Share

Kejujuran yang Menyakitkan

Dorny mengeratkan pelukannya meski seluruh tenaga yang tersisa Rafaela gunakan untuk berontak. Sebagai seorang kakak, sedih mendengar penuturan adiknya jika ingin mengakhiri hidup. Ia tidak tahu apa yang terjadi pada Rafaela. Yang ia tahu, Rafaela gadis yang kuat. Meski orang selalu menghina keadaan mereka berdua, Rafaela tetap tidak pernah menyerah dan membuktikan dia bisa meski materi tidak mencukupi. Saat dia berhasil membuktikan pada orang-orang yang selalu menghinanya, Rafaela justru begini.

Seluruh tenaga Rafaela terkuras habis, tidak hanya lelah terus meronta, dia juga kelelahan karena terlalu banyak menangis. Kini Rafaela sudah sedikit lebih tenang, saat Dorny melepaskan pelukannya gadis itu tidak bisa lagi menyembunyikan kesedihannya. 

“Dimana Rafaela yang kuat seperti biasanya, hm ...?” Menangkup kedua pipinya dengan lembut.

Rafaela yang sejak semalam selalu enggan menatap kakaknya, kini terlihat sorot kesedihan yang mendalam.

“Apa Kakak mau memaafkanku kalau aku punya salah?” Suaranya terdengar parau.

“Memangnya kapan aku tidak memaafkan kamu kalau punya salah. Yang penting jangan mengulangi kesalahan yang sama.”

Rafaela terdiam, ia tidak tahu bagaimana caranya mengatakan hal ini. Hawa takut menjalar ke seluruh tubuhnya. Tapi jika menyembunyikannya sendiri, bagaimana jika Wilson datang ke sini dan membocorkan semuanya. Setelah menyebut ibunya waktu itu, ia yakin Wilson akan menemuinya.

“Rafaela!” panggilnya melihat Rafaela malah melamun. “Ceritakan! Kakak akan membantumu.”

Rafaela tertunduk, namun dia mulai menceritakan semua dari awal. Terutama dari pertama dia berangkat kerja hingga diterima kerja. Lalu malam harinya Wilson meminta membantunya memeriksa berkas dan berakhir menjadi kejadian yang sangat pilu.

Rahang Dorny mengeras, tangannya mengepal begitu erat. “Kak, aku ingin kita pergi dari sini! Aku tidak mau tinggal di sini. Kita pergi seja-“

“Dia harus menerima pelajaran! Tidak seorangpun pria yang boleh menyentuh adikku, tapi ini justru ...” Dorny menatap nanar Rafaela. Seorang wanita yang selalu dilindunginya agar tidak dijamah oleh pria manapun. Tapi kini sema berakhir, wanita yang ia lindungi telah kehilangan kegadisannya. Sebagai seorang pria yang menjaganya, tentu tidak ada yang terima. Jangankan orang yang menyayanginya, yang mencintainya sebagai anak kandung pun tidak akan rela.

Dorny langsung bangkit dengan gigi bergemeletuk, ingin segera dia mendatangi pria itu untuk meluapkan amarahnya. 

“Kakak mau kemana?” Perlahan gadis itu bangkit.

“Akan kubunuh dia!”

Rafaela terkejut, “Jangan, Kak. Dia orang berkuasa. Dia bisa melakukan segala cara untuk menghancurkan Kakak. Kita harus pergi dari sini, Kak!” Rafaela takut sekali bertemu dengan Wilson untuk selanjutnya. Bahkan dia harap tidak akan pernah bertemu dengan orang seperti itu lagi.

“Tapi dia harus-“

“Kakak ... hiks ... hiks ... aku tidak mau kehilanganmu, Kak ...” tangis Rafaela pecah. Dorny jadi tidak tega membuatnya khawatir berlebihan.

Hatinya langsung luluh, dipeluknya kembali Rafaela dengan lembut agar dia lebih tenang. “Maafkan, Kakak.”

“Janji jangan pergi, Kak. Aku tidak ingin kehilanganmu.” Rafaela tidak melihat kalau di belakangnya, Dorny menangis.

“Kita bereskan barang-barang kita!” Dorny berucap lirih sembari mengendurkan pelukannya.

Ia mengangguk kecil, “Maafin aku, Kak.” Ia tertunduk.

“Kau adikku. Mana mungkin aku membiarkan kamu sedih. Kita memang harus pergi dari sini. Aku tidak mau adikku kenapa-napa!”

Seperti yag diinginkan Rafaela, Dorny memasukan beberapa pakaian dan beberapa barang berharga. Termasuk kartu ATM berisikan tabungan yang sudah lama Dorny kumpulkan dari hasil kerja kerasnya. Mungkin memang saatnya mereka harus pergi dari kota ini.

Saat Rafaela ikut membereskan barangnya, Dorny keluar begitu saja.

“Kakak? Dimana?” Rafaela langsung panik karena Dorny tidak kunjung masuk.

***

    Lampu kelap-kelip disertai dentuman musik yang menggema dimana-mana. Alih-alih pendengarannya merasa berisik, mereka justru menikmati alunan musik dengan cara menari dan minum. Tidak perduli bagaimana pakaian para wanita yang tidak tanggung-tanggung sangat terbuka, mereka justru semakin gemar memperlihatkan lengkukan tubuhnya.

“Besok malam aku akan membicarakan pertunangan kita. Harus berapa kali aku meyakinkan kamu sih!” ucap Wilson masih ada di luar gedung.

“...”

“Iya, Sayang. Maaf ya aku tutup dulu. Ada banyak tamu di sini!” Wilson beralasan.

“...”

“I love you to!” Setelah mematikan sambungan telepon, ia menghubungi seseorang. “Bawa gadis itu padaku! Dia harus membayar dosa-dosa ibunya!”

“Dan satu lagi ... jangan sampai lecet sedikit pun.” 

Pip ... dia langsung mematikan sambungan telpon dengan seringai yang menakutkan, “Tidak ada yang boleh menyakiti dia kecuali aku!” batinnya sambil masuk ke tempat suara musik berisik itu berasal. Semua petugas di sana membungkuk hormat melihat kehadirannya. Dialah Wilson Bahtera yang memiliki bisnis dimana-mana termasuk bisnis ilegal.

“Tuan, ada seorang gadis baru. Mungkin anda bisa menjadi yang pertama, malam ini!” Seorang mucikari menghampirinya dengan langkah gemulai, ia tidak memperdulikan dandanannya yang menor tapi tidak luwes seperti wanita pada umumnya.

Biasanya Wilson selalu ingin mendapatkan yang pertama, namun kali ini ia seperti kurang tertarik. Dia justru menarik kerah pria tulen itu, “Menjadi yang pertama apa maksudmu? Kamu selalu bilang begitu, tapi apakah aku pernah mendapatkan yang masih perawan?” Tatapnya begitu nyalang.

Mucikari itu nampak menyesal, “Maafkan saya, Tuan. Saya tidak tahu kalau mereka sudah tidak suci. Lagipula mana ada gadis seperti itu di zaman sekarang. Sudah langka.”

Wilson mendorongnya hingga mundur beberapa langkah. Tiba-tiba ia menyeringai. “Kamu tidak akan bisa mendapatkan yang suci begitu mudah.” Ia tiba-tiba saja ia teringat Rafaela. 

Mucikari itu nampk tersenyum kikuk dengan ekspresi Wilson yang sulit diartikan. Sampai Wilson ingat tujuan utamanya kemari, bukan untuk mencari teman malam, tapi hal lebih penting lainnya.

Argh ... suara geraman kesakitan terus menggema di ruangan. Kedatangan Wilson membuat semua aktivitas di ruangan bercahaya minim itu berhenti. “Tuan, itu si kakek yang melaporkan anda ke petugas. Tapi Tuan tenang saja, saya sudah bereskan. Bagaimana menurut Tuan, langkah selanjutnya?”

Wilson menatap pria itu tajam. “Tuan Wilson, maafkan aku. Tolong lepaskan cucuku! Dia tidak bersalah.” Sedari tadi dia terus memohon agar cucu kesayangannya dibebaskan, meski tubuhnya sudah penuh dengan luka cambuk.

Wilson duduk di tempat yang telah tersedia, “Kamu sadar mengucapkan itu? Setelah kamu berusaha melaporkan orang yang mau membantumu meminjamkan uang!” Suaranya bahkan tegas seperti pancaran dirinya yang penuh kharisma.

“Maafkan aku ... huu ...” Dia menangis tersedu-sedu menyesali perbuatannya, “Terpaksa kulakukn demi cucuku bisa bebas. Ampuni aku!”

"Itu semua gara-gara kamu tidak bisa mengendalikan nafsu berjudimu!"

Pria tua itu merenungi kesalahannya.

Wilson nampak senang sekali melihat penderitaan yang terjadi karena kesalahan orang itu sendiri. “Cucumu bisa bebas asalkan kamu membayar semua hutang-hutangmu."

“Bagaimana aku bisa membayarnya.” Pria itu sadar kalau hutangnya sudah terlalu banyak. Bekerja seumur hidup sebagai seorang buruh, belum tentu bisa melunasinya. Awalnya ia berjudi berharap bisa kaya, bahkan sampai memakai cara licik yang akhirnya menjadi bumerang buatnya sendiri.

“Jadi ikhlaskan cucumu itu. Toh, tidak sampai sepuluh tahun hutangnya lunas,” seloroh salah satu anak buah Wilson.

Bukannya menerima, tangisan pria itu justru makin menjadi-jadi, “Huu ... cucuku, maafkan kakek!” Dia diseret paksa pergi dari ruangan itu, lebih tepatnya diusir secara tidak terhormat dengan cara dibiarkan tidak sadarkan oleh obat bius dan ditinggalkan di tumpukan sampah begitu saja.

“Bagaimana, Tuan. Apa anda mau menjadi yang pertama untuk malam ini?” Ia tahu yang dimaksud seorang pria yang mengikuti langkahnya meninggalkan ruang pengap itu.

“Tidak,” sahutnya singkat. Entah mengapa Wilson tidak menginginkannya sejak bersama Rafaela di lift malam itu.

Ini memang mengherankan bagi orang yang biasanya diminta mencarikan teman malam. “Tuan!” Tiba-tiba saja anak buahnya datang terpogoh-pogoh.

Wilson menghentikan langkahnya, “Ada pria asing yang berbuat onar di rumah. Katanya minta pertanggungjawaban!”

Salah satu alisnya terangkat, “Lalu bagaimana dengan oma?”

“Untungnya nyonya sudah tidur setelah minum obat. Sekarang dia kami tahan di tempat biasa.”

“Bawa aku ke sana!” Wilson tidak tahu orang yang pria itu maksud.

*

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Isni abg
kasihan Rafaela
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status