnya.

"Cari sampai ketemu, saya tidak ingin tahu!"

Suara Damian terdengar oleh Naya, keduanya merasa canggung saat usai bertengkar tadi dan belum saling menyapa satu sama lain.

Damian mematikan panggilannya, dan menaruh ponsel pada nakas. Saat ingin keluar, suara Naya tiba-tiba membuatnya berhenti melangkah.

"Kamu udah makan?" tanya Naya.

"Belum."

"Yaudah, aku masakin."

Akhirnya, keduanya berada di dapur dan mengisi perut dengan makanan yang sudah dimasak oleh Naya. Bahkan, pertengkaran tadi dan kecelakaan Axel membuat keduanya lupa untuk mengisi tenaga.

"Besok kamu sama Aslan pindah ke Mansion, Mama dan Papa juga. Rumah ini, biar anak buah saya yang tangani."

Naya hanya mengangguk, tidak bertanya lebih jelas apa yang membuat mereka dipindahkan semua hingga ke Mansion rahasia milik Damian yang hanya diketahui oleh dirinya dan Gio.

Sedangkan Damian, diam ingin menunggu pertanyaan yang akan keluar dari mulut Naya. Sayangnya, Naya kini patuh dan lebih banyak diam.

Situasi ini, seperti awal pertama mereka menikah. Dulu, Naya yang berusaha mencari topik dengannya, sekarang dia seperti Naya yang dulu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status