/ Romansa / Antara Kamu dan Putraku / Bab 7 Kepercayaan yang Hampir Hilang

공유

Bab 7 Kepercayaan yang Hampir Hilang

작가: Weneedta
last update 최신 업데이트: 2025-12-05 22:49:16

Mendengar permintaan suaminya, Elena tidak mengatakan apa-apa, hanya mengekor Damar menuju kamar mereka. Setelah berada di kamar, Damar menjatuhkan bokongnya di sofa. Sementara Elena memilih ranjang sebagai tempat duduknya.

Suasana hening selama beberapa menit. Hanya terdengar helaan napas panjang. Elena sengaja tidak membuka mulut. Menunggu suaminya memulai pembicaraan.

“Lena ….” Akhirnya Damar membuka mulutnya. “Apa kamu bisa pinjam uang di kantor? Sudah dua bulan cicilan mobil tidak dibayar.”

Elena terkejut mendengarnya. “Mas, aku tidak mengerti maksudnya. Setiap bulan aku transfer uang cicilan mobil ke rekening Mas Damar. Terus uangnya ke mana?”

“Apa kamu lupa kalau aku pernah bilang uangnya digunakan untuk modal bikin kontrakan rumah bareng temanku? Gajiku yang tidak seberapa juga aku taruh di sana.”

Mata mereka saling bertatapan. Damar bertahan agar Elena mempercayai ucapannya. Sementara Elena berusaha mencari kejujuran di mata Damar. Seingatnya Damar tidak pernah mengatakan hal itu.

Elena yakin Damar membohonginya. Dia sudah hidup bersama dengan pria itu selama 12 tahun sejak dia berusia 21 tahun.

Sejujurnya, rasa percaya pada suaminya sudah hampir hilang. Mungkin hanya tersisa 5%.

“Mas …. Kenapa kamu tidak diskusikan dulu denganku soal uang itu? Seharusnya kamu tahu, keuangan kita sudah minus. Tapi kamu malah menggunakannya untuk hal lain.”

Emosi Damar sedikit naik mendengar ucapan Elena. “Aku sudah bilang sama kamu. Coba kamu ingat-ingat. Lagipula, apa kamu pikir aku suka dengan keadaanku seperti ini? Makanya begitu temanku menghubungi, aku langsung ambil kesempatan ini.”

Elena menatap lekat suaminya. Tetap saja dia sulit mempercayai ucapan pria itu.

“Bagaimana, Len? Kamu belum menjawab pertanyaanku.”

Lena tetap diam. Dia sangat mengenal suaminya. Damar hanya peduli jika ada sesuatu yang berhubungan langsung dengannya. Seperti saat ini, Damar pasti sedang dikejar-kejar pihak leasing karena pemohon kredit atas nama Damar.

Melihat Elena tetap diam, Damar menghela lagi napasnya. Memang istrinya sudah beberapa kali mengatakan tidak ada kebijakan dari kantor dalam hal pinjaman karyawan.

Namun dia sungguh tidak rela jika harus keluar rumah menggunakan motor. Baginya itu akan mengurangi gengsi serta harga dirinya.

“Kalau tidak bisa pinjam, apa kamu bisa pakai uang kantor dulu?”

Kedua mata Elena langsung terbelalak. “Kamu gila ya, Mas? Kamu suruh aku korupsi??”

Dia tidak habis pikir dengan suaminya. Ada apa dengan otak Damar? Apa pria itu tidak bisa berpikir jauh? Yang ada dia bisa dipecat karena memakai uang kantor.

“Kamu salah, Lena. Aku tidak minta kamu korupsi. Aku bilang kamu pakai dulu uang kantor, nanti aku ganti. Seharusnya tidak masalah. Kamu ‘kan manajernya.”

“Manajer dari mana? Jabatan istri sendiri saja, kamu tidak tahu,” gerutu Elena kesal. “Aku cuma kepala bagian keuangan. Masih ada manajer di atasku.”

“Tapi … apa kamu tidak punya akses, Len?” Damar masih tidak mau menyerah.

“Ya, tidaklah. Persetujuan uang keluar harus dari Ms. Brenda.”

Tatapan kecewa terlihat dari ekspresi Damar. Selama beberapa menit dia termenung.

“Apa kamu tidak bisa mengusahakan uangnya?” tanya Damar lagi dengan suara rendah.

Elena mengangkat bahu. “Dari mana?”

“Mungkin teman, atau siapa.”

Helaan napas panjang terdengar. “Kamu tahu, Mas, aku tidak punya teman dekat. Paling hanya teman kantor.”

“Nah itu, teman kantor.” Damar tampak sedikit bersemangat. “Mungkin kamu bisa pinjam sama dia.”

Elena mengangkat alisnya. “Aku tidak pernah punya hubungan dekat dengan teman kantor. Paling cuma sekadar makan atau jalan-jalan ke mall.”

“Masa sih?” Damar seolah meragukan ucapan istrinya.

“Untuk apa?” Elena mendengus. “Teman kantor itu tidak ada bedanya dengan teman sekolah atau kampus. Sama-sama senang bergosip.”

Damar terdiam, ekspresinya tampak rumit. Tatapannya tertuju ke lantai. Namun tak lama dia menatap lagi istrinya.

“Apa kamu mau coba tanya keluargamu? Kakak kamu atau adik kamu.”

Elena membalas tatapan Damar. Ingatannya melayang pada ucapan ibu, kakak, dan adiknya sejak dia keguguran tujuh tahun lalu.

'Kamu keguguran itu karena stres menanggung sendiri beban hidup rumah tangga.'

'Mana tanggung jawab Damar sebagai kepala keluarga? Bisa-bisanya kerja sebentar-sebentar pindah. Lebih baik kamu cerai saja!'

'Seharusnya kamu bilang sama Damar supaya cari pekerjaan yang lebih baik. Kalau perlu, kamu di rumah saja. Biar suami kamu itu ada tanggung jawabnya.'

'Kamu ganti mobil? Terus siapa yang bayar? Pasti kamu lagi, ‘kan?'

'Tapi maaf ya, Kak. Menurut aku, Mas Damar sudah benar-benar keterlaluan. Apa Kak Lena tidak pernah berpikir untuk pisah? Mungkin hidup Kak Lena bisa jadi lebih baik.'

Masih banyak lagi ucapan mereka saat ada pertemuan keluarga. Namun Elena tidak mungkin menghindari mereka. Biasanya dia datang berdua dengan Justin karena Damar sudah pasti menolak ikut.

“Kenapa malah diam? Aku tanya kamu, Lena!”

Elena tersadar dari lamunannya. Pandangannya kembali pada suaminya.

“Iya, aku tunggu jawaban kamu. Apa kamu mau coba pinjam pada keluargamu?”

Elena menghela napas berat sampai kedua bahunya terangkat.“Itu tidak mungkin, Mas.”

“Tidak mungkin bagaimana?” Damar mendengus tidak sabar. “Kamu saja belum tanya mereka.”

“Mas ….” Elena berusaha memilih kata-kata yang akan diucapkannya. “Apa kamu sadar, bagaimana hubungan kamu dengan keluargaku selama ini?”

Damar terkesiap mendengarnya. Namun dia tidak kehabisan akal. “Kamu ‘kan bisa pakai alasan lain.”

“Alasan apa?” Elena kesal dengan Damar yang selalu menggampangkan semuanya.

“Ya … kamu bisa cari alasan lain,” balas Damar sekenanya karena dia juga malas memikirkan alasannya.

Elena menggeleng tegas. “Tidak, aku tidak mau.”

Emosi Damar mulai naik. “Sebenarnya kamu tidak bisa cari pinjaman atau memang kamu yang tidak mau?”

Dia mengusap kasar wajahnya, kemudian melanjutkan, “Aku tidak mau mobil itu ditarik karena aku butuh kendaraan.”

“Apa motor kamu sudah tidak bisa dipakai lagi?” Elena ingat motor sport yang dibeli Damar sekitar 6 tahun lalu, dan dibiarkan di halaman belakang.

“Motor itu?” Damar mendengus keras. “Sudah jadi bangkai, kali!”

Selama beberapa menit tidak ada yang bicara. Mereka larut dalam pikiran masing-masing.

“Aku tetap tidak mau mobil ditarik,” tegas Damar. “Kalau punya uang, aku juga tidak akan minta padamu, Len. Akan aku usahakan sendiri.”

“Kalau begitu, kenapa kamu tidak minta bantuan Mas Abram?”

“Kamu kayak tidak tahu Mas Abram. Mana mungkin dia mau membantu. Orang paling pelit yang aku kenal!”

Elena diam lagi. Sebenarnya dia sangat kesal karena sudah memberikan uangnya pada Damar, tetapi malah diselewengkan untuk hal lain.

“Sepertinya kamu benar-benar tidak mau membantu aku ya?” tanya Damar dengan tatapan curiga. “Kenapa? Kok aku lihat kamu semakin sombong terhadapku akhir-akhir ini. Apa harus aku ingatkan lagi untuk tidak bertingkah macam-macam denganku?”

Elena menoleh, terkesiap mendengarnya.

이 책을.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 10 Kemarahan Aldo

    Hati Elena menghangat karena tangan Aldo, juga panggilan pria itu kepadanya. Seperti remaja kemarin sore yang baru mengenal cinta, kedua pipinya tampak merona.“Kamu mau makan apa?” tanya Aldo setelah mereka duduk.Elena meraih buku menu, membukanya perlahan. Tak lama jarinya menunjuk salah satu menu steak yang tidak terlalu mahal.“Minumannya?” tanya Aldo lagi.“Bluegrass Sunrise.”Setelah makanan dan minuman tersaji di meja, mereka menyantapnya sambil mengobrol ringan. Kebanyakan Aldo yang bercerita tentang pertandingan basket anak-anak didiknya.Mereka hanya sekitar sejam menghabiskan waktu di sana, kemudian melanjutkan perjalanan menuju kost Aldo.***Jarum pendek jam dinding baru menunjuk angka tujuh, ketika terdengar suara desahan dan erangan dari sebuah kamar. Mereka hanya berdua di dalam sebuah rumah―yang lingkungan tetangganya tidak terlalu peduli dengan urusan orang lain.Sesaat kemudian terdengar erangan panjang, diiringi dengan suara televisi yang volumenya sengaja dikeras

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 9 Masing-Masing Memiliki Janji

    Elena membaca notifikasi pesan dari Aldo. Segera dibukanya pesan itu, sambil berjalan keluar dari foodcourt yang ramai dan berisik, karena banyak karyawan yang makan sambil mengobrol.Setelah suasana di sekitarnya cukup tenang, Elena melakukan panggilan kepada Aldo. Dia merasa tidak enak hati karena belum memberi kabar sama sekali kepada pria itu, mengenai alasannya tidak datang kemarin.[Halo.]“Maaf Do, kemarin aku tidak jadi datang karena tiba-tiba Mas Damar menjemput.”[Hmm …. Kenapa kamu tidak mengabari aku?]“Itu ….” Elena bingung mengatakan alasannya melalui telepon. “Maaf, aku benar-benar lupa. Kemarin kamu sudah menunggu di kafe ya?”[Ya, aku menunggu satu jam di sana.]“Maaf, Do. Aku tidak bermaksud seperti itu. Tapi aku tidak bisa cerita sekarang. Nanti aku cerita kalau kita bertemu.”[Kapan?”]Elena tidak langsung menjawab. Tiba-tiba sebuah pikiran terlintas di benaknya. Apa bisa mencoba meminjam uang pada Aldo?“Ehmm … apa bisa nanti sore, Do?”[Bisa. Tapi pastikan kamu t

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 8 Ancaman Damar

    “Apa maksud kamu, Mas?” Jantung Elena berdegup lebih cepat. “Apa kamu mengancamku lagi?”Damar tidak menjawab, tatapan tajamnya tertuju pada Elena.“Bukannya aku tidak mau membantu,” jelas Elena dengan perasaan tidak nyaman. “Tapi aku benar-benar tidak tahu bagaimana bisa mendapatkan uang lagi.”Setiap kali Damar melontarkan ancaman, hati Elena menjadi tidak tenang. Dia sungguh khawatir Damar akan nekad melakukannya.“Kalau kamu tidak mau itu terjadi, ya kamu harus bantu aku.” Damar menjawab dengan enteng. “Kalau saja aku punya uang, aku juga tidak mau merepotkan kamu. Jelek-jelek begini, aku masih punya harga diri.”Elena menarik tatapannya dari Damar, dan membuang pandangannya ke arah jendela.Sejak memburuknya hubungan mereka akibat ucapan pedas dari ibu Elena tujuh tahun lalu, sikap suaminya berubah total. Damar menjadi kasar, seolah sudah tidak ada lagi cinta untuknya.Padahal dua belas tahun lalu Elena menerima Damar karena yakin pria itu mencintainya, meskipun kala itu dia tida

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 7 Kepercayaan yang Hampir Hilang

    Mendengar permintaan suaminya, Elena tidak mengatakan apa-apa, hanya mengekor Damar menuju kamar mereka. Setelah berada di kamar, Damar menjatuhkan bokongnya di sofa. Sementara Elena memilih ranjang sebagai tempat duduknya.Suasana hening selama beberapa menit. Hanya terdengar helaan napas panjang. Elena sengaja tidak membuka mulut. Menunggu suaminya memulai pembicaraan.“Lena ….” Akhirnya Damar membuka mulutnya. “Apa kamu bisa pinjam uang di kantor? Sudah dua bulan cicilan mobil tidak dibayar.”Elena terkejut mendengarnya. “Mas, aku tidak mengerti maksudnya. Setiap bulan aku transfer uang cicilan mobil ke rekening Mas Damar. Terus uangnya ke mana?”“Apa kamu lupa kalau aku pernah bilang uangnya digunakan untuk modal bikin kontrakan rumah bareng temanku? Gajiku yang tidak seberapa juga aku taruh di sana.”Mata mereka saling bertatapan. Damar bertahan agar Elena mempercayai ucapannya. Sementara Elena berusaha mencari kejujuran di mata Damar. Seingatnya Damar tidak pernah mengatakan hal

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 6 Sindiran yang Menyakitkan

    “Hei!” panggil Brenda pada anak buahnya yang duduk terpaku di hadapannya.“Ohh … maaf.” Elena tampak gelagapan, menyadari sikapnya yang tidak responsif . “Iya, Ms. Brenda. Saya paham kok. Hanya ….”“Hanya apa?”Elena menggeleng cepat. “Ehm ... tidak. Tidak apa-apa.”Brenda menghela napas singkat. “Setiap orang pasti punya masalahnya sendiri, ‘kan? Tapi sebagai orang dewasa, harus bisa memilah dan menempatkan diri dengan baik. Jangan mencampuradukkan satu masalah dengan masalah lainnya, bisa-bisa malah kehilangan semuanya.”Elena mengangguk pelan. Minggu lalu dia kurang fokus dan hampir melakukan kesalahan pembayaran kepada salah satu supplier. Untung saja prosedur pembayaran harus dengan persetujuan manajer sehingga kesalahan itu tidak terjadi.Senyum tipis pun tersungging dari bibirnya. “Terima kasih, Ms. Brenda.”“Ya,” balas Brenda sambil memberikan Elena setumpuk dokumen yang sudah dia tanda tangani. “Bawa kembali. Sebentar lagi waktunya pulang.”Sekali lagi Elena mengangguk, kemud

  • Antara Kamu dan Putraku   Bab 5 Perasaan Jijik

    Dengan emosi tertahan, Elena menaruh perabotan yang sudah dicuci ke rak piring, dan dia sengaja membuat kegaduhan.“Lena! Apa kamu tidak bisa pelan-pelan?”Elena membalikkan badan, kemudian menatap tajam sang ibu mertua.“Ibu!”Ratih tersentak dengan teriakan menantunya.“Bisakah sekali saja Ibu berbicara yang baik padaku? Apa Ibu tidak bisa menghentikan mulut Ibu yang hanya mengkritik dan menyalahkan aku?”Saking kesalnya, Elena meninggalkan dapur yang masih tersisa sedikit perabotan yang kotor. Dia tidak peduli lagi. Berada berdua dengan ibu mertuanya hanya akan membuatnya terpancing emosi. Dia pun mendengus marah saat menaiki anak tangga menuju kamarnya.Setengah jam kemudian Elena turun setelah taksi online yang dipesannya datang. Dia mengeloyor keluar tanpa berpamitan dengan ibu mertuanya.Dalam perjalanan, Elena membuka dompetnya. Kemarin setelah dari tempat kost Aldo, mereka pergi berbelanja bahan makanan. Aldo yang membayari semua belanjaannya. Selain itu Aldo juga memberinya

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status