Antara Aku, Suami, dan Maduku – 16“Aku …. Aku tidak tahu harus berbuat apa, Mas … Apa yang pernah kamu alami, tentu bukan hal yang mudah untuk kemudian di jalani. Begitu pun bagi aku, ini juga bukan sesuatu yang mudah untuk di mengerti. Aku … aku benar – benar minta maaf soal itu, Mas. aku …”Suara Esha terdengar sangat lirih dan terbata – bata. Jelas sekali menunjukkan adanya keraguan dalam kata – kata yang ia ucapkan. Bahkan, Esha sendiri pun tidak bisa mengendalikan perasaannya. antara ingin marah, kesal, kecewa, sedih, Esha tak tahu harus bagaimana. Tangannya sempat gemetar, Esha tidak bisa membayangkan dengan apa yang pernah di lalui oleh suaminya itu.Bram yang mendengar ucapan Esha, lantas tersenyum getir dalam beberapa saat. Dan tak lama kemudian, ekspresinya kemudian kembali berubah. Baik Bram dan Esha, sama – sama mengalihkan pandangan mereka ke bawah. Mereka sama – sama membutuhkan waktu untuk bisa mencerna keadaan saat ini.“Hhft, aku tahu Esha. Aku tahu bahwa kamu juga m
ANTARA AKU, SUAMI DAN MADUKU – 18“Mas …” Esha mulai melingkarkan lengannya pada bahu Bram. Setelahnya, Esha coba untuk mendekatkan wajahnya pada Bram.Buru – buru, Bram menyembunyikan wajah dan ekspresinya saat itu. Ia memalingkan wajah dari Esha, dan mengusapnya dengan begitu keras dan kasar, guna menghilangkan bekas – bekas air mata yang sebelumnya telah menetes di kedua pipinya itu.'Mungkin aku harus meredakan egoku kali ini. aku ingin sekali marah .. tapi entah mengapa kemarahanku seolah sirna kala melihatnya seperti menderita dengan keadaan dan masa lalunya itu. Arghh, aku benci situasi ini!!' tukas Esha di dalam hatinya.“Nggak papa, Mas. Aku ini istrimu, bukan orang lain. Tertawa dan menangislah bersama denganku. Hanya denganku …” imbuh Esha kembali untuk menarik Bram agar tidak lagi berpaling dari jarak pandangnya.Butuh setidaknya tiga menit sampai kemudian Bram mau kembali menoleh. Perlahan demi perlahan, Bram mulai menghadap ke arah Esha dengan ragu. Persis seperti seoran
Antara Aku, Suami, dan Maduku – 19“Maksutku begini, Mas. aku rasa ada kesalahpahaman antara kamu dan kedua orang tuamu. Aku rasa bukan mereka tidak percaya, hanya saja mereka seolah menolak kenyataan yang ada.” Esha meletakkan tangannya pada kedua pipi Bram, dan meminta pria itu untuk menatap matanya dengan sangat lembut. Esha ingin, Bram bisa fokus pada konteks pembicaraan mereka yang terbilang sangat pelik ini.Bram kemudian mengikuti sentuhan tangan Esha tanpa adanya penolakan sama sekali. Wajah mereka bertemu, kedua bola mata mereka pun saling pandang satu sama lain. Ada perasaan yang kemudian tersampaikan dari keduanya pada saat itu juga.Wajah Bram nampak sedikit masam, “Maksut kamu bagaimana, Esha?” tanya nya dengan lembut.“Begini, Mas. semua orang itu tahu siapa ayahmu. Siapa keluarga Prawiryo, benar bukan? Dan apa yang kamu alami ini bukan sesuatu hal yang sepele atau masalah yang biasa. Ini lebih dari itu. Mereka seolah tidak percaya karena memang mereka tidak bisa meneri
ANTARA AKU, SUAMI DAN MADUKU – 20Setibanya mereka di rumah, sampai kemudian Esha melakukan aktivitas – aktivitas kesehariannya, Esha sama sekali tidak tahu harus melakukan apa lagi terhadap suaminya.Ia sudah coba katakan dengan baik – baik solusi yang bisa ia tawarkan. Bagi Esha, menjadi sepasang suami dan istri memang bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis mereka saja, tapi lebih dari itu.Esha sudah berusaha untuk bisa menunaikan kewajibannya sebagai seorang istri, yang mana ia mampu untuk memberikan perhatiannya dan kedewasaan juga solusi terbaik yang ia punya untuk keluarga ini.Namun sayangnya, kesabaran Esha sepertinya masih akan terus di uji oleh sifat Bram yang seperti itu. Entah sampai kapan, Esha belum bisa memutuskan kapan tepatnya ia akan menyudahi segala keterpurukan ini.Saat ini yang ingin Esha lakukan hanyalah diam. Dia tak ingin bicara lebih banyak Bram. Tubuh dan otak Esha juga lelah rasanya. Ia tak ingin terus – menerus membuat kepalanya sakit dan kondisi k
ANTARA AKU, SUAMI DAN MADUKU – 21“Memangnya hanya kamu yang bisa kesal, Mas? kamu benar – benar tidak bisa berlaku adil, dan kamu pun sama sekali tidak bisa bertindak tegas sebagai seorang suami. Kau pikir aku akan diam saja? aku sudah cukup mengalah selama ini …” ujar Esha dengan lantang. Sayangnya, ia tidak mengucapkannya secara langsung melalui lisannya, melainkan Esha mengatakannya di dalam hatinya sendiri. Ia tengah berdamai dengan keadaan yang sebenarnya memaksanya untuk bersikap berani mengatakan itu kepada Bram.Namun sayangnya Esha sudah memilih untuk diam. Ia pernah berjanji pada dirinya sendiri, tepatnya ketika ia tahu bagaimana posisi dan keadaan suaminya saat ini … Esha akan memilih untuk tetap berada di sisinya dan berusaha menemani Bram melewati masa- masa sulitnya melawan rasa trauma itu.Mungkin … sangat tidak layak jika itu hanya diartikan sebagai rasa simpati dan sejenisnya. Segala apa yang Esha berikan pada Bram, termasuk apa yang ia usahakan untuk suaminya sampai
ANTARA AKU, SUAMI DAN MADUKU – 22“Aku sudah membagi dua aset rumah yang sama besarnya. Jadi kamu, tidak berhak untuk terus merengek dan meminta hak yang sama besarnya dengan Esha. Kamu dengar itu?” pekik Bram yang berusaha untuk bersikap tegas pada Alysa.‘Shut!’Alysa dengan segera menyambar kunci rumah yang masih berada di tangan Bram. “Aku kan hanya meminta kamu untuk adil. Kalau mbak Esha saja dari awal sudah menguasai rumah ini, maka wajar jika aku bisa mendapatkan rumah yang sama besarnya. Lalu …. Jika mbak Esha juga mendapatkan mobil dan perusahaan, lantas … apa kamu tega membiarkanku tidak mendapatkannya juga, Mas?”Suara Alysa benar – benar terdengar tidak tahu malu. Tanpa ragu ia bahkan kembali meminta sesuatu yang nilainya fantastis. Bukan barang murah yang main – main. Jelas sekali terlihat watak asli Alysa yang memang serakah, penuh dengan karakter manja, hidup penuh dengan kemewahan tanpa mau bekerja atau mengusahakan sesuatu.Esha lantas mendengkus, membuang napasnya k
ANTARA AKU, SUAMI DAN MADUKU – 23“Hush! Sudah diam lah kamu, Mas. Kamu sendiri bahkan tidak bisa menjadi suami yang normal dan adil. Masih pantaskah kamu memintaku untuk ini dan itu, hum? Aku sudah cukup tertekan tinggal di rumah ini!”Alysa membanting sebuah kain yang sempat ia bawa dari atas. Ia hentakkan cukup keras di sebuah sofa panjang tepat disisi kanan tempat Alysa dan Bram masih berdiri.Usai menuntaskan kalimat terakhirnya, Alysa kemudian membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi dengan cepat dari pandangan Bram. Bram sama sekali tidak menjawab. Ia terlanjur malas dan kesal dengan sikap Alysa.Bersama Alysa, Bram selalu saja merasakan hatinya sakit seolah tercabik – cabik. Kata – kata Alysa benar – benar tidak bisa ditoleransi bagi Bram. Bram selalu saja merasa dirinya kembali tak berguna setiap kata itu kemudian sampai kepada kedua telinganya.Meski apa yang Alysa katakan memang ada benarnya dan sesuai fakta, tetap saja Bram masih merasa belum bisa menerima kata – kata itu.
Antara Aku, Suami dan Maduku – 24“Sebagai syarat yang pertama, aku ingin kamu ikut bersama denganku besok pagi.”Kening Bram sedikit berkerut. Ia mencoba untuk menebak gerak ekspresi Esha yang saat ini masih menatapnya dengan tatapan ambigu, sehingga sulit untuk bisa ia definisikan.“Kemana?” sahut Bram pelan. Nada suaranya yang bariton terdengar tetap tenang meski sesungguhnya ia merasa amat sangat penasaran.“Rahasia. Tidak akan aku beri tahu. Kamu di larang bertanya dan hanya boleh ikut kalau memang kamu mau untuk aku maafkan!” sahut Esha tanpa ekspresi.Bram memutar bola matanya sedikit kesal dan kecewa.“Besok pagi bukannya kau ada jadwal ke kantor? hey … aku tahu kau selalu ada meeting bersama vendor di hari Kamis pagi. Iya kan?” Bram kembali mencari – cari alasan.“Ya … memang. Aku ini bukan seorang pelupa. Jadi tanpa kau mengingatkan aku pun aku tahu. Termasuk …. Setiap kebohongan yang mungkin saja masih kau lakukan, aku masih ingat.” Esha memicingkan sebelah matanya seolah s