Beranda / Romansa / Antara Misi Dan Hati / Bab 11 Rumah Sakit

Share

Bab 11 Rumah Sakit

Penulis: Fei Adhista
last update Terakhir Diperbarui: 2025-03-29 23:45:09

Satya membawa Reina ke dalam kamar begitu mereka tiba. Tanpa banyak bicara, dia membuka laci meja dan mengambil kotak P3K. Gerakannya cepat dan efisien, seperti seseorang yang sudah terbiasa menangani luka di medan tempur.

"Duduk," perintahnya, suaranya tetap tegas, tapi ada nada lembut yang sulit ia sembunyikan.

Reina menurut, duduk di tepi ranjang. Satya berlutut di hadapannya, membuka botol antiseptik dan menuangkannya ke kapas. Dia tidak terburu-buru, memastikan setiap gerakannya tidak menambah rasa sakit.

Saat kapas menyentuh luka di lengan Reina, Satya bisa merasakan tubuh perempuan itu menegang sesaat.

"Sakit?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan.

"Enggak," jawab Reina cepat, tapi wajahnya jelas berkata lain.

Satya hanya mendesah pelan. Dia tahu Reina selalu berusaha terlihat kuat, tapi itu tidak mengurangi kepeduliannya. Dengan cekatan, dia mulai membalut luka itu. Namun, gerakannya tiba-tiba terhenti saat matanya menangkap sesuatu—sebuah bekas luka lama di lengan Reina. Suda
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 71 Laki laki Yang kupilih dalam diam

    Mentari baru saja menyelusup malu-malu di balik tirai kain tipis, mewarnai langit barak dengan semburat jingga pucat. Satya membuka mata perlahan, lengannya masih terulur ke sisi ranjang yang biasanya hangat… tapi kini kosong.“Rei?” gumamnya parau, mencari kehangatan itu yang seharusnya masih bersandar di dadanya.Ia bangkit duduk. Selimut terjatuh ke bawah, dingin menyergap kulitnya, tapi jauh lebih dingin adalah kenyataan bahwa ranjang itu terlalu rapi untuk seseorang yang baru saja tidur bersamanya semalaman.“Rei…” suaranya lebih lantang, kini disertai langkah cepat menuju pintu.Tak ada jejak. Tak ada suara air di kamar mandi. Tak ada piring sarapan di meja. Hanya keheningan yang memekakkan.Dan di atas meja kerja—tepat di bawah cahaya matahari pagi—terletak sepucuk surat, dilipat rapi, dengan lipstik samar yang menandai tepi kertasnya. Satya menatapnya sejenak. Ada sesuatu dalam dada yang mengeras seketika. Tangannya gemetar saat mengambilnya.Ia buka perlahan. Matanya membaca

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 70

    Raja Mahesa menatap Reina dari balik tirai emas, sosoknya berdiri dengan kekuasaan yang tak terbantahkan. Di tangannya, selembar surat perjanjian telah ditandatangani oleh Reina—berisi janji bahwa ia akan meninggalkan Satya dan memutus pernikahan mereka secara diam-diam.“Keluar sekarang,” ucap Raja kepada ajudannya.Reina masih berdiri mematung di hadapan sang raja, hingga akhirnya Raja Mahesa berkata tanpa menoleh, “Mereka akan bebas… mulai besok pagi.”Reina menunduk dalam-dalam. “Terima kasih, Yang Mulia.”Tapi saat ia hendak pergi…Pintu terbuka cepat.Salima melangkah masuk, dengan ponsel di tangannya dan wajah yang gelisah.“Yang Mulia,” katanya sambil melirik sekilas ke arah Reina, “Saya baru saja mendapat pesan dari Ardian.”Raja mengerutkan dahi. “Apa maksudmu?”Salima mendekat, menaruh ponsel di meja, dan memutar layar ke arah raja."Tawanan ini... keluarganya punya hubungan dengan seseorang yang kalian lindungi. Jika Ghana ingin mereka kembali hidup, kirim seseorang yang c

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 69 Nyala Yang Tersembunyi

    Putri Naila masih berdiri di ambang lorong, angkuh dan penuh ejekan. Kedua pengawalnya mempersempit ruang gerak Reina. Lorong marmer istana berubah jadi arena tekanan. Tapi Reina... sudah cukup menahan. “Aku bertanya, apa kau yakin bisa berdiri di sisi Satya tanpa membuka semuanya?” ulang Naila dengan suara menekan. Reina menunduk sejenak. Napasnya berat. Tapi ketika ia angkat kepala, matanya bukan lagi mata seorang putri penyamar, melainkan mata prajurit. Mata yang dulu menembus kabut hutan, mata yang bertahan di bawah tembakan musuh. Satu tarikan napas. Satu langkah cepat. BRAK! Tangan Reina menyambar ke depan dan mendorong salah satu pengawal ke dinding, keras, membuat tubuhnya terpelanting dan terengah. Satu lagi mencoba menarik lengannya, tapi Reina berputar, menekuk siku lawannya dan menjatuhkannya dengan gerakan cepat, khas pasukan elite. Putri Naila mundur dua langkah dengan kaget. “Apa... kau—?!” Reina maju satu langkah, rambutnya berantakan, napasnya memburu. “Aku tid

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 68 Diam Yang Menggores

    Lorong istana terasa lebih panjang dari biasanya. Satya berjalan cepat di belakang Reina yang terus melangkah tanpa menoleh, gaunnya menyapu lantai dengan gerakan terburu. Para pelayan yang mereka lewati langsung membungkuk, namun keheningan tajam menyelimuti mereka. “Reina, tunggu dulu,” Satya akhirnya bersuara, menyentuh lengan istrinya dengan lembut. Tapi Reina hanya diam. Ia menepis tangan Satya dan melangkah masuk ke dalam kamarnya. Satya menyusul, namun pintu dibanting tepat di depan wajahnya dan Satya hanya bisa menggertakkan gigi. Tak menyerah, ia memutar kenop pintu dan masuk begitu saja. Reina berdiri di dekat jendela, membelakangi suaminya. Bahunya naik-turun. Entah karena marah, atau karena menahan tangis. “Kenapa kamu diam? Katakan sesuatu,” desak Satya. “Aku tidak ingin bicara sekarang,” suaranya lirih, namun tajam seperti pisau. Satya melangkah mendekat. “Apa ini karena Salima?” Reina menoleh cepat, matanya merah. “Bukan hanya karena Salima! Tapi karena semua in

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 67 Bisik Yang Mengiris

    Matahari belum sepenuhnya naik ketika suara derit pintu kamar itu memecah kesunyian lorong utama sayap timur istana. Seorang pria bertubuh tegap keluar dengan langkah pasti, rambutnya masih sedikit acak, dan seragam militernya belum sepenuhnya rapi. Tapi siapa pun bisa mengenalinya—Mayor Satya, adik Pangeran Arvid. Atau, bagi sebagian kecil dari mereka yang tahu, satu-satunya pangeran yang masih memiliki hak pewaris yang sah.Tiga pelayan wanita yang baru saja membawa nampan sarapan untuk tamu-tamu bangsawan sontak menghentikan langkah. Mata mereka membelalak. Satu di antaranya terperangah melihat dari kamar mana sang Mayor keluar. Bukan dari ruang dinas. Bukan dari ruang sidang militer. Tapi dari kamar... Putri Aliya.“Y-Yang Mulia Satya... keluar dari kamar itu?” bisik salah satu pelayan dengan napas tercekat.“Dia menginap di situ? Atau… jangan-jangan…?” gumam yang lain, menatap dua temannya dengan mata penuh spekulasi.Satya melirik sekilas ke arah mereka, namun tak berkata apa-ap

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 66 Racun Dalam Cinta

    Istana terasa sunyi malam itu. Jamuan makan malam yang digelar secara pribadi oleh Putri Salima untuk Satya tampak mewah. Anggur merah dalam gelas kristal, lilin beraroma rempah menyala lembut, dan musik klasik mengalun pelan. “Terima kasih sudah datang,” kata Salima lembut, mengenakan gaun merah anggun yang menonjolkan lekuk tubuhnya. “Aku hanya ingin kita bicara… sebagai dua calon pasangan masa depan Ghana.” Satya diam. Tatapannya dingin. Tapi ia tetap duduk, menjaga sopan di hadapan utusan kerajaan asing. Salima menuangkan minuman untuknya, matanya penuh rencana. “Cobalah ini. Anggur spesial dari tanah Malaka. Konon bisa meredakan beban dan luka,” katanya. Satya menyesap sedikit. Rasanya manis, lebih manis dari biasanya. Tapi ia terlalu lelah untuk curiga… hingga kepalanya mulai berat. Napasnya melambat. Dunia berputar pelan. Ia sadar, ada yang tidak beres. “Apa yang kau—” gumamnya, setengah bangkit dari duduk. Salima mendekat. Tangannya menyentuh dada Satya. “Tenang saja...

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status