/ Romansa / Antara Kamu dan Putraku / Bab 2 Perasaan Nyaman

공유

Bab 2 Perasaan Nyaman

작가: Weneedta
last update 최신 업데이트: 2025-12-02 15:25:40

Elena mengangguk pelan. Namun kalau hanya untuk berkeluh-kesah, dia tidak berniat melakukannya. Dia rasa Aldo sudah sangat paham dengan kelakuan Damar.

Yang ada dalam benaknya saat ini, bagaimana bisa mendapatkan uang untuk makan esok hari. Miris memang, tetapi itulah yang terjadi. Dan jika bukan dia yang mengusahakan, bisa dipastikan mereka sekeluarga tidak akan makan.

Detik demi detik berlalu, hitungan menit pun terlewati, tetapi Elena tetap bungkam. Melihatnya seperti itu, Aldo bisa menebak apa yang terjadi. Sesaat kemudian dia bangkit dan melangkah menuju meja. Diraihnya dompetnya yang ada di meja itu, lalu mengeluarkan sepuluh lembar uang kertas berwarna merah.

“Aku belum mengambil uang,” ucap Aldo seraya membalikkan tubuhnya menghadap Elena. “Tapi ini kamu pegang saja dulu.”

Elena hanya menatap Aldo tanpa berucap sepatah kata. Ini bukan pertama kali Aldo memberinya uang. Malu sudah pasti dirasakannya, dan yang lebih menyesakkan adalah fakta bahwa selama beberapa bulan terakhir malah pria lain yang memberinya uang. Bukan suaminya. Sungguh ironis.

Awalnya Elena merasa berat hati saat pertama kali meminta bantuan pada Aldo. Rasanya seperti mengkhianati suaminya sendiri, membuka aib rumah tangga mereka. Namun dia terjebak dalam situasi sulit di mana kondisi keuangan mereka benar-benar berada di ujung tanduk. Bahkan untuk makan sehari-hari saja, dia harus memutar otak.

Elena tidak bisa meminta bantuan lagi kepada ibu, maupun kakak dan adiknya. Mereka menginginkan Elena meninggalkan suaminya.

“Lena ….”

Aldo memanggil wanita yang masih bertahan duduk di ranjang. Dia melihat keengganan dari ekpresi wanita itu. Tanpa dijelaskan, dia mengerti apa yang dirasakan Elena.

Akhirnya Elena bangkit berdiri, langkahnya pelan menghampiri Aldo. Namun kedua tangannya tetap berada di samping tubuhnya, meskipun tangan kanan Aldo masih terulur kepadanya.

Elena melihat beberapa lembar uang di tangan Aldo. Alih-alih mengambil uang itu, air matanya malah jatuh membasahi pipi. Bahunya bergerak-gerak mengikuti isak tangisnya. Dia tak kuasa menahan perasaan sesak yang menghimpit dadanya

Aldo meletakkan uangnya kembali di meja, kemudian merengkuh bahu Elena dan mendekapnya.

“Ssttt …. Jangan nangis lagi …,” bujuk Aldo sambil mengusap-usap punggung Elena.

“Ta-tapi Do, a-aku merasa sangat malu denganmu.” Suara Elena terbata-bata, air matanya pun mulai membasahi kaus yang dikenakan Aldo. “Tidak sepantasnya aku datang ke kamu.”

Aldo memahami kerapuhan wanita dalam pelukannya. “Jangan pikirkan itu. Berkali-kali aku bilang, kamu tidak perlu malu terhadapku.”

Elena tidak menjawab. Saat ini dia merasa harga dirinya sudah jatuh di hadapan Aldo. Dia berharap ada cara lain agar dia bisa memperoleh bantuan. Terhadap teman-temannya pun, dia tidak punya muka. Semua temannya, termasuk di kantor, mungkin sudah tahu kondisi rumah tangganya.

Menyadari tidak ada respon apa pun, Aldo melepaskan usapannya di punggung Elena, lalu meraih kedua tangan wanita itu dan menggenggamnya.

“Kamu tidak perlu sungkan,” ucapnya lembut. “Yang penting masalah kamu selesai dulu biar kamu tenang. Tidak usah memikirkan hal lainnya.”

Elena mengangguk, tetapi sedetik kemudian wajahnya meringis.

“Kenapa?” Alis Aldo mengernyit bingung, lalu tatapannya beralih mengikuti pandangan Elena. Kedua matanya membesar melihat pergelangan tangan Elena yang baru saja digenggamnya. “Apa dia menyakiti kamu lagi?!”

Tidak ada jawaban, tetapi Aldo bisa melihat betapa merahnya pergelangan tangan itu.

“Kurang ajar! Benar-benar laki bajingan!” maki Aldo tak bisa menahan emosi. Matanya nyalang menatap Elena.

Melihat Aldo seperti itu membuat Elena mundur selangkah dan berusaha menyembunyikan pergelangan tangannya. Sekarang bukan lagi sedih yang dirasakannya, melainkan rasa malu yang kembali menyergapnya. Entah sudah berapa kali Aldo menanyakan alasan dia masih bertahan dengan suaminya.

Elena berpikir, hanya melihat pergelangan tangannya yang merah saja, emosi Aldo sudah meluap. Apa jadinya jika Aldo mengetahui Damar telah dua kali menamparnya? Mungkin saat ini bekas tamparan di pipinya sudah tidak berbekas sehingga Aldo tidak menyinggungnya.

Menyadari makiannya yang keras, Aldo mendekati Elena dan mendekapnya lagi. “Maafkan aku. Kamu tahu, aku tidak bisa melihat kamu seperti ini. Kamu berhak bahagia.”

Elena tidak membalas ucapan Aldo. Bibirnya tetap terbungkam, hanya kepalanya yang bersandar di dada pria itu. Wangi aroma woods dapat dirasakan hidungnya, meskipun sebagian tertutup ingus akibat tangisnya.

Dia merasakan nyaman dalam dekapan pria yang jauh lebih muda dari dirinya. Dia seperti mendapatkan kembali gairah hidupnya. Gairah yang sudah lama mati, tenggelam dalam jurang kekecewaan yang teramat dalam.

Selama beberapa detik mereka masih berpelukan, hingga akhirnya kedua tangan Aldo meraih wajah Elena dan menangkup kedua pipinya. Tatapan mereka saling bertemu. Mata Aldo menatap lekat kedua netra coklat milik wanita di hadapannya.

Merasa gugup, tak sadar Elena menarik ingusnya yang membuat pernapasannya melega. Namun itu tidaklah cukup. Jantungnya malah berdegup lebih cepat dan dadanya terasa panas.

Wajah Aldo semakin mendekat, bahkan napas pria itu dapat dirasakan Elena. Dia sadar, kini bibir mereka sudah hampir melekat.

Tak lama bibir Aldo sudah menempel di bibirnya. Mengecup lembut hingga membuat mata Elena terpejam. Bahkan kedua tangannya masing-masing memegang lengan Aldo. Memang ini bukan ciuman pertama mereka. Mereka sudah melakukannya sejak beberapa bulan lalu. Mungkin tiga atau empat bulan, entahlah. Elena lupa akan hal itu.

Tanpa Elena sadari, ciuman Aldo yang awalnya lembut, kini semakin mendalam. Sampai Elena menjadi kesulitan untuk bernapas.

“Aldo ….” Elena berusaha mendorong tubuh Aldo, tetapi yang dilakukannya hanyalah sia-sia. Dengan terpaksa dia menarik tubuhnya agar ciuman mereka terlepas, kemudian menghirup udara sebanyak-banyaknya.

Setelahnya Elena beralih memandang Aldo. Dia sungguh tidak ingin mereka berdua kebablasan yang akhirnya hanya menyisakan penyesalan. Namun detik kemudian dia dibuat terkejut dengan tangan Aldo yang menarik pinggangnya.

“Do!” panggil Elena refleks yang tidak siap dengan gerakan Aldo.

Pria itu kembali menciumnya, bahkan kini lebih menuntut dan mendominasi. Satu tangan Aldo sudah berada di tengkuknya, sementara tangan lainnya mengusap-usap punggung Elena.

“Aldo …,” panggil Elena sekali lagi. Dia khawatir mereka akan bertindak semakin jauh. Pasalnya setelah beberapa detik berlalu, dia merasakan bagian bawah tubuh Aldo yang mengeras, menekan miliknya. Elena dapat merasakan gairah Aldo perlahan naik.

Panggilan kedua Elena membuat Aldo menghentikan ciuman mereka. Dia menatap nanar wanita di hadapannya.

“Bolehkah?” Suara Aldo sedikit serak karena hasrat yang mulai merasuki dirinya.

Elena serasa berada di persimpangan. Bohong kalau dia tidak tersulut gairahnya. Apalagi bukan sekali dua kali mereka berciuman seperti ini. Namun dia masih mencoba bertahan dan membentengi dirinya karena mengingat banyak perbedaan di antara mereka berdua.

“Jangan bohongi dirimu, Lena. Ikuti saja kata hatimu.”

“Tapi, Do … aku takut. Aku tidak tahu …. A-apa kamu yakin?”

이 책을.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 10 Kemarahan Aldo

    Hati Elena menghangat karena tangan Aldo, juga panggilan pria itu kepadanya. Seperti remaja kemarin sore yang baru mengenal cinta, kedua pipinya tampak merona.“Kamu mau makan apa?” tanya Aldo setelah mereka duduk.Elena meraih buku menu, membukanya perlahan. Tak lama jarinya menunjuk salah satu menu steak yang tidak terlalu mahal.“Minumannya?” tanya Aldo lagi.“Bluegrass Sunrise.”Setelah makanan dan minuman tersaji di meja, mereka menyantapnya sambil mengobrol ringan. Kebanyakan Aldo yang bercerita tentang pertandingan basket anak-anak didiknya.Mereka hanya sekitar sejam menghabiskan waktu di sana, kemudian melanjutkan perjalanan menuju kost Aldo.***Jarum pendek jam dinding baru menunjuk angka tujuh, ketika terdengar suara desahan dan erangan dari sebuah kamar. Mereka hanya berdua di dalam sebuah rumah―yang lingkungan tetangganya tidak terlalu peduli dengan urusan orang lain.Sesaat kemudian terdengar erangan panjang, diiringi dengan suara televisi yang volumenya sengaja dikeras

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 9 Masing-Masing Memiliki Janji

    Elena membaca notifikasi pesan dari Aldo. Segera dibukanya pesan itu, sambil berjalan keluar dari foodcourt yang ramai dan berisik, karena banyak karyawan yang makan sambil mengobrol.Setelah suasana di sekitarnya cukup tenang, Elena melakukan panggilan kepada Aldo. Dia merasa tidak enak hati karena belum memberi kabar sama sekali kepada pria itu, mengenai alasannya tidak datang kemarin.[Halo.]“Maaf Do, kemarin aku tidak jadi datang karena tiba-tiba Mas Damar menjemput.”[Hmm …. Kenapa kamu tidak mengabari aku?]“Itu ….” Elena bingung mengatakan alasannya melalui telepon. “Maaf, aku benar-benar lupa. Kemarin kamu sudah menunggu di kafe ya?”[Ya, aku menunggu satu jam di sana.]“Maaf, Do. Aku tidak bermaksud seperti itu. Tapi aku tidak bisa cerita sekarang. Nanti aku cerita kalau kita bertemu.”[Kapan?”]Elena tidak langsung menjawab. Tiba-tiba sebuah pikiran terlintas di benaknya. Apa bisa mencoba meminjam uang pada Aldo?“Ehmm … apa bisa nanti sore, Do?”[Bisa. Tapi pastikan kamu t

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 8 Ancaman Damar

    “Apa maksud kamu, Mas?” Jantung Elena berdegup lebih cepat. “Apa kamu mengancamku lagi?”Damar tidak menjawab, tatapan tajamnya tertuju pada Elena.“Bukannya aku tidak mau membantu,” jelas Elena dengan perasaan tidak nyaman. “Tapi aku benar-benar tidak tahu bagaimana bisa mendapatkan uang lagi.”Setiap kali Damar melontarkan ancaman, hati Elena menjadi tidak tenang. Dia sungguh khawatir Damar akan nekad melakukannya.“Kalau kamu tidak mau itu terjadi, ya kamu harus bantu aku.” Damar menjawab dengan enteng. “Kalau saja aku punya uang, aku juga tidak mau merepotkan kamu. Jelek-jelek begini, aku masih punya harga diri.”Elena menarik tatapannya dari Damar, dan membuang pandangannya ke arah jendela.Sejak memburuknya hubungan mereka akibat ucapan pedas dari ibu Elena tujuh tahun lalu, sikap suaminya berubah total. Damar menjadi kasar, seolah sudah tidak ada lagi cinta untuknya.Padahal dua belas tahun lalu Elena menerima Damar karena yakin pria itu mencintainya, meskipun kala itu dia tida

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 7 Kepercayaan yang Hampir Hilang

    Mendengar permintaan suaminya, Elena tidak mengatakan apa-apa, hanya mengekor Damar menuju kamar mereka. Setelah berada di kamar, Damar menjatuhkan bokongnya di sofa. Sementara Elena memilih ranjang sebagai tempat duduknya.Suasana hening selama beberapa menit. Hanya terdengar helaan napas panjang. Elena sengaja tidak membuka mulut. Menunggu suaminya memulai pembicaraan.“Lena ….” Akhirnya Damar membuka mulutnya. “Apa kamu bisa pinjam uang di kantor? Sudah dua bulan cicilan mobil tidak dibayar.”Elena terkejut mendengarnya. “Mas, aku tidak mengerti maksudnya. Setiap bulan aku transfer uang cicilan mobil ke rekening Mas Damar. Terus uangnya ke mana?”“Apa kamu lupa kalau aku pernah bilang uangnya digunakan untuk modal bikin kontrakan rumah bareng temanku? Gajiku yang tidak seberapa juga aku taruh di sana.”Mata mereka saling bertatapan. Damar bertahan agar Elena mempercayai ucapannya. Sementara Elena berusaha mencari kejujuran di mata Damar. Seingatnya Damar tidak pernah mengatakan hal

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 6 Sindiran yang Menyakitkan

    “Hei!” panggil Brenda pada anak buahnya yang duduk terpaku di hadapannya.“Ohh … maaf.” Elena tampak gelagapan, menyadari sikapnya yang tidak responsif . “Iya, Ms. Brenda. Saya paham kok. Hanya ….”“Hanya apa?”Elena menggeleng cepat. “Ehm ... tidak. Tidak apa-apa.”Brenda menghela napas singkat. “Setiap orang pasti punya masalahnya sendiri, ‘kan? Tapi sebagai orang dewasa, harus bisa memilah dan menempatkan diri dengan baik. Jangan mencampuradukkan satu masalah dengan masalah lainnya, bisa-bisa malah kehilangan semuanya.”Elena mengangguk pelan. Minggu lalu dia kurang fokus dan hampir melakukan kesalahan pembayaran kepada salah satu supplier. Untung saja prosedur pembayaran harus dengan persetujuan manajer sehingga kesalahan itu tidak terjadi.Senyum tipis pun tersungging dari bibirnya. “Terima kasih, Ms. Brenda.”“Ya,” balas Brenda sambil memberikan Elena setumpuk dokumen yang sudah dia tanda tangani. “Bawa kembali. Sebentar lagi waktunya pulang.”Sekali lagi Elena mengangguk, kemud

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 5 Perasaan Jijik

    Dengan emosi tertahan, Elena menaruh perabotan yang sudah dicuci ke rak piring, dan dia sengaja membuat kegaduhan.“Lena! Apa kamu tidak bisa pelan-pelan?”Elena membalikkan badan, kemudian menatap tajam sang ibu mertua.“Ibu!”Ratih tersentak dengan teriakan menantunya.“Bisakah sekali saja Ibu berbicara yang baik padaku? Apa Ibu tidak bisa menghentikan mulut Ibu yang hanya mengkritik dan menyalahkan aku?”Saking kesalnya, Elena meninggalkan dapur yang masih tersisa sedikit perabotan yang kotor. Dia tidak peduli lagi. Berada berdua dengan ibu mertuanya hanya akan membuatnya terpancing emosi. Dia pun mendengus marah saat menaiki anak tangga menuju kamarnya.Setengah jam kemudian Elena turun setelah taksi online yang dipesannya datang. Dia mengeloyor keluar tanpa berpamitan dengan ibu mertuanya.Dalam perjalanan, Elena membuka dompetnya. Kemarin setelah dari tempat kost Aldo, mereka pergi berbelanja bahan makanan. Aldo yang membayari semua belanjaannya. Selain itu Aldo juga memberinya

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status