Share

-11

Mobil yang dipakai Naya telah sampai dengan aman di depan kantor Damian, pria tua atau supir pribadi Axel langsung pamit pergi lantaran harus menjemput anaknya di kampus. Naya masuk ke sana sendirian sembari melihat ke sekeliling kantor itu.

Semuanya banyak telah berubah, beberapa karyawan yang dia kenal kini telah dipindahkan pada anak perusahaan lainnya, semenjak dia mengandung Aslan, kakinya sudah tidak menapak di perusahaan Damian, dan ini untuk pertama kalinya dia datang dan itu terasa sangat asing baginya.

Dulu, dia akan dibawa oleh Damian sekedar formalitas atau memberitahukan kepada semua orang bahwa dia telah menikah dan memiliki istri. Sekarang juga, dia datang sebagai istri Damian tetapi, tidak ada pria itu di sampingnya untuk sekedar memperkenalkan atau memeluk pinggangya.

Nayaka hanya tahu, Rudi sekertaris Damian. Makanya saat masuk di sini banyak yang menatapnya dengan wajah bertanya, sekarang dia hanya mencari sosok Rudi yang tidak terlihat sama sekali, mungkin sedang bersama Damian. Lebih baik, dia bertanya pada karyawan di sekitar ini saja.

Namun, belum sempat bertanya, Aslan yang dari jauh mengenal sosok Nayaka berteriak dengan keras hingga membuat semua orang mengalihkan pandangan mereka pada Nayaka dan Aslan. Dibelakang anak itu, ada Rudi yang ngos-ngosan mengejar Aslan.

"Mama! Mama!"

Naya berbalik dan menemukan Aslan yang berlari ke arahnya dengan riang, diikuti oleh Rudi yang menatapnya dengan tatapan terkejut.

Naya berjongkok ingin menyamakan tingginya dengan Aslan, lalu merentangkan tangannya dengan lebar siap menerima pelukan anak itu. Benar saja, Aslan seperti baru berpisah dengan Naya selama satu minggu, padahal keduanya baru berpisah beberapa jam. Dia memeluk Naya dengan sangat erat, seperti kedua yang baru bertemu, susah untuk dipisahkan.

"Nyonya ... sudah dari tadi datangnya?" tanya Rudi agak takut.

Nayaka tertawa dengan sikap Rudi yang jika melihatnya selalu memasang ekspresi itu, memangnya dia seram?

"Belum dari tadi kok, lagian kenapa kamu pasang ekspresi takut kamu? Saya nggak seram loh, Rudi," ucap Naya disertai kekehan kecil.

Rudi ikut tertawa masam, menghapus keringatnya menghilangkan rasa takutnya tadi. Nayaka berdiri menggandeng tangan Aslan, lalu melihat beberapa orang masih menatapnya kaget.

"Bapak, mana?" tanya Naya tidak menggubris tatapan orang-orang.

"Lagi ketemu klien, Nyonya. Mau ketemu, Bapak?"

"Iya tapi, dia selesai bicara dulu sama tamunya. Jangan diganggu, saya boleh tunggu di ruangan kamu sama Aslan?"

"Boleh Nyonya, mari!"

Akhirnya, Naya menunggu Damian di ruangan Rudi. Bertanya-tanya kepada Aslan, apa yang dia mainkan bersama sekertaris suaminya itu.

"Aslan tadi main apa sama Om Rudi?"

"Main kejar-kejaran, Mama. Aslan nyuruh Om Rudi gendong, main kuda-kudaan juga. Seru, deh."

"Kamu main kuda-kudaan juga? Kasihan, Om Rudi, Aslan."

"Ehm, Papa yang suruh, Mama," ucap Aslan merasa bersalah.

Naya tidak habis pikir dengan Damian, punya dendam apa sih sama Rudi. Bahkan Aslan sendiri, diajarkan menjahili sekertarisnya itu, untungya saja Rudi tidak resign. "Lain kali, nggak boleh gitu, yah. Kasihan Om Rudi," ucap Naya.

"Iya Ma, maafin Aslan yah."

"Minta maaf juga sama Om Rudi nanti."

"Iya, nanti Aslan minta maaf."

Rudi yang usai membuat kopi panas untuk Naya malah dikagetkan dengan Aslan yang cemberut, mata anak itu memerah ingin menangis. "Aslan kenapa?"

"Om Rudi, Aslan minta maaf," ucap Aslan.

"Kenapa minta maaf?"

"Aslan udah nyusahin Om Rudi di sini."

Rudi tertawa melihat Aslan yang berani mengakui kesalahan, lalu mengusap rambut anak itu gemas sembari melihat Naya yang tersenyum kepadanya. Sepertinya, didikan Nyonya Naya lebih ampuh untuk mengalahkan perintah yang dibuat oleh Bosnya itu.

"Sebenarnya Aslan cukup meresahkan sih tapi, Om Rudi suka kok main sama Aslan."

"Benaran?"

"Iya, tapi jangan main kuda-kudaan yah. Ntar kalau Om mau nikah, nggak jadi. Pinggan Om nanti encok, emang Aslan nggak mau punya tante baru gitu."

"Aslan mau."

Setelah sesi minta maaf Aslan, Naya pun duduk berbincang dengan Rudi. Karena mereka hanya beberapa kali ketemu, perbincangan mereka cukup panjang.

"Kalau saya boleh tahu, Nyonya dijodohin yah sama Bapak?"

"Jangan panggil Nyonya, kita seumuran loh."

"Aduh, saya nggak bisa. Takut sama Bapak, gimana kalau Ibu aja deh?"

Naya menggelengkan kepalanya dengan panggilan Ibu lagi yang diucapkan Rudi, dan pasrah saja karena kasihan sama sekertaris itu jika sampai Damian tahu.

"Iya, saya sama Papanya Aslan dijodohin. Tahu dari mana kamu?"

"Bapak yang ngasih tahu. Emang yah, orang kaya kebanyakan gitu semua. Lagian, saya nggak yakin kalau bapak mau nyari calon dulu, kaget-kaget dia malah ngasih saya surat undangan Bu."

"Menjadi kaya tidak selalu membuat kamu bahagia, nikmati masa muda kamu dulu yah, kalau udah siap kamu bisa memantaskan diri menikahi wanita yang kamu cintai," ucap Naya.

"Iya, Bu. Sepertinya dugaan saya juga salah tentang pernikahan atas perjodohan ini setelah melihat Bapak sama Ibu."

"Apa dugaan kamu?"

"Saya pikir, orang yang dijodohkan usia pernikahan mereka akan berakhir sangat cepat. Rupanya, hal itu tidak berlaku kepada Ibu dan Bapak. Kalian terlihat saling mencintai."

Sesaat Naya tertegun kepada kalimat yang baru dilontarkan oleh Rudi, bibirnya tertarik ke atas tersenyum merasa lucu soal cinta yang terjadi antara dia dan Damian. Sejak kapan Damian mencintainya? Bahkan kalimat sayang pun, tidak berlaku pada bibir lelaki itu.

"Waktu pertama saya kerja di sini, banyak yang bilang Bapak menolak banyak wanita yang dijodohkan sama dia. Saya pikir itu hanya wacana orang-orang, sampai akhirnya saya melihat dengan mata kepala saya sendiri ada satu wanita yang nekat godain bapak, akhirnya dia malah dimaki-maki dan pulang dengan menangis."

"Lalu tidak lama kemudian, Bapak ngasih saya undangan pernikahan. Saking nggak percaya sama itu, saya sampai ngecek nama Ibu berkali-kali dan ternyata benar. Seisi kantor menjadi gempar dengan berita itu, akhirnya Bapak mau juga sama cewek. Jadi, Ibu wanita pertama yang Bapak pilih."

Naya tidak pernah mendengarkan cerita ini, bahkan mertuanya tidak pernah menyinggung soal banyak wanita yang pernah ditolak Damian. Dia baru tahu hal ini, dari Rudi yang telah lama bekerja sebagai sekertaris suaminya.

"Kenapa bisa gitu yah," ucap Naya berpikir keras.

"Bisa lah Bu, lagian semua cewek cantik yang dijodohin sama dia, Ibu yang paling cantik. Gimana Bapak nggak terpanah coba waktu pertama kali lihat Ibu, saya aja dulu kaget waktu masuk undangan lihat Ibu waktu itu."

Naya tertawa mendengar penuturan Rudi yang jujur, lalu berkata, "Saya sama Papanya Aslan udah pernah saling ketemu, bahkan agak sering. Soalnya dia sahabatan sama Kakak saya."

"Axel atau Gio Bu?"

"Axel, tapi, saya nggak pernah ngomong sama dia waktu itu."

"Jangan-jangan, Bapak naksir duluan sama Ibu," tebak Rudi sebagai pemikiran seorang laki-laki.

Mendegar ucapan itu lagi, Naya tertawa terbahak-bahak. "Nggak mungkin lah, Rudi. Dia kalau sama saya jaga jarak."

Naya masih ingat saat dia ikut barbecue bersama Kakaknya karena dipaksa oleh Gio dan Axel di rumah pada saat akhir tahun, Damian adalah satu-satunya orang yang tidak berbicara kepadanya waktu itu. Karena kejadian inilah, awal dia tidak suka kepada Damian dan tidak ingin gabung lagi bersama kakaknya jika ada pria itu. Akhirnya, dia malah dijodohkan dengan orang yang dia benci dan sekarang menjadi Ayah dari anaknya saat ini.

Skenario Tuhan selalu ada untuk umatnya, meski ada rasa tidak suka dalam pernikahan ini tapi, Tuhan telah memberikannya malaikat indah yang sekarang dia miliki dari orang yang dia benci.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status