Share

-5

Naya dan Aslan telah dipindahkan pada Mansion Damian yang terletak jauh dari perkotaan. Namun, saat tadi ingin membawa mertuanya, mereka memilih berada di rumah Gio yang dekat dengan rumah sakit juga sengaja memancing para pelaku juga antek-anteknya keluar dari sarang mereka. Hal itu, guna membantu menemukan pelaku dengan cepat.

Aslan pun hanya bisa belajar di rumah dan Naya mengikuti peraturan baru yang dibuat oleh Damian. Alasannya sudah jelas, melindungi mereka dari sasaran pembunuh. Jika Axel ingin dimusnahkan, bagaimana dengan Naya yang satu darah dengannya. Entahlah, Damian yakin yang melakukan hal ini adalah, saingan bisnis Alex.

"Kamu udah ngasih tahu gurunya, Aslan?" tanya Naya pada Damian yang dari tadi sibuk menerima telepone.

Damian mengangguk singkat, lalu menjawab. "Untuk saat ini, kalian tidak diizinkan keluar rumah secara bebas dan tidak boleh mencolok. Untuk persediaan makanan, saya yang akan atur, kalian cukup di sini."

"Lalu kamu? Bagaimana jika mereka mengincar kamu?" tanya Naya.

Damian menatap raut wajah Naya yang khawatir, lalu menggeleng meyakinkan bahwa dia akan baik-baik saja. "Kamu tidak perlu khawatir, saya bukan orang sembarangan," ucap Damian.

Naya seakan ingin tertawa dengan sikap narsis itu tetapi, dia mempercayai kata-kata yang dilontarkan oleh Damian, pria itu memang benar-benar seseorang yang tidak mudah untuk diprovokasi. Dia tahu, jika  berurusan dengan Damian orang itu tidak akan lolos dengan mudah.

"Uhm ... aku masih bisa jenguk Axel  sama Mama dan Papa?" tanya Naya.

"Bisa tapi, harus sama saya."

Naya mengulas senyum, setelah mendapatkan jawabannya dia akhirnya mengundurkan diri dari hadapan Damian. Namun, Damian memberikan pertanyaan padanya membuat Naya otomatis menghentikan langkahnya.

"Nayaka, kamu masih berhubungan dengan Gio?"

"Iyah, kenapa?"

"Kenapa? Bukankah seharusnya kamu menjaga jarak dengan dia?"

Naya tersenyum aneh, lalu bertanya, "Kamu cemburu?"

"Saya bertanya Nayaka Adiningrum, bukan cemburu," balas Damian tegas.

"Aku tahu batasanku, lagian Gio juga tidak ada niat untuk mendekatiku. Lantas kenapa kamu bertanya, hal yang sama sekali nggak ada untungnya ini?"

"Saya suami kamu, dan bebas bertanya tentang seorang pria yang dulu menyimpan rasa dengan istri saya, apakah itu salah?" tanya Damian memojokkan  Naya.

"Kamu masih curiga sama aku dan Gio, makanya kamu nanya?"

"Yah, saya curiga," ujar Damian.

Naya menatap Damian lelah, harus bagaimana dia menyadarkan sikap Damian? Bahkan menyerahkan dirinya sendiri pada lelaki itu pun, rasanya percuma.

Damian tetaplah pria berwatak keras, yang suka mengatur dirinya.

Dia tidak ingin, pertengkaran keduanya terjadi lagi. Naya akan menyesal, jika Aslan tahu hubungan kedua orang tuanya selama ini. Akhirnya, dia memilih untuk tidak beradu mulut dengan Damian dan pergi ke kamar yang ditiduri oleh Aslan.

Di ranjang, putranya tertidur dengan lelap. Anak itu, benar-benar mirip dengan Damian. Bahkan jika Aslan ke kantor, semua yang ada di sana pasti mengenalinya hanya karena wajah ini mirip dengan bos mereka.

Namun, Damian junior ini lebih humble dan suka bergaul dengan banyak orang. Beda dengan Papanya, yang lebih mengisolasi diri dan berwatak keras.

Namun, karena kehadiran bocah ini. Damian menjadi lebih banyak bicara, dan itu cukup membuat mereka dekat. Dia memiliki hati nurani sebagai seorang istri dan ibu, jika melihat keduanya bermain bersama membuat dia bahagia.

Dulu, mengobrol dengan Damian rasanya bisa dihitung dalam perhari. Namun, karena Damian memperlakukan dia layaknya seorang istri membuat Naya cukup senang. Setidaknya jika tidak mencintainya, Damian bisa menghargai dirinya sebagai pasangan hidup.

"Saya akan keluar, untuk mengurus kasus kecelakaan Axel. Ingat, jangan keluar dari Mansion ini," ucap Damian yang tiba-tiba masuk di kamar Aslan.

"Yah, aku paham."

Setelah itu, Damian pun pergi dari sana menuju ke rumah Gio. Di sana, keduanya mengecek rekaman CCTV dari salah satu depan gedung pabrik yang mana, kecelakaan itu berada pada depan gedung tersebut.

Rekaman tersebut, di dapati oleh anak buah Damian   yang memberikannya langsung pada Gio karena atas perintah Damian sendiri. Karena, saat ingin menyerahkan rekaman itu, Damian masih berada di Mansion.

"Menurut gua, dia kayaknya udah nungguin Axel dari tadi. Karena pesuruhnya sangat pintar, jadi mereka mengatur untuk membunuh Axel saat malam hari.

Gua rasa, ada penghianat dalam perusahaan Axel," ucap Damian.

"Gimana lo tahu, ada penghianat di sana?" tanya Gio.

"Lo ingat? Axel pernah bilang ke kita, kalau dia pulang kerja nggak suka larut malam. Kecuali, ada kondisi mendesak atau pekerjaannya memang banyak."

"Yah, gua ingat. Berarti, kali ini dia punya banyak kerjaan dong?" tebak Gio.

"Yah, dan itu semua sudah direncanakan," ujar Damian. "Mereka membuat rencana untuk Axel bekerja selarut mungkin dengan mengandalkan mata-mata di perusahaan, lalu supir truk itu membuntuti Axel saat jalanan malam telah sepi, dengan begitu saat menabrak Axel tidak menimbulkan banyak korban atau kegaduhan."

Gio pun akhirnya mengerti apa yang diucapkan oleh Damian. Lalu menjawab, "Berarti, kita harus mencari supir truk itu."

"Yah, benar. Dia adalah salah satu penunjuk bagi kita untuk menemukan pelaku," balas Damian.

Nada dering Gio berbunyi, panggilan dari Anji menghentikan diskusi antara mereka. Gio langsung menerima panggilan itu, untuk menerima kabar.

"Gi, pelaku yang menabrak Axel didapatkan meninggal. Mayatnya ditemukan di dalam mobil truk dengan luka yang berada di lehernya serta, ada lebam usai dipukul pada wajahnya."

Damian dan Gio terdiam seketika saat mendengar orang yang mereka bahas tadi, kini sudah meninggal secara tiba-tiba.

"Kita akan selidiki truk ini, serta keluarga juga orang yang dikenal pelaku, informasi selanjutnya bakal gua kasih tahu," ucap Anji langsung menutup panggilan.

"Mereka bahkan membunuh antek mereka sendiri demi keamanan," ujar Gio tidak menyangka.

"Tetap lanjutkan penyelidikan," ujar Damian.

"Harus mulai dari mana?" tanya Gio.

"Lingkungan rumahnya, pekerjaannya, juga siapa yang mengenalinya," balas Damian.

Gio mengangguk, keduanya pun langsung bergegas menuju ke alamat pelaku yang telah diberikan oleh anak buah Gio.

Dalam perjalanan, rute yang mereka lewat kini kurang terawat lingkungannya. Bahkan hingga mendekat pada alamat pelaku, jalannya terlihat begitu kumuh.

"Lo yakin ini rumahnya?" tanya Damian.

Gio mengangguk yakin, lalu menunjukkan kartu identitas milik pelaku di tempatnya bekerja. "Ini, alamatnya." Tunjuk Gio.

Damian pun percaya, dan turun dari mobil karena tidak bisa melewati gang sempit. Sempat terpikir di pikiran Damian, bahwa truk besar tidak bisa masuk ke area ini.

Sampailah mereka pada rumah kecil yang sepi, berbeda dengan rumah di sebelah yang masih terdengar cukup suara. Lebih tepatnya, itu suara ketakutan.

"Tempat ini sepertinya, sudah didatangi oleh orang lain terlebih dahulu," ucap Damian.

"Yah, feeling gua juga gitu," balas Gio.

Gio mengetuk rumah di sebelahnya, tetapi tidak ada yang mengeluarkan suara. Tiba-tiba terdengar tangis seorang anak kecil, yang membuat keduanya seketika bertanya-tanya.

"Lo cek rumah di sebelahnya, gua di sini." Damian langsung masuk pada rumah pelaku, sedangkan Gio masuk pada rumah sebelah pelaku.

Damian tidak menemukan apa-apa di sana tetapi, ada bunyi di atas plafon yang hampir rapuh. Hal itu, membuatnya penasaran dan mencari tangga untuk melihat di atas.

Siapa sangka, seorang anak kecil bersembunyi di sana dengan penuh ketakutan. Hal ini, membuat Damian kaget, karena megira tidak ada seorang pun di sana.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status