Share

Keluarga Satu-satunya

    Sejak pulang kerja Dorny begitu cemas, hari sudah petang tapi Rafaela justru belum ada di rumah. Padahal Rafaela sudah berpesan kalau kerja di sana sebelum pukul 5 sore sudah pulang. Bahkan ini sudah pukul tujuh malam. Dorny belum sempat membersihkan tubuhnya yang bau bahan bangunan karena menyusul adiknya.

Ia tidak tahu keadaannya sekarang,  menelponnya oun percuma, nomornya tidak aktif. Padahal tadi siang Rafaela masih memberi kabar gembira bahwa dia sudah diterima dan langsung bekerja. Pria itu mengendarai motor sederhana yang bahkan ia membelinya saat Rafaela lulus SD.

“Rafaela ...” Dorny buru-buru turun meliht Rafaela hanya duduk tidak jauh dari gedung Perusahaan Wilss-Group sambil memeluk lututnya.

“Kakak ... hiks ... hiks ...” Rafaela lega sekali, Dorny datang menjemputnya. Ia segera membawa adiknya pulang karena hari sudah malam.

“Apa yang terjadi? Kenapa penampilanmu begini?" Dorny cemas dengan kondisi adiknya yang berantakan.

“Aku gak papa, Kak. Bosku menyuruhku lembur makanya aku pulang larut. Maafin aku, Kak ...” Rafaela menyembunyikan kesedihan lain yang baru saja ia terima.

Dorny belum memperhatikan baju Rafaela yang sobek karena sejak tadi ia menutupinya. Pria itu tiba-tiba menggendong adiknya. “Kak aku bisa jalan sendiri!”

“Jalan sendiri bagaimana? Kakimu pincang begitu.” Dorny langsung membawanya ke kamar mandi.

“Kakak ambilkan air hangat dulu.” Buru-buru ke dapur mencurahkan air termos untuk adiknya mandi. Rafaela pun mandi dengan perasaan jijik pada tubuhnya yang sudah dijamah seorang pria asing. Seharusnya pria itu suaminya kelak, bukannya orang lalim yang merusak hidupnya.

“Sudah belum?” Tanpa sadar Rafaela melamun saat menceburkan diri di bathtub. “Masih pakai baju.” Rafaela segera memakai baju yang sudah disiapkan kakaknya.

“Jangan digendong lagi! Aku sudah besar!” sungut Rafaela dengan bibir monyong.

Dorny terkekeh, dia pun menuntun Rafaela yang ingin ke kamar. Dengan cepat Dorny menyiapkan adiknya makan malam. kerja untuk pertama kalinya mungkin membuat Rafaela kelelahan.

“Maaf ya, Kak. Aku jadi menyusahkan Kakak. Harusnya aku yang siapin makan malam buatmu, Kak,” lirih Rafaela suaranya hampir seperti berbisik.

“Mulai hari ini kamu tidak usah terlalu mengurusi rumah. Kamu sudah kerja dan pasti lelah. Kalau mau makan tinggal Kakak belikan saja. kakak tidak  mau kamu kelelahan.” Dorny mengusap lembut rambut lurus adiknya.

Air mata Rafaela menetes dengan sikap Dorny yang selama ini sangat menyayanginya. “Kok kamu malah nangis gitu sih!” protes Dorny disertai rasa kasihan.

“Aku terharu, Kak. Aku sayang Kakak.” Rafaela memeluk Dorny sebagai keluarga satu-satunya yang dia punya. Meski bukan saudara kandung asli, tapi mereka berdua bisa saling menyayangi layaknya kakak dan adik kandung.

“Sekarang kamu makan dulu, ya!” Dorny melepas pelukannya dan dia ingin menyuapi adiknya.

“Kakak mandi saja dulu. Aku makan sendiri saja.” Rafaela tersenyum manis.

Tapi senyuman itu membuat Dorny menatap bibirnya Rafaela kaget, “Bibirmu kenapa? Kok jontor gitu?”

Rafaela terbelalak kaget, “Hah, kok bisa?” Dia meraih cermin di meja rias dan memang benar, bibirnya bengkak. Ia kembali teringat pria cabul itu higga membuat hatinya sakit.

“Rafaela, kok melamun gitu? Kenapa bibirmu?” suara Dorny kedengaran gelisah.

Ekspresi sedih sebisa mungkin ia sembunyikan, “Saat jatuh tadi sepertinya bibirku membentur tembok. Tidak papa kok, nanti juga sembuh sendiri,” ucap Rafaela berbohong.

Sepertinya Dorny tidak mencurigai adiknya, dia langsung pergi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah sangat lengket.

Saat Dorny pergi, air mata Rafaela kembali menetes. “Aku tidak mau kembali ke sana lagi.” Rafaela merebahkan diri dengan tubuhnya yang rasanya sakit karena permintaan paksa dari Wilson. Ia tidak menyangka ini akan terjadi.

"Lho ... kok makanannya gak dihabiskan?” Ternyata Rafaela sudah tidur. Dorny membenarkan selimut adiknya kemudian mengecup keningnya dengan lembut.

Keesokan harinya, Rafaela belum juga bangun padahal biasanya Rafaela sudah bangun pagi-pagi. Dorny masuk ke kamar dan membangunkan Rafaela, saat diperiksa ternyata adiknya demam. Dia pun mengompres kening adiknya dan menunggunya sadar.

“Kakak kok di sini?” tanya Rafaela ingin duduk tapi kepalanya sangat berat.

“Jangan kemana-mana, tubuhmu panas sekali! Hari ini tidak usah berangkat, ya. Biar aku ijinkan kamu tidak bisa masuk!”

“Nanti aku ijin sendiri, Kak.”

“Ya sudah. Kakak siapkan sarapan dulu.”

“Memangnya tidak kerja?”

Dorny tersenyum penuh arti, “Hari ini libur dulu. Menjaga adikku yang sedang tidak enak badan.” Selalu saja begitu, jika Rafaela sedang tidak enak badan, apapun pekerjaannya Dorny tetap menjaga adiknya di rumah.

Seharian Dorny tidak pergi. Saat sore hari, tubuh Rafaela sudah tidak panas lagi dia diminta mandi. Rafaela merendam dirinya di dalam bathtub. Sementara Dorny pergi ke warung membeli bahan masakan untuk makan malam.

***

“Amanda Sucita ...” Bahkan pria itu mengetahui nama panjang ibunya.

“Dimana dia sekarang?” suaranya terdengar sangat berat.

Rafaela ketakutan, “Aku tidak tahu!”

“Jangan bohong? Kamu menyembunyikannya?”

“Tidak! Dia sudah pergi! Aku mohon lepaskan aku!”

***

Ingatan yang menyakitkan itu seolah seperti kaset rusak yang diputar berulang-ulang. Ia tidak kuat menyembunyikan ini sendirian, ia juga takut jika harus mengatakan hal ini pada Dorny. Selama ini Dorny selalu menjaganya dari pria di luar sana, bahkan Rafaela dilarang dekat apalagi sampai pacaran.

‘Tidak ada pria baik di luar sana. Jika ada yang menawarkan diri untuk melindungi itu hanya  dari mulut. Ucapan manisnya hanya alasan agar seorang wanita jatuh ke perangkapnya.’ Masih teringat jelas ucapan Dorny sebelum Rafaela masuk SMA. Tapi kini, dia sudah menghancurkan kepercayaan Dorny, kesucian yaang harus ia jaga hingga menikah kini sudah hancur. Bagaimana dia mempertanggungjawabkan ini di malam pertamanya kelak?

Hatinya terus merasakan sesak, dia begitu malu kepada diri sendiri. Fikiran ini terlalu penuh di otaknya, ia tidak tahu harus bagaimana. Tiba-tiba saja sebuah  fikiran yang pendek terlintas. Ia berniat mengakhiri hidupnya saja. Menenggelamkan kepalanya ke dalam bathtub. Meski menghirup nafas di dalam air begitu sesak, namun hati yang tengah dirasakannya lebih sakit. Ia tidak sanggup hidup dengan bayang-bayang pria yang sudah mengambil seluruh hal berharga buatnya.

Tapi dia tidak akan bisa melakukan itu karena Dorny mengecek adiknya yang tidak kunjung keluar. Dia kaget melihat seluruh tubuh adiknya tenggelam, termasuk kepalanya ikut di dalam air. Bahkan Rafaela mandi dengan masih mengenakan pakaian yang lengkap. Sepertinya fikirannya tengah kacau sehingga dia tidak memperdulikan apapun.

“Rafaela!” Dorny tidak menyangka, baru beberapa saat ditinggal Rafaela justru sudah seperti ini. Setelah menurunkan tubuh Rafaela, Dorny menekan-nekan dadanya lalu berakhir dengan memberikan nafas buatan. Akhirnya Rafaela batuk-batuk dan membuka matanya.

“Rafaela, kamu apa-apaan? Kamu mau ninggalin kakak sendirian?” Dorny langsung merengkuh tubuh lemas adiknya yang beringsut duduk.

Rafaela justru berontak dengan pelupuk mata yang terus berair, “Biarkan aku mati saja! Mereka semua jahat! Apa gunanya aku hidup, Kak!”

Deg ... jantung Dorny seperti ingin lepas dari tempatnya. Apa yang terjadi pada adiknya hingga tiba-tiba ingin mengakhiri hidup?

*

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isni abg
heran sama Wilson main embat aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status