Merasa namanya dipanggil, Leta pun menoleh ke arah sumber suara itu. Dia membelalak kaget dengan apa yang di lihatnya. Bibinya berdiri di belakang Aksa dan memandang kaget ke arah Aletha. Begitupun juga dengan Leta.
Leta segera beranjak dari duduknya dan menghampiri bibinya. “Bibi,” ucap Leta sambil memeluk bibinya. Setelah dia melepaskannya dia memandang bibinya lagi. “Ini benar-benar Bibi!“
Bi Prima tersenyum melihat Aletha, dia mengusap-usap wajah Aletha. Terpancar dari sorotan matanya kalau dia begitu rindu dengan keponakannya itu.
“Kenapa tidak menelfon Bibi kalau sudah sampai sini?“ ucap Bi Prima.
“Maaf Bibi, Leta kecopetan di jalan tadi. Tuan itu tadi menolong Leta, tak disangka ternyata malah ketemu Bibi di sini. Bibi apakah alamat ini salah?“ kata Leta yang menoleh ke arah Aksa sebentar, lalu kembali melihat bibinya dan menyerahkan secarik kertas yang ada di kantong celananya.
“Terimakasih Tuan, sudah mau menolong keponakan saya,” ucap Bi Prima memandang Aksa.
Aksa yang merasa dirinya dipanggil pun menoleh dan menatap bibi pekerja rumahnya dan gadis yang baru saja ditolongnya tadi. Dia juga agak terkejut ternyata alamat yang dicari gadis itu adalah rumahnya. Tapi kenapa tulisan alamat tadi berbeda, itu yang dipikirkan Aksa.
“Ya bi,“ jawab Aksa singkat dan kembali membantu putri kecilnya memakan ice creamnya lagi.
Kyra tampak tak memperdulikan sekitarnya, dia tampak sibuk dengan ice cream di depannya itu.
“Kalau begitu saya permisi ke belakang Tuan,” Kata Bi Prima sopan mengundurkan diri sambil menarik Aletha dan membantu membawakan kopernya.
Aletha berjalan mengikuti bibinya, sebelum dia benar-benar menghilang. Dia menatap Aksa dan tersenyum. “Terimakasih banyak Tuan.”
Aksa hanya tersenyum sekilas pada Leta. Kebetulan yang tiba-tiba, pikirnya.
~
Aletha berjalan mengikuti bibinya, keluar dari pintu dapur dan berjalan lagi ke arah belakang. Di sana terlihat rumah kayu yang minimalis dan terlihat sejuk karena di depannya dipenuhi tumbuhan rindang dan berbagai tanaman bunga.
Setelah sampai, bibinya menatap Leta dan tersenyum lalu membuka pintu tersebut. Di dalam terlihat rapi, meskipun rumah ini kecil tapi sepertinya bibinya memang pandai merawatnya dan membuat orang yang tinggal di sini menjadi betah.
“Ayo, Bibi antarkan kau ke kamarmu. Tadi pagi Bibi sudah membereskan kamar yang akan kau tempati.” kata Bibi Prima.
Sesampainya di kamar itu, bibinya menaruh koper yang dibawa tadi ke samping ranjang. Leta juga melepaskan tas yang tadi digendongnya. Lalu menatap bibinya.
“Terimakasih Bi, terimakasih telah membantu Leta. Leta tidak tahu jadi apa tanpa pertolongan Bibi,” ucapnya sambil memeluk bibinya, air matanya kembali turun.
Bibinya mengusapgusap pundak Leta. “Sudah tak apa, suatu saat pasti pamanmu Sam akan mendapat pelajaran karena sikap buruknya itu. Jangan menangis lagi, segera bersihkan dirimu dan beristirahatlah. Bibi masih belum selesai dengan pekerjaan Bibi, jadi Bibi tinggal dulu ya. Nanti kita akan berbincang-bincang lagi.” ucap Bibinya melepaskan pelukannya dan mengelus wajah Leta.
“Baik Bi,”.
Setelah itu bibinya pergi meninggalkan Aletha sendirian di kamar itu. Leta menatap keseluruhan kamar ini.
Ada ranjang single bed di sisi kiri, di sebelah pintu keluar terdapat pintu lagi yang ternyata adalah kamar mandi kecil, hanya ada shower di dalam kamar mandi itu dan kloset duduk. Di kanan pintu terletak lemari pakaian dan meja kecil, di sebelahnya ada jendela yang menghadap taman kecil di samping rumah bibinya itu
Aletha berjalan ke arah kamar mandi, untuk membersihkan diri karena semalaman di bus membuatnya gerah. Setelah beberapa menit melakukan kegiatan mandinya itu, Leta keluar dan berjalan ke arah ranjangnya.
Dia duduk sejenak, dia bukanlah orang yang suka tidur siang. Maka dari itu dia mengambil kopernya, mengeluarkan isinya yang berisi baju-baju dan baranggbarang yang berharga bagi Leta.
Dia menyusun bajunya di lemari yang tersedia, menata beberapa dokumen penting Aletha dan foto di dalam lemarinya paling atas.
Setengah jam membereskan itu membuat Aletha haus, akhirnya Leta keluar dari kamarnya. Dia menatap kesekelilingnya mencari dapur. Dia berjalan ke arah belakang dan akhirnya menemukannya. Leta mengambil botol air yang ada di kulkas, lalu mencari gelas. Setelah mendapatkannya dia menuang air itu ke dalam gelas lalu meminumnya.
Leta hanya duduk di sana, memutar-mutar gelasnya sampai suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya. Dia melihat bibinya masuk dan Aletha pun tersenyum.
“Hei, kenapa kau tidak istirahat sayang?“ kata Bibinya.
“Emm, aku tidak terbiasa tidur siang Bi.” jawab Leta.
“Kalau begitu, ayo ikut Bibi. Bibi perkenalkan dengan majikan Bibi, kebetulan sekali orangnya belum kembali ke kantor.” kata Bibinya.
Aletha mengangguk dan berjalan beriringan dengan bibinya itu kembali ke tempat Leta pertama kali bertemu bibinya tadi. Tapi mereka tidak berhenti di situ, karena bibinya membawa dia menaiki tangga menuju atas. Sesampainya di atas, dia mengetuk pintu yang berada di ujung ruangan ini.
Tok tok tok
“Permisi tuan, ini saya Bibi Prima,” kata Bibinya.
“Masuk.” suara orang dari dalam
Leta dan Bibinya pun masuk ke dalam. Ternyata ini adalah ruangan kerja yang berada di rumah. Leta melihat pria yang tadi menolongnya sedang duduk menatap mereka.
“Tuan, perkenalkan ini keponakan saya. Namanya Aletha, dia yang akan menjadi baby sitter untuk putri Tuan,” kata Bibi Prima.
"Leta, ini adalah Tuan Aksa, mulai sekarang Tuan Aksa adalah majikanmu," imbuh Bibinya.
Aletha hanya menganggukan kepalanya sopan, berdiri di samping bibinya.
“Apa kau pernah bekerja?“ kata Aksa bertanya pada Leta.
“Pernah Tuan, di tempat tinggal saya, saya bekerja di sebuah toko,” jawab Aletha yang masih menunduk.
“Baiklah, mulai besok kau akan bekerja. Sekarang istirahatlah. Aku tau kau baru saja datang, dan aku tidak mau dianggap majikan yang kejam tanpa memberikan jatah istirahat untuk pelayanku,” kata Aksa.
“Terimakasih Tuan.” ucap Leta.
“Terimakasih Tuan, kalau begitu kita undur diri dulu. Permisi,“ kata Bi Prima menggandeng Aletha dan mengajaknya keluar dari ruangan Aksa.
“Hmm,“ ucap Aksa seadanya dan menganggukan kepalanya.
Setelah mereka berdua pergi dari hadapan Aksa, Aksa bergumam. “Semoga gadis itu bisa betah untuk menjaga Kyra. Semoga Kyra juga bisa menerimanya,“ dia menghela nafas dan kembali melanjutkan pekerjaan yang dia tinggal di kantor tadi.
~
Malam ini pamannya dan Farrel berkumpul di rumah. Mereka menyambut kedatangan Leta dengan senang. Mereka banyak mengobrol tanpa terasa sampai bulan berada di puncaknya.
Saat semuanya sudah lelah mereka kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
**
Hallo readers tercinta, ikuti terus ceritanya ya. 💋💋
Sinokmput
*8 tahun kemudian."Papa pulang..."3 anak yang sedang bermain itu menoleh. Melihat papanya yang merentangkan tangan dari arah pintu, membuat Kyra dan juga Reyna berlari ke arah Aksa. 2 gadis kecil beda usia itu memeluk papa mereka dengan erat. Memang, sudah 2 hari mereka tak bertemu karena papanya itu ada bisnis di luar kota.Aksa mengecup pipi Kyra dan Reyna bergantian. Setelahnya, pandangannya beralih pada Raydin yang masih duduk membaca buku. Aksa mendekat ke arah anak lelaki satu-satunya itu."Raydin." panggil Aksa.Anak lelaki itu langsung menoleh dan menatap ke arah papanya. "Ya, Papa.""Kenapa kau tidak memeluk Papa seperti yang lain, kau tidak merindukan Papa?" tanya Aksa."Rindu," ucap Raydin sambil mengangguk-anggukan kepalanya. "Tapi kita sama-sama lelaki ayah, aku tak mau memelukmu."Aksa yang mendengar ini merasa tercengang. Bagaimana bisa anak yang berumur 8 tahun ini berbicara seperti ini? Entah Aksa harus terke
Leta sedang menyirami taman ketika Aksa mendekat. Suaminya itu mengecup wajahnya berkali-kali sebelum pamit pergi ke kantor. Hari demi hari terlewati begitu saja. Kandungan Leta sudah berusia 9 bulan. Kini dirinya sedang menanti kehadiran sang buah hatinya. Tangan Leta yang terbebas dari selang mengelus perutnya dengan lembut, Leta bahkan terdengar bernyanyi di sela-sela kegiatannya itu. "Mama." Kyra berlari menghampirinya, tak ingin membuat anaknya kotor karena sudah rapi, Leta mematikan kran airnya. Dia tersenyum pada putrinya yang memeluk dirinya. "Kakak Kyra berangkat sekolah dulu ya baby twins. Jangan nakal sama mama, dada.." Hanya sebatas itu, dan Kyra kembali berlari menghampiri Rossa yang sudah menunggunya. Leta hanya menatap Kyra dan menggelengkan kepalanya. Dia sangat senang karena Kyra terlihat menyayangi calon adiknya. Akhirnya Leta kembali dengan aktivitasnya lagi. Entah mengapa hari ini Leta sangat bersemangat. Di
"Papa... Kyra ikut..."Niat hati hanya ingin mengajak sang istri, kini Aksa hanya bisa menghembuskan nafas kasar ketika Kyra merengek ingin ikut.Gadis kecil itu tak sengaja memergoki kedua orang tuanya yang bersiap-siap ingin pergi. Tak ingin ditinggalkan, akhirnya dia mengeluarkan jurus merengeknya agar dirinya bisa ikut."Papa."Kyra kembali berucap ketika dirinya tak direspon, gadis kecil itu mendekati Aksa dan menggoyang-goyangkan lengan Aksa. Tatapan matanya yang terlihat sangat imut tak kuasa menahan Aksa. Akhirnya lelaki itu mengangguk dan tersenyum pada putrinya."Yeay...," sorak Kyra senang."Sekarang segera bersiap-siap... Minta kakak Rossa untuk ikut juga ya." pinta Aksa.Kyra langsung melaksanakan perintah papanya. Dia terlihat senang, bahkan saat turun dia terlihat bernyanyi, menirukan lagu anak-anak.Akhirnya, Farrel juga ikut mengantarkan mereka. Itu karena Aksa tak tega jika Rossa harus menemani Kyra send
"Aksa.""Hem." Aksa langsung menoleh ketika Leta memegang pundaknya, wanita itu menatapnya dengan pandangan rumit membuat Aksa menjadi heran."Aku ingin tahu keadaan Zeline." lirih Leta."Sudah kukatakan Leta, jangan ungkit lagi wanita itu. Kenapa kau begitu keras kepala." gerutu Aksa.Leta tampak menghela nafas, susah sekali meminta hal ini pada suaminya. Dia sudah berkali-kali membahas ini, tapi Aksa langsung menghindarinya. Kini Leta tak membiarkan hal itu terjadi, dia mengunci ruang kerja Aksa dan menyembunyikan kuncinya."Aku mohon, ini yang terakhir. Aku ingin melihat keadaannya." kata Leta."Kau terlalu baik Leta, kau bahkan tetap memaafkan wanita itu meskipun kau selalu dibuat menderita olehnya." Aksa tampak menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Baiklah, tapi janji ini yang terakhir. Dan jangan ungkit masalah wanita itu lagi di depanku."Leta tersenyum manis, dia bahkan langsung memutar kursi Aksa ke arahnya. Dengan cepa
WARNING, area dewasa!!! Harap bijak memilah sebuah cerita.Entah mengapa jantung Aksa menjadi berdebar ketika melihat gunung kembar Leta sedikit terbuka. Dia memang sedang membantu Leta melepaskan gaunnya agar dia bisa bisa tertidur nyaman.Tapi sepertinya sekarang dia malah terjebak. Hasratnya tiba-tiba menjadi naik, dan dia tidak tahan. Aksa menggoda Leta, mencoba mengecupi pipi, bibir, leher dan dada atas Leta.Tak ayal karena itu Leta menjadi terusik dari tidurnya. Dia membuka matanya perlahan dan langsung kaget melihat Aksa ada di atas tubuhnya."Aksa, apa yang kau lakukan?""Aku menginginkanmu Leta."Leta tak sempat berucap lagi ketika Aksa dengan cepat membungkam bibirnya. Lelaki itu melumatnya dengan lembut, memberikan permainan yang cukup lama sampai Leta benar- benar terbuai.Tangan Leta langsung merangkul ke leher Aksa, dia memejamkan matanya dan menikmati ciuman Aksa.Aksa yang mendapat respon ini segera menur
Guan itu melekat pas di tubuh Leta. Perutnya yang membuncit tak menghalangi kecantikannya malam ini. Wanita itu bahkan terlihat sangat anggun. Kalung permata yang digunakannya senada dengan anting dan cincin yang terpasang di jari manisnya. Rambutnya dicurly, sebagian dirapikan ke arah belakang. Leta benar-benar cantik malam ini."Kau siap?" Aksa tiba-tiba ada di belakang Leta dan memeluknya. Dia mengecup singkat pipi istrinya dan menatapnya lewat cermin."Aku sedikit gugup." Memang, baru kali ini Leta menghadiri pesta. Dan pesta kali ini bukan sembarang pesta. Aksa membuat perayaan kehamilan Leta yang menginjak 7 bulan. Dia bahkan mengundang seluruh karyawannya untuk hadir, tentunya dengan para kolega bisnisnya juga."Tak apa, aku akan ada di sisimu," ucap Aksa sambil tersenyum.Aksa lalu menggandeng tangan Leta untuk turun ke bawah. Di sana sudah ada Farrel dan Kyra yang menunggu. Sebagian orang bahkan sudah berangkat duluan ke kantor Aksa.
Kabar bahagia itu disambut baik oleh Prima dan Gandhi, mereka tak menyangka jika selama ini anaknya, Farrel menyukai seseorang yang dekat dengan mereka. Mereka sudah bekerja bersama selama 5 tahun terakhir, cukup tahu dengan bagaimana sikap Rossa selama ini.Leta juga ikut bahagia, bahkan Aksa menjanjikan akan mengurusi semua keperluan pernikahan mereka. Tapi Farrel bilang jika mereka belum terburu-buru untuk hal itu.Aksa sedang di kantor saat ini, kebetulan Leta datang mengantarkan makan siang untuknya. Sejak kehamilannya memasuki trimester kedua, Leta memang selalu ingin dekat dengan suaminya.Hal itu tak membuat Aksa terganggu, dia malah senang acapkali Leta menemani dirinya di kantor. Meskipun kadang wanita itu suka merengek dan meminta hal yang cukup aneh bagi Aksa.Tok.. Tok... Tok...Aksa menoleh ke arah pintu, dia melihat Vino yang berjalan masuk sambil membawa map di tangannya."Tuan, ini berkas yang perlu Anda tanda tangani.
"Kau ingin anak laki-laki atau perempuan sayang?" tanya Aksa mendongak menatap Leta. Saat ini dia sedang tidur di paha Leta, menatap perut Leta dan sesekali menciuminya."Laki-laki atau perempuan sama saja. Yang terpenting mereka sehat dan lahir dengan selamat." jawab Leta.Aksa tersenyum, dia mengusap lagi perut istrinya itu. Meskipun baru menginjak 3 bulan, perut Leta memang sudah terlihat membuncit. Mungkin itu efek dari bayi kembar yang dikandungnya."Bisakah kita tidur, aku lelah." Leta menutup buku yang sedang dibacanya, dia lalu meletakkan buku tersebut di nakas. Tatapan matanya terlihat sayu, Aksa yang melihat hal itu langsung duduk dan membiarkan istrinya berbaring."Tidurlah, aku akan memelukmu sampai pagi."Leta tersenyum, dia mendekatkan lagi tubuhnya pada Aksa. Menyembunyikan kepalanya di ceruk leher Aksa, tangannya juga memeluk tubuh Aksa seperti sebuah guling.~Kehamilan Leta tak membuat susah dirinya. Bahkan Leta terl
Ketika sampai di rumah sakit, Sam segera berlari menuju ruang UGD. Dia menanyakan pada seorang suster tentang pasien yang mengalami tabrak lari. Ternyata Zeline benar-benar di sana dan sedang ditangani oleh dokter. Hampir 1 jam akhirnya seorang dokter keluar dari sana. Sam yang melihat itu langsung mendekatinya. "Dokter, bagaimana keadaannya?" tanya Sam. "Anda keluarga pasien?" tanya Dokter dengan nametag Ridwan tersebut. "Tidak, saya temannya. Keluarganya ada di luar negeri semua," ucap Sam berbohong. "Kondisi pasien masih belum stabil, suster akan membawanya ke kamar rawat. Biarkan pasien beristirahat sampai kondisinya pulih." kata Dokter Ridwan. "Lalu... lalu bagaimana dengan bayinya?" tanya Sam dengan gugup. Dokter Ridwan tampak menghela nafas, dia menggeleng pelan menampilkan senyuman yang dipaksakan. "Maaf Tuan, kami sudah berusaha. Tapi takdir berkehendak lain, pasien mengalami keguguran." Sam mematung menden