Share

Antara Dendam dan Cinta
Antara Dendam dan Cinta
Penulis: Yani

Prolog

Mulan memaki dalam hati. Sejak dua jam yang lalu, tak hentinya dia mendumel dengan suara kecil. Kakinya terasa lecet dan perih. Tidak perlu dilihat pun, sudah pasti kulitnya memerah karena terkelupas.

“Ini gara-gara high heels sialan!” umpatnya, memandang penuh dendam pada benda yang membungkus kakinya dan sangat menyiksa.

“Sayang, kamu mengumpat?” tanya Joe, anak ketiga dari keluarga Walter yang ternama, seorang pemuda yang sementara harus Mulan sapa dengan panggilan “Kakak”.

Mulan menggaruk pipi kanannya pelan, memasang senyum bodoh untuk menutupi kegugupannya. “Nggak kok. Kakak salah dengar saja.”

Alis Joe bertaut, menatap gadis di hadapannya—orang yang dia kira adalah adiknya—dengan aneh. “Serius?”

“Iya.” Kepalanya mengangguk kuat.

Joe tersenyum dengan wajah lega. Cepat sekali percaya pada jawaban yang didengarnya. Dia mengusap pelan rambut Mulan, hal yang sering dilakukannya pada sang adik. “Baiklah. Mungkin Kakak memang salah dengar,” katanya yang membuat Mulan tersenyum lega.

Mulan tersenyum lebar. Bibirnya sampai terasa pegal, tidak terbiasa selalu tersenyum dan memasang wajah ramah. Mulan mengerang dalam hati. Meratapi hari-harinya yang terasa berat. Ini baru hari pertama, Masih banyak hari panjang yang harus dilewatinya nanti.

Rasanya dia ingin menangis sekencang mungkin.  “Maya, aku menyesal menyetujui rencana konyolmu!” erangnya dalam hati.

***

Sunset Café, Pinggiran Kota Manhattam, beberapa hari yang lalu.

Mulan masih diam, memandang gadis di depannya dengan wajah datar. Tidak ada riak emosi di wajah cantiknya. Dia memasang telinga baik-baik, mendengarkan rentetan kalimat penuh permohonan gadis di depannya.

“Bagaimana?”

“Konyol!” Satu kata lolos keluar dari bibirnya. Mulan menatap gadis yang memiliki wajah serupa dengannya dengan sengit. Mungkin bila dilihat dari sisi lain, orang  akan mengira mereka saudara kembar, yang sayangnya memiliki kasta berbeda. Dilihat dari penampilan keduanya yang bagai bumi dan langit. Mulan dengan baju kebesaran dan celana sobek di lututnya. Sedangkan gadis di depannya memakain gaun cantik dengan kulit secerah matahari.

Maya Walter, anak sulung dari keluarga Walter yang terkenal kaya raya. Gadis kesayangan yang hidupnya bagaikan seorang putri kerajaan, sangat dimanja dan dikelilingi orang-orang yang memberinya kasih sayang melimpah. Tidak ada satupun kekurangan yang dimiliki gadis itu, selain kebebasan.

“Mulan, ini nggak akan lama. Hanya tiga bulan.”

Mulan menggeleng, tak habis pikir dengan ide konyol tersebut. “Aku tetap tidak bisa,” tolaknya, masih berpegang teguh dengan keputusannya.

Maya memasang wajah sedih. Dia meraih kedua tangan Mulan, meremasnya dengan pelan. Tatapannya berubah sayu. “Ayolah. Cuma kamu yang bisa menolong aku. Aku hanya butuh sedikit kebebasan dan merasakan bagaimana dunia luar.”

“Ck, aneh. Kamu sudah punya semuanya.  Harta, keluarga, dan kasih sayang. Sekarang masih kurang apa lagi?”

“Bagaimana jika ada orang yang tahu?” lanjut Mulan dengan wajah kesalnya. Ini jelas beresiko tinggi, entah Maya sudah memikirkannya apa tidak.

“Tidak akan ada yang tahu selama salah satu dari kita diam,” jawab Maya dengan senyum manis. Dia merasa Mulan sudah mulai goyah saat melihat binar mata itu tak setegas sebelumnya. Tinggal dirayu sedikit lagi dan Maya bisa mendapatkan apa yang diinginkannya.

“Itu benar-benar ide yang sangat gila dan konyol.” Mulan menggeleng dengan tak habis pikir. Dia menarik tangannya, memijit pangkal hidungnya sendiri. Rasanya dia menyesal sudah berkenalan dengan Maya. Perkenalan yang tidak sengaja dan jelas menyebabkan keterkejutan pada keduanya. Apalagi kenyataannya mereka memiliki wajah serupa, baik Maya dan Mulan sangat yakin tidak memiliki saudara kembar.

No! itu ide yang brilian. Kita bisa bertukar hidup dan saling merasakan hal baru yang pastinya sangat menyenangkan.”

‘Mengerikan lebih tepatnya,’ koreksi Mulan dalam hati. Dia tersenyum miris, Maya tidak tahu saja bagaimana kerasnya dunia luar pada kehidupan orang-orang sepertinya yang tidak memiliki uang dan kuasa. Namun, mau menjelaskan sampai mulut berbusa pun, rasanya percuma. Maya terlalu bebal.

“Aku hanya lelah dengan semua kehidupanku selama ini.” Maya menunduk, wajahnya murung. “Semua yang dilihat sempurna di luar, belum tentu adalah keadaan sebenarnya. Ada banyak hal yang tidak akan dimengerti olah orang lain. Maka dari itu, hanya tiga bulan saja, biarkan aku bernapas sejenak. Aku juga ingin merasakan kehidupan seperti gadis seusiaku di luar sana.”

Mulan memejamkan matanya sejenak. Pikiranya semakin kalut. Andai mereka berada pada derajat yang sama, mungkin tanpa pikir panjang dia akan menyetujui ide konyol itu. Namun, lingkungan yang berbeda membuatnya khawatir pada gadis di depannya ini. Meski baru beberapa kali bertemu, tetap saja dia memiliki rasa simpati yang tinggi pada orang lain.

“Kamu yakin dengan ide ini?” tanya Mulan pelan yang membuat Maya berbinar antusias.

Maya mengangguk kuat. “Kamu setuju?”

Mulan mengedikkan bahunya pelan. “Terpaksa. Tapi aku tidak menjamin kamu akan baik-baik saja dengan ide ini,” katanya dengan senyum kecut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status