Share

Kabur yang Sukses

Perlahan-lahan matanya terbuka setelah ia pingsan dengan obat bius. Manik matanya berlarian pada ruangan yang baginya sangat asing.

“Dimana aku?” bisiknya dengan kepala berdenyut. Mengingat kejadian yang menimpanya membuat ia bergegas lari dari ranjangnya. Menarik gagang pintu yang terkunci.

Suasana jadi gaduh karena dia bangun. “Buka pintunya!” teriak Rafaela tidak ada sahutan. Rasanya tidak mungkin Wilson akan mengeluarkan Rafaela secara cuma-cuma.

Ia mencoba cara lain, yaitu membuka tirai yang ternyata jendela itu terdapat teralis yang kuat. Dia akhirnya duduk dengan perasaan buntu.

Pintu terbuka ia fikir Wilson. Jika iya, Rafael akan menghujatnya langsung. Seorang wanita paruh baya dengan seragam pelayan.

“Ini sarapan anda, Nona.”

“Ya ...” sahutnya dengan singkat. Ini menjadi kesempatannya untuk bisa keluar karena pintu terbuka. Wanita itu panik ketika Rafaela berlari secepat mungkin.

Rumah itu besar sekali hingga Rafaela tidak tahu harus keluar lewat mana. Sementara semua orang mengejarnya. Pintu terbuka baginya ini adalah kesempatan bagus. Berlari secepat mungkin, tapi baru sampai ambang pintu tubuhnya terlempar lantaran menabrak sosok yang besar. Wilson berdiri di hadapan Rafaela dengan seringai buas yang mengerikan. Rafaela bergerak mundur.

“Tuan, maafkan kami.”

Wilson memberi kode pada orang-orang yang mengejar Rafaela barusan untuk pergi. “Kamu tidak apa-apa?” Mengulurkan tangannya menolong gadis itu.

“Jangan sentuh aku!” Kembali mundur. Wilson pun berhenti, “Kamu belum diijinkan pergi dari sini!”

“Apa maksudmu? Kamu sudah menghancurkan hidupku, orang yang aku sayang. Harusnya ini setimpal.”

Wilson perlahan berjongkok di hadapan gadis frustasi itu, “Setimpal katamu? Orang itu tidak hanya menghancurkan ayahku, tapi juga keluargaku. Aku bisa seperti ini dengan ambisi membalasnya setelah apa yang terjadi padaku.”

“Kamu bicara apa? Aku bahkan tidak kenal denganmu. Biarkan aku pergi aku mohon ...” lirih Rafael terisak.

“Akan kubiarkan pergi saat aku menghendaki. Kembalilah ke kamar itu! Sebelum aku menyeretmu.”

“Tidak. Aku mau keluar!” Rafael masih tetap pada pendiriannya.

Tapi seorang pelayan datang, “Nona ... saatnya anda sarapan. Mari kita kembali ke kamar.” Dia membantu Rafaela sambil berbisik, “Aku akan menolongmu ...”

Rafaela pun menuruti keinginan wanita paruh baya itu. Meski kelihatan aneh, tapi Wilson senang karena tidak perlu repot menyeretnya kembli ke kamar.

Wanita paruh baya itu menutup pintu dengan cepat, “Nona harus sarapan agar berenergi.”

“Kamu berbisik padaku tadi. Apa maksudmu?” tanya Rafaela.

“Malam nanti beliau akan pergi. Aku akan membantumu keluar dari sini.” Wanita itu meyakinkan Rafael.

“Kenapa kamu baik sekali padaku?” Tidak ada alasan pasti kenapa wanita itu mau menyelamatkannya.

Wanita itu justru masih mengingat Rafaela dengan sangat jelas, “Kamu tidak ingat dengan wanita yang sudah kamu tolong ya?”

Rafaela mengingat-ingat kejadian yang telah terjadi sebelumnya.

***

“Tolong!” Namanya Maya. Menjadi seorang istri kadang sulit kadang juga mudah, itu tergantung pilihan dan jalan cerita masing-masing. Sejak 10 tahun terakhir dia selalu menjadi korban kekerasan oleh suaminya dengan alasan Maya tidak bisa punya anak. Ia tidak berani melapor karena ia masih sangat mencintai suaminya dan berharpa suatu saat akan berubah.

Malam itu suaminya mabuk parah, dia juga baru saja kalah berjudi dan terlilit hutang. Uang yang dihasilkan oleh istrinya tidak cukup untuk melunasi hutang itu. Karena murka tidak mendapat uang banyak dari istrinya, suaminya berniat menghabisi istrinya malam itu, tapi tercegah karena adanya gadis SMU yaitu Rafaela. Rafaela memukulnya dan membuatnya pingsan dia juga melaporkan hal ini pada petugas terkait. Mereka akhirnya bercerai dan Maya bisa hidup dengan bebas apalagi saat suaminya sudah mendekam di penjara.

***

“Terima kasih, karena kamu aku bisa jadi seperti ini sekarang. Aku tidak mau kamu mengalami hal yang serupa denganku.”

Maya membalas kebaikan Rafaela dengan membebaskannya dari neraka ini ketika malam telah tiba.

“Aku hanya bisa mengantarkan kamu sampai sini. Di taman ini terdapat got tertutup yang mengarah ke luar gedung.” Maya menggenggam tangan Rafaela sebelum perpisahan itu.

“Terima kasih banyak, Bu. Aku tidak akan pernah melupakan ini.” Rafaela sangat bahagia dan tidak akan menyia-nyiakan bantuan dari Maya.

“Jaga diri baik-baik!”

Rafaela berjalan hati-hati melewati areal dapur yang sudah sepi saat waktu istirahat tiba. Dia menghirup udara segar sesampainya di taman. Hampir saja dia lupa bersembunyi karena banyak penjaga di taman itu. Meski gelap dia juga harus tetap berhati-hati.

Tiba-tiba saja terdengar suara gonggongan anjing yang berada di ujung sana, Rafaela sempat kaget. Tapi melihat para penjaga berlarian ke sumber suara, Rafaela mengambil kesepatan.

Ternyata yang membuat tiga anjing itu gaduh adalah Maya.

“Maaf ya gara-gara aku kalian terganggu. Aku hanya mau memberinya makan tapi aku lupa kalau mereka tidak suka dengan sayuran sisa.”

“Bibik lupa lagi ya, ada makanan khusus untuk mereka. Itu dibuang saja!”

“Maklum aku sudah tua dan sering pikun.” Mereka kembali bertugas menjaga. Maya pun kembali ke kamar dengan perasaan lega karena Rafaela pasti sudah menjauh dari sini.

            Jalanan benar-benar sudah lengang, tapi Rafaela tidak merasa takut sama sekali. Dia berusaha mencari jalan cepat untuk segera menuju ke halte dimana dia menaruh barang-barangnya. Satu jam ia berlari dan tidak perduli dengan kakinya yang sakit. Ia lega barang-barangnya masih ada di dekat hlte dan tidak ada yang mencuri.             Lagi pula siapa yang mau mengambil sembarangan, tepat di depan halte ini terdapat CCTV. Tapi yang membuat pertanyaan bagi Rafaela harusnya ia terekam di CCTV dan menjadi kasus penculikan.

“Mungkin orang berkuasa bisa melakukan segalanya tanpa takut hukum ...” Lamunannya buyar karena bus datang juga.

Perjalanan benar-benar tertunda sehari, bahkan tanda adanya sang kakak yang sudah binasa oleh pria biadab itu. Mengingat kejadian malam lalu menjadikan kenangan terburuk buat Rafaela. Tawa bersama Dorny hanya sebuah kenangan. Pria itu telah menyebabkan kehancuran yang sesuangguhnya, Rafaela telah bersumpah dalam hatinya untuk balas menghukum pria seperti Wilson bagaimanapun caranya. Semalaman tidak bisa memejamkan mata karena terus terigat dengan hal yang sesak. Pagi yang bersinar dengan cerah, dia menemukan tempat yang menjadikan tujuannya.

“Kak Milna.” Meletakan barangnya dan berlari ke arah gadis jangkung berambut pendek, memeluknya dengan erat. Di sinilah tujuan Rafaela yang diinginkan Dorny.

“Ku fikir akan sampai kemarin, ternyata terlambat sehari. Dimana Kakakmu?” Dia teman SMU Dorny dan mereka sangat akrab.

Rafaela tidak segera menjawab dan langsung memasukan barang-barangnya.

Melihat ekspresi adik dari sahabatnya itu, Milna tidak ingin banyak tanya.

“Terjadi sesuatu padanya.” Rafaela tertunduk dengan perasaan hancur.

Milna duduk mendekat dan menyentuh bahunya dengan lembut, “Aku akan melakukan apa yang Dorny suruh. Kamu akan bekerja di sini dan menjagamu.”

Rafaela sesegukan di pelukan Milna. “Dia akan tenang di sana setelah kamu selamat.”

Hari itu Rafaela bersiap untuk bekerja di restoran Milna tanpa pengalaman kerja. Meski luka tetap akan meninggalkan bekas meski berapapun lamanya, ini lebih baik dari pada Rafaela terkurung di tempat Wilson.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status