Aksa membawa Kyra dan Leta ke kamar Kyra, dia mendudukan Kyra di ranjang dan dia berjongkok di depannya.
"Papa kangen sekali sama Kyra, apa Kyra mengalami kesulitan selama ini?" tanya Aksa pada Kyra dengan lembut.
Kyra hanya menggeleng, "Kyra kangen sama Papa dan Mama," ucap Kyra melihat Aksa dan Aletha bergantian.
Aksa tersenyum, dia mengelus kepala putrinya itu, "Baiklah, Kyra mandi dulu ya. Papa dan Mama ingin berbicara sebentar," ucap Aksa.
"Oke Pa," Kyra mengangguk dan berlari ke kamar mandi.
Aksa lalu berdiri dari jongkoknya, lalu duduk di tepi ranjang. Dia melihat Leta yang masih berdiri, dia pun menarik tangan Leta agar Leta duduk di pangkuannya. Dia memeluk perut Leta agar Leta tidak terjatuh, menatap lembut wajah Leta, tangannya mengelus pipi Leta yang memerah.
Aletha hanya diam, dia menutup matanya tatkala tangan Aksa menyentuh pipinya yang masih terasa sakit.
"Akan ku minta bibi untuk mengompresmu agar tidak memar. Aku masih ada
Mereka sedang berbaring di ranjang kamar Kyra. Kyra berada di tengah dengan Aksa dan Leta di samping. Leta juga bertanya apa saja yang dilakukan Kyra selama di sana, dengan semangat Kyra menceritakan semua kejadian yang dialaminya 2 bulan ini.Meskipun Kyra sedih karena ditinggalkan sendiri di sana oleh omanya, tapi dia mempunyai banyak teman di tempat panti asuhan itu. Bahkan ada salah satu teman Kyra sangat baik pada Kyra, selalu menemani Kyra saat dia menangis."Papa, bisakah kita ke sana lagi? Kyra ingin bertemu dengan teman Kyra," ucap Kyra menoleh ke arah Aksa.Aksa memiringkan tubuhnya menghadap ke arah putrinya, dia menatap Kyra dan mengangguk."Jika Papa libur kita akan ke sana bersama mama," ucap Aksa."Yeay, beneran ya Pa. Kyra ingin bermain dengan teman-teman Kyra di sana," ucap Kyra girang."Baiklah tuan putri, karena ini sudah malam. Ayo segera tidur, Mama juga sudah mengantuk ini," kata Leta lembut pada Kyra.Kyra mengangguk,
Tiga orang itu sedang duduk di sebuah sofa yang berada di apartemen, Tommy membawa ibu dan adiknya untuk tinggal sementara bersamanya.Zeline beranjak pergi ke dapur, ingin membuatkan minuman. Setelah beberapa saat, dia kembali lagi ke tempat semula berkumpul dengan keluarganya."Kenapa sampai bisa kalian diusir?" ucap Tommy tanpa basa-basi."Ini semua gara-gara Mama, dia mengancam Aksa lewat anak kami," kata Zeline mengeluh."Hei, kau menyalahkanku? Ini semua juga gara-gara dirimu yang terlalu lama tidur," ucap Jelita tak mau kalah dengan anaknya."Sudahlah, jawab saja pertanyaanku, jangan membawa urusan lain di hadapanku. Aku sudah pusing dengan semua ini," ucap Tommy melerai keduanya. Memang, sedari dulu Tommy selalu melangkah sendiri tanpa melibatkan ibunya dan adiknya. Tapi tetap saja tujuan mereka sama saja, yaitu Aksa."Bagaimana dengan rencanamu?" tanya Jelita pada anak lelakinya itu."Hem, tinggal sedikit lagi. Aku berhasil menghasu
Aletha menghidangkan makanan yang dia bawa tadi di meja. Mereka sedang duduk di sofa yang ada di ruangan Aksa."Kau sudah memanggil dokter?" tanya Leta."Sudah," kata Aksa tersenyum."Kapan, dan mana obatmu. Bawa ke sini sekalian biar aku siapkan," ucap Leta lagi."Kau dokterku dan obatku sayang," ucap Aksa tersenyum, dia memepet ke arah Leta dan merangkul perut Leta, meletakkan dagunya di pundak Leta dari samping."Kau ini," ucap Leta memukul tangan suaminya yang ada di perutnya. "Kau berbohong ya, jangan seperti itu. Kau membuatku khawatir," ucap Leta memandang Aksa.Aksa mencium pipi istrinya itu dan melepaskan pelukannya."Aku benar-benar merasa pusing sayang, cobalah taruh tanganmu di dahiku, terasa panas," ucap Aksa yang membuat Leta menyerngit. Sejak kapan suaminya menjadi mellow seperti ini."Sudahlah, ayo makan. Makanannya sudah hampir dingin," ucap Leta yang langsung dituruti Aksa.Mereka makan dengan diam, sesekali han
Aksa menjadi geram ketika melihat istrinya menangis dan pergi meninggalkannya. Dia menatap para wartawan yang ada di depannya ini dengan tajam."Minggu depani aku akan mengadakan konferensi pers, sebelum itu jangan datang ke sini atau kalian akan berurusan dengan hukum karena mengganggu ketenangan dan privasi seseorang," ucap Aksa langsung pergi tak memperdulikan teriakan mereka yang masih penasaran.Di sepanjang jalan menuju lift, Aksa juga menatap para karyawannya dengan tajam. Akan diingat wajah-wajah yang menghina istrinya itu, tunggu saja, pikir Aksa.Dia masuk ke dalam lift, tak menunggu lama dia pun sampai di lantai atas di ruangannya. Dia masuk ke dalam tapi tak menemukan Aletha sama sekali. Aksa menjadi panik, dia mencari ke sana ke sini tapi tetap saja Leta tak ada."Sial," makinya.Dia segera berlari, hendak menuju ke lift agar dia bisa menuju tempat cctv. Tapi handphonemya berdering membuat langkah Aksa terhenti. Dia melihat nama istrinya di
Aksa berjalan mondar-mandir di depan ruang UGD, sudah satu jam dan dokter belum keluar dari ruangan tersebut. Beberapa orang yang lewat tampak memperhatikan Aksa karena noda darah yang menempel di kemeja putihnya itu. Tapi Aksa mengabaikannya, baginya saat ini adalah Leta yang terpenting."Tuan, saya membawakan anda baju ganti. Lebih baik anda berganti baju dulu agar nanti jika bertemu dengan nona Leta sudah terlihat rapi, nona juga tidak akan suka jika melihat anda seperti ini," ucap Vino yang datang membawa sebuah bingkisan berisi baju.Aksa menoleh ke arah Vino, dia lalu mendudukan dirinya di salah satu kursi di sana, dia menunduk dan memegang kepalanya. "Nanti saja." ucapnya."Jika nanti pun nona sudah sadar, anda juga tak akan dibiarkan masuk oleh dokter ketika melihat keadaan anda. Lihatlah, baju anda ada banyak noda darah," ucap Vino membujuk lagi.Aksa mengangkat kepalanya, benar yang dikatakan Vino. Dokter pun nanti pasti akan melarangnya melihat
Aletha membuka matanya perlahan, cahaya matahari menyambutnya, membuat silau mata indahnya. Dia mencoba mengenali ruangan ini, dan seketika dia mengingat hal yang terjadi padanya.Dia panik, menoleh ke kanan kiri takut jika dia dikejar seseorang lagi. Tubuhnya pun tak bisa diam, bergerak tak beraturan membuat Aksa yang terlelap di sampingnya terbangun.Aksa yang melihat istrinya langsung panik, dia berusaha menggoncang tubuh Leta."Sayang, hei...hei tenanglah aku di sini," ucapnya."Hei lihat aku, lihat aku di sini. Sudah tidak apa-apa, tatap aku," ucap Aksa lagi. Dia menahan kepala Leta agar tidak menoleh dan menatap ke arahnya."Akk...sa," Leta melihat suaminya di depannya. Dia seketika memeluk suaminya, menangis dengan histeris. "Aku takut," ucapnya.Aksa mengelus lembut punggung istrinya itu, dia juga mengecup kepala Leta. "Sstt.. Tenanglah, tidak akan ada yang mengejarmu lagi," ucapnya berbisik lembut di telinga Leta.Leta melepask
Zeline tak menduga mendapat kabar mengejutkan dari kakaknya. Tadi dia sedang bersantai dengan ibunya di apartement Tommy. Tapi kakanya yang pulang dengan lesu itu menarik perhatian ibunya. Akhirnya kakaknya menceritakan semuanya, dan yang paling membuat Zeline terkejut bukanlah berita yang meliput hubungannya dengan Aksa, tapi karena orang-rang kakaknya yang telah menyelakai Leta.Bukan itu saja ternyata Leta mengalami keguguran. Darimana Tommy tahu? Karena Tommy juga menyisipkan orang di sekitar Aksa yang membantunya melihat pergerakan Aksa.Zeline merasa sangat bahagia, dia seperti orang yang mendapatkan jackpot. Ah, ini bahkan lebih menyenangkan daripada jackpot, pikirnya.Zeline juga tahu kalau Leta saat ini sedang dirawat, dan dia akan mengunjunginya besok. Dia akan melihat betapa menyedihkannya perempuan itu.Keesokan paginya, Zeline benar-benar pergi ke rumah sakit. Dia sendirian, tanpa mengandalkan ibunya lagi. Dari jauh, dia melihat ruangan kamar
Aksa terbangun dari tidurnya dan melihat istrinya yang sudah membuka mata juga. Dia membelai kepala Leta dan tersenyum."Hai sayang, kau sudah bangun. Maaf aku ketiduran, apa masih ada yang sakit?" tanya Aksa lembut.Leta diam tak menjawab pertanyaan Aksa, dia juga tak menoleh ke arah Aksa. Menatap ke arah depan, air matanya turun seketika ketika mengingat omongan Zeline tadi."Kau kenapa, apa sakit lagi? Aku akan panggilkan dokter," ucap Aksa yang melihat Leta menangis. Dia berdiri hendak keluar, tapi tangannya ditahan Leta.Pandangan matanya menyiratkan kesedihan, masih dengan meneteskan air matanya dia berusaha berucap pada suaminya."Apa aku benar-benar kehilangan anakku?" suara Leta terdengar pelan, tapi pendengaran Aksa masih berfungsi dengan baik, dia mendengar ucapan istrinya. Hal itu membuat dia tegang seketika."Aksa jawab aku?" ucap Leta lebih terdengar mendesak. Dia melepaskan pegangan tangannya pada Aksa, menangis histeris