/ Romansa / Antara Kamu dan Putraku / Bab 3 Malam Tak Terduga

공유

Bab 3 Malam Tak Terduga

작가: Weneedta
last update 최신 업데이트: 2025-12-02 15:46:57

“Kenapa harus tidak yakin? Kamu tahu, perasaan kita sudah terikat satu sama lain.”

Melihat Elena masih bimbang, Aldo meraih dagu wanita itu. “Aku mencintaimu, Lena. Kamu tidak perlu khawatir. Apa pun yang terjadi, aku akan selalu ada untukmu.”

Perasaan hangat menjalar di hati Elena. Terlebih selama bertahun-tahun dia merasakan kehampaan dalam kehidupan pernikahannya. Perhatian dan ucapan Aldo selalu menyentuh relung hatinya. Namun tetap saja dia belum bisa mengiyakan permintaan pria ini karena dia takut lebih terjebak lagi dalam lingkaran dosa.

Tanpa diduga, bibir Aldo melesat membungkam mulut Elena agar wanita itu tidak kembali bicara. Dia tidak bisa menahan hasratnya lagi. Walaupun dia tahu ini salah, tetapi sebagai pria dewasa, dia juga ingin memadu kasih bersama wanita yang telah dicintainya selama setahun terakhir.

Perlahan bibir Aldo mulai turun, menyesap leher Elena yang jenjang. Sementara tangannya menyelinap masuk ke dalam blus yang dikenakan Elena. Jemarinya meraba-raba mencari puncak kecil untuk membangkitkan gairah wanitanya. Setelah mendapatkan apa yang diinginkannya, dia mengusap dan meremas gumpalan lembut di sekitar puncak kecil itu.

Elena yang menyadari perbuatan Aldo yang semakin jauh, berupaya keras untuk menolak. Dia mendorong tubuh Aldo, tetapi pria itu semakin mempererat dekapannya.

Aldo tak henti memberikan rangsangan kepadanya, hingga Elena tak kuasa menahan reaksi tubuhnya yang tidak selaras dengan pikirannya. Tidak membutuhkan waktu lama, mereka berdua sudah berada di ranjang. Untuk kali ini, Aldo merasa harus melakukannya.

“Ahhh … Aldo ….”

Suara desahan dan erangan lolos dari bibir Elena. Dia memejamkan mata, merasakan percintaan yang dilakukannya bersama Aldo untuk pertama kali. Semua terasa berbeda. Entah karena perasaannya yang sedang mengharu-biru, atau karena cinta Aldo yang memang sudah bersemi di hatinya.

Mesin pendingin udara dalam kamar mewah itu tetap tidak mampu menghentikan peluh yang keluar dari tubuh Aldo. Meski memulainya dengan lembut―seakan mengerti suasana hati wanita yang berada dalam kungkungan tubuhnya, tetapi lambat-laun iramanya berubah cepat, seiring dengan ledakan yang akan meluap dari miliknya.

Setelah melakukan percintaan yang panjang, akhirnya mereka berbaring berdampingan. Dengan napas sedikit tersengal, Aldo memiringkan tubuhnya dan menatap Elena.

“Terima kasih, Sayang,” ucapnya lembut sambil mengecup dahi wanita itu.

***

Elena meraih tangan kiri Aldo dan menggenggamnya. “Sampai sini saja, Do.”

“Tapi rumah kamu masih beberapa meter ke depan.”

“Tidak apa-apa. Sampai sini saja,” balas Elena sambil mengalihkan wajahnya ke arah Aldo. “Aku tidak mau mengambil risiko.”

Aldo menghela napasnya. “Baiklah, kalau itu mau-mu.”

Elena meraih tas kecil dan dua kantung plastik belanjaan berisi bahan makanan. Sebelum turun, sakali lagi dia menatap Aldo.

“Terima kasih ya, Do.”

Aldo meraih tangan kanan Elena. “Besok kita bertemu di tempat biasa ya.”

Elena mengangguk singkat.

“Tunggu! Bolehkan aku menciummu?” tanya Aldo belum melepaskan tangan Elena.

Elena tampak ragu, tetapi akhirnya dia melihat keluar mobil. Memastikan tidak ada satu orang pun yang masih berada di jalanan menuju rumahnya. Setelah yakin, dia mendekatkan wajahnya ke arah Aldo dan mengecup singkat bibir pria itu. Namun Aldo malah menahannya dan memperdalam ciuman mereka sedikit lebih lama.

“Sudah, Do.” Elena memaksa menarik wajahnya agar bibir mereka terlepas. “Aku harus turun sekarang.”

Tidak ingin membuat Elena berada dalam masalah, Aldo membiarkan wanita itu turun dari mobilnya. Selama beberapa waktu dia masih menunggu hingga Elena tidak terlihat lagi dari pandangannya, barulah dia mengendarai mobil meninggalkan kompleks perumahan itu.

Sementara Elena membuka pintu pagar dan menutupnya kembali dengan pelan, berharap tidak menimbulkan suara. Hatinya sedikit lega melihat kondisi dalam rumahnya yang sudah tampak gelap. Setelah berhasil membuka kunci pintu rumah, dia melepaskan sandalnya dan membawanya untuk disimpan di rak dekat dapur.

“Kenapa baru pulang sekarang?”

Elena memekik kecil karena terkejut. Kantung plastik belanjaan di tangannya jatuh seketika. Dia tidak menyangka ibu mertuanya akan memergokinya pulang selarut ini.

“I-ibu … kok belum tidur?” Suara Elena terdengar gugup.

Dengan jantung masih berdegup keras, Elena berjongkok memunguti bahan makanan yang jatuh berantakan di lantai. Dia pikir ibu mertuanya sudah tidur karena semua lampu sudah padam, kecuali lampu teras.

“Bagaimana aku bisa tidur?” Ratih mendengus keras, tetapi matanya menyelisik ingin tahu apa yang dibawa Elena. “Punya menantu, sudah malam begini tapi masih saja kelayapan.”

Elena menatap ibu mertuanya yang duduk di sofa, masih dengan tangannya membereskan barang belanjaan. “Aku dari rumah temanku, lalu belanja keperluan rumah. Lagipula kulkas sudah kosong, tidak ada bahan makanan sama sekali.”

“Kalau mau belanja, seharusnya minta Damar untuk mengantar kamu.”

Hembusan napas terdengar dari mulut Elena. Tangan kirinya mengepal menahan kesal. Tak ingin meladeni ibu mertuanya yang senang mencari perkara dengan dirinya, Elena bergegas ke dapur untuk menyimpan belanjaannya. Namun langkahnya sempat terhenti melihat suaminya melangkah turun dari tangga.

Sama seperti terhadap ibu mertuanya, Elena tidak mengindahkan suaminya. Dia menata semua barang belanjaan di kulkas dan lemari dapur.

“Hmm, kamu beli apa?” Damar memeluk Elena dari belakang sambil mengecup puncak kepala istrinya itu. “Kamu tidak lupa beli kopi untukku ‘kan?”

Elena membungkam. Hatinya masih terasa sakit karena perlakuan dan kekerasan yang dilakukan suaminya sore tadi.

Menyadari tidak ada respon dari istrinya, Damar mempererat pelukannya. “Maafkan aku, Lena. Kamu tahu, aku tidak pernah bermaksud kasar terhadapmu.”

Dengan tergesa Elena melepaskan kedua tangan Damar yang melingkar di pinggangnya, kemudian berbalik menatap tajam pria itu.

“Tidak bermaksud, katamu? Mas Damar menamparku dua kali, terus ini apa?!” Sedikit memekik, Elena menunjukkan pergelangan tangan kanannya yang masih memerah. Bahkan sebagian sudah membiru.

Damar melirik memar di tangan istrinya. Dia tahu telah berbuat kasar, tetapi itu semua karena Elena yang memancing emosinya. Setidaknya seperti itu yang ada dalam pikirannya.

Hati Elena masih mendongkol, tetapi dia tidak ingin terjadi keributan lagi mengingat saat ini sudah tengah malam. Terlebih melihat ibu mertuanya yang sedang melangkah menghampiri mereka.

“Len, maafkan aku.” Damar masih membujuk seperti yang biasa dia lakukan acapkali mereka bertengkar. “Tapi aku bisa minta tolong ‘kan? Tolong buatkan aku kopi. Aku tunggu di atas ya.”

Elena melirik tajam suaminya. “Tidak, aku capek.”

Setelah mengatakannya, dia meninggalkan dapur dan menuju kamarnya di lantai dua.

Sementara Ratih memerhatikan menantunya sampai menghilang di tangga, lalu duduk di kursi dapur. Dia menatap anaknya yang masih berdiri seperti orang bodoh di depan kulkas.

“Seharusnya kamu tegas terhadap Lena. Kamu itu 'kan kepala keluarga. Kalau dibiarkan terus, lama-lama dia semakin melunjak dan akan menginjak-injak harga diri kamu.”

이 책을.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 10 Kemarahan Aldo

    Hati Elena menghangat karena tangan Aldo, juga panggilan pria itu kepadanya. Seperti remaja kemarin sore yang baru mengenal cinta, kedua pipinya tampak merona.“Kamu mau makan apa?” tanya Aldo setelah mereka duduk.Elena meraih buku menu, membukanya perlahan. Tak lama jarinya menunjuk salah satu menu steak yang tidak terlalu mahal.“Minumannya?” tanya Aldo lagi.“Bluegrass Sunrise.”Setelah makanan dan minuman tersaji di meja, mereka menyantapnya sambil mengobrol ringan. Kebanyakan Aldo yang bercerita tentang pertandingan basket anak-anak didiknya.Mereka hanya sekitar sejam menghabiskan waktu di sana, kemudian melanjutkan perjalanan menuju kost Aldo.***Jarum pendek jam dinding baru menunjuk angka tujuh, ketika terdengar suara desahan dan erangan dari sebuah kamar. Mereka hanya berdua di dalam sebuah rumah―yang lingkungan tetangganya tidak terlalu peduli dengan urusan orang lain.Sesaat kemudian terdengar erangan panjang, diiringi dengan suara televisi yang volumenya sengaja dikeras

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 9 Masing-Masing Memiliki Janji

    Elena membaca notifikasi pesan dari Aldo. Segera dibukanya pesan itu, sambil berjalan keluar dari foodcourt yang ramai dan berisik, karena banyak karyawan yang makan sambil mengobrol.Setelah suasana di sekitarnya cukup tenang, Elena melakukan panggilan kepada Aldo. Dia merasa tidak enak hati karena belum memberi kabar sama sekali kepada pria itu, mengenai alasannya tidak datang kemarin.[Halo.]“Maaf Do, kemarin aku tidak jadi datang karena tiba-tiba Mas Damar menjemput.”[Hmm …. Kenapa kamu tidak mengabari aku?]“Itu ….” Elena bingung mengatakan alasannya melalui telepon. “Maaf, aku benar-benar lupa. Kemarin kamu sudah menunggu di kafe ya?”[Ya, aku menunggu satu jam di sana.]“Maaf, Do. Aku tidak bermaksud seperti itu. Tapi aku tidak bisa cerita sekarang. Nanti aku cerita kalau kita bertemu.”[Kapan?”]Elena tidak langsung menjawab. Tiba-tiba sebuah pikiran terlintas di benaknya. Apa bisa mencoba meminjam uang pada Aldo?“Ehmm … apa bisa nanti sore, Do?”[Bisa. Tapi pastikan kamu t

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 8 Ancaman Damar

    “Apa maksud kamu, Mas?” Jantung Elena berdegup lebih cepat. “Apa kamu mengancamku lagi?”Damar tidak menjawab, tatapan tajamnya tertuju pada Elena.“Bukannya aku tidak mau membantu,” jelas Elena dengan perasaan tidak nyaman. “Tapi aku benar-benar tidak tahu bagaimana bisa mendapatkan uang lagi.”Setiap kali Damar melontarkan ancaman, hati Elena menjadi tidak tenang. Dia sungguh khawatir Damar akan nekad melakukannya.“Kalau kamu tidak mau itu terjadi, ya kamu harus bantu aku.” Damar menjawab dengan enteng. “Kalau saja aku punya uang, aku juga tidak mau merepotkan kamu. Jelek-jelek begini, aku masih punya harga diri.”Elena menarik tatapannya dari Damar, dan membuang pandangannya ke arah jendela.Sejak memburuknya hubungan mereka akibat ucapan pedas dari ibu Elena tujuh tahun lalu, sikap suaminya berubah total. Damar menjadi kasar, seolah sudah tidak ada lagi cinta untuknya.Padahal dua belas tahun lalu Elena menerima Damar karena yakin pria itu mencintainya, meskipun kala itu dia tida

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 7 Kepercayaan yang Hampir Hilang

    Mendengar permintaan suaminya, Elena tidak mengatakan apa-apa, hanya mengekor Damar menuju kamar mereka. Setelah berada di kamar, Damar menjatuhkan bokongnya di sofa. Sementara Elena memilih ranjang sebagai tempat duduknya.Suasana hening selama beberapa menit. Hanya terdengar helaan napas panjang. Elena sengaja tidak membuka mulut. Menunggu suaminya memulai pembicaraan.“Lena ….” Akhirnya Damar membuka mulutnya. “Apa kamu bisa pinjam uang di kantor? Sudah dua bulan cicilan mobil tidak dibayar.”Elena terkejut mendengarnya. “Mas, aku tidak mengerti maksudnya. Setiap bulan aku transfer uang cicilan mobil ke rekening Mas Damar. Terus uangnya ke mana?”“Apa kamu lupa kalau aku pernah bilang uangnya digunakan untuk modal bikin kontrakan rumah bareng temanku? Gajiku yang tidak seberapa juga aku taruh di sana.”Mata mereka saling bertatapan. Damar bertahan agar Elena mempercayai ucapannya. Sementara Elena berusaha mencari kejujuran di mata Damar. Seingatnya Damar tidak pernah mengatakan hal

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 6 Sindiran yang Menyakitkan

    “Hei!” panggil Brenda pada anak buahnya yang duduk terpaku di hadapannya.“Ohh … maaf.” Elena tampak gelagapan, menyadari sikapnya yang tidak responsif . “Iya, Ms. Brenda. Saya paham kok. Hanya ….”“Hanya apa?”Elena menggeleng cepat. “Ehm ... tidak. Tidak apa-apa.”Brenda menghela napas singkat. “Setiap orang pasti punya masalahnya sendiri, ‘kan? Tapi sebagai orang dewasa, harus bisa memilah dan menempatkan diri dengan baik. Jangan mencampuradukkan satu masalah dengan masalah lainnya, bisa-bisa malah kehilangan semuanya.”Elena mengangguk pelan. Minggu lalu dia kurang fokus dan hampir melakukan kesalahan pembayaran kepada salah satu supplier. Untung saja prosedur pembayaran harus dengan persetujuan manajer sehingga kesalahan itu tidak terjadi.Senyum tipis pun tersungging dari bibirnya. “Terima kasih, Ms. Brenda.”“Ya,” balas Brenda sambil memberikan Elena setumpuk dokumen yang sudah dia tanda tangani. “Bawa kembali. Sebentar lagi waktunya pulang.”Sekali lagi Elena mengangguk, kemud

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 5 Perasaan Jijik

    Dengan emosi tertahan, Elena menaruh perabotan yang sudah dicuci ke rak piring, dan dia sengaja membuat kegaduhan.“Lena! Apa kamu tidak bisa pelan-pelan?”Elena membalikkan badan, kemudian menatap tajam sang ibu mertua.“Ibu!”Ratih tersentak dengan teriakan menantunya.“Bisakah sekali saja Ibu berbicara yang baik padaku? Apa Ibu tidak bisa menghentikan mulut Ibu yang hanya mengkritik dan menyalahkan aku?”Saking kesalnya, Elena meninggalkan dapur yang masih tersisa sedikit perabotan yang kotor. Dia tidak peduli lagi. Berada berdua dengan ibu mertuanya hanya akan membuatnya terpancing emosi. Dia pun mendengus marah saat menaiki anak tangga menuju kamarnya.Setengah jam kemudian Elena turun setelah taksi online yang dipesannya datang. Dia mengeloyor keluar tanpa berpamitan dengan ibu mertuanya.Dalam perjalanan, Elena membuka dompetnya. Kemarin setelah dari tempat kost Aldo, mereka pergi berbelanja bahan makanan. Aldo yang membayari semua belanjaannya. Selain itu Aldo juga memberinya

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status