Beranda / Romansa / Antara Misi Dan Hati / Bab 77 Runtuhnya Kepercayaan

Share

Bab 77 Runtuhnya Kepercayaan

Penulis: Fei Adhista
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-06 23:03:20

Lampu gantung bergoyang perlahan di langit-langit batu. Wangi kayu bakar dan rempah menggantung di udara. Reina duduk di kursi berbingkai kulit, tangannya kini tak dirantai, tapi kebebasannya masih ilusi belaka.

Pangeran Ardian duduk di seberang meja, dengan sebotol anggur dan dua gelas.

“Anggur Malaca yang terbaik. Jangan khawatir, tidak kububuhi apapun... Kali ini,” katanya sembari tersenyum miring.

Reina hanya menatapnya dingin.

“Langsung saja. Apa yang kau inginkan?”

Ardian menuang anggur ke gelas Reina dengan santai. “Perang ini menjelang klimaks, dan aku ingin panggung terakhirnya indah.”

“Indah untukmu atau untuk rakyatmu?”

“Untuk sejarah,” jawab Ardian sambil menatap Reina dalam-dalam. “Dan sejarah, sayangnya, menyukai drama.”

Ia menyandarkan tubuhnya, lalu mencondongkan sedikit ke arah Reina. Suaranya menurun, lembut namun penuh tekanan.

“Kita buat kesepakatan, Putri. Atau Reina. Atau siapa pun kau.”

Reina mengepal jemarinya di pangkuan.

“Keluarga angkatmu—keluarga Reihard, k
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 78 Sandi di Tengah Parang

    Malam itu dingin, udara perbatasan tajam seperti bilah belati. Satya menatap ke arah utara dari tenda komando. Api unggun kecil di luar hanya menyisakan bara. Seorang pengintai mendekat diam-diam."Mayor... sinyalnya muncul lagi. Tiga kali kilatan dari bukit batu. Sama seperti kemarin."Satya langsung bangkit. Sorot matanya berubah. "Arahkan teleskop ke titik itu. Sekarang."Sersan Karim menyerahkan teleskop. Dalam keremangan, Satya melihat... cahaya kecil, disembunyikan di balik semak. Isyarat yang hanya diketahui dua orang."Reina," gumam Satya.Sementara itu di kubu Ardian, Reina menunduk saat dua prajurit menyeretnya ke ruang utama. Pangeran Ardian berdiri membelakangi jendela, siluetnya elegan dan mengintimidasi."Lagi-lagi kamu di sekitar gudang logistik. Apa kau pikir kami bodoh, Nona?" tanyanya lembut.Reina tak menjawab. Sorot matanya kosong, namun tubuhnya tegang.Ardian menghampiri perlahan, lalu tersenyum. "Kau lebih cerdas dari yang kukira. Tapi sayangnya, aku lebih tua d

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 77 Runtuhnya Kepercayaan

    Lampu gantung bergoyang perlahan di langit-langit batu. Wangi kayu bakar dan rempah menggantung di udara. Reina duduk di kursi berbingkai kulit, tangannya kini tak dirantai, tapi kebebasannya masih ilusi belaka.Pangeran Ardian duduk di seberang meja, dengan sebotol anggur dan dua gelas.“Anggur Malaca yang terbaik. Jangan khawatir, tidak kububuhi apapun... Kali ini,” katanya sembari tersenyum miring.Reina hanya menatapnya dingin.“Langsung saja. Apa yang kau inginkan?”Ardian menuang anggur ke gelas Reina dengan santai. “Perang ini menjelang klimaks, dan aku ingin panggung terakhirnya indah.”“Indah untukmu atau untuk rakyatmu?”“Untuk sejarah,” jawab Ardian sambil menatap Reina dalam-dalam. “Dan sejarah, sayangnya, menyukai drama.”Ia menyandarkan tubuhnya, lalu mencondongkan sedikit ke arah Reina. Suaranya menurun, lembut namun penuh tekanan.“Kita buat kesepakatan, Putri. Atau Reina. Atau siapa pun kau.”Reina mengepal jemarinya di pangkuan.“Keluarga angkatmu—keluarga Reihard, k

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 76 Titik Hancur

    Lorong Bawah Tanah, Blok D – Markas Ardian Langkah Reina terhenti di balik dinding batu. Napasnya memburu. Suara sepatu logam terdengar dari ujung lorong. “Mereka mulai menyisir! Kita terlambat dua menit!” desis Karim, muncul dari balik dinding sebelah. Reina menarik ayah angkatnya yang limbung. Wajah tua itu penuh luka, tapi masih sadar. Ibu angkat Reina menahan tangis sambil menutupi tubuhnya dengan selendang compang-camping. “Karim, ambil mereka,” kata Reina cepat. “Apa maksudmu? Kau ikut—” “Tidak. Kau bawa mereka sekarang. Kalau aku ikut, kita semua ketahuan.” Karim mengatup rahang. “Reina, ini gila. Kau sudah terlalu jauh. Kita bisa tembus barat sekarang.” “TIDAK!” bentaknya pelan. “Mereka incar aku. Aku pengalih. Satya akan cari mereka dulu kalau aku tertangkap.” “Reina, dengar—” Reina meraih pergelangan tangan Karim, mencengkeramnya kuat. “Bawa mereka ke luar Ghana. Di perbatasan Malaka tolong sampaikan surat ini kepada kapten Arian, Tentara Perdamaian. Mereka yang a

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 75

    Malam gelap. Reina berjongkok di balik rimbun dedaunan, napasnya tertahan. Pengintai Ghana—yang akhirnya mengaku bernama Letnan Nayaka—mengeluarkan sesuatu dari balik jubahnya: sebuah tabung besi kecil, tua, dan nyaris tak terlihat. “Apa itu?” bisik Reina. “Sinyal optik. Hanya bisa diterima dari jarak tiga kilometer ke arah barat. Kami punya stasiun pengawas tersembunyi di sana.” Letnan Nayaka membuka tutup tabung itu. Di dalamnya ada kristal kecil berwarna merah. “Satu kedipan, permintaan dukungan. Dua kedipan, bahaya. Tiga kedipan…” dia menoleh pada Reina, “…ada sesuatu yang lebih penting dari perang.” Reina menahan napas. Saat Nayaka menyalakan kristal itu dan mengarahkannya ke langit gelap, tak terdengar suara apa pun. Hanya kedipan cahaya merah kecil… satu… dua… tiga… Tiga kali. Sementara itu – Barak Militer Ghana, 3 KM dari Perbatasan Seorang perwira jaga, Mayor Arta, sedang mengecek peta ketika seorang teknisi berlari masuk. “Pak! Cahaya tiga kedipan dari utar

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 74 Pinggir Perbatasan

    Udara dingin menggantung di sela-sela dinding batu markas. Reina dengan penampilan sederhana sebagai pelayan istana Ardian membawa nampan kayu berisi makanan ke kamar pangeran. Tapi bukan makanan yang menjadi tujuannya malam ini. Pangeran Ardian sedang berdiri di balkon, wajahnya diterpa cahaya remang obor. Saat Reina mengetuk, ia hanya berkata tanpa menoleh, “Masuk.” Reina menaruh nampan di meja kecil. Detik itu, Ardian berbalik. "Kau bukan hanya pelayan biasa, ya?" Reina tak menjawab. Ardian ini maju, matanya menyipit. “Kau cerdik. Tenang. Bahkan tak takut saat aku bicara tentang darah dan perang.” Reina menunduk, berpura-pura malu. "Saya hanya... ingin berguna bagi Yang Mulia." Ardian tertawa kecil, tapi sorot matanya tetap tajam. “Lalu... apa yang kau inginkan dariku?” Reina angkat wajah. Wajahnya tampak tulus, suaranya lirih tapi menusuk. "Saya ingin melihat para tahanan. Yang di Blok D." Seketika, ruangan hening. Ardian menatapnya curiga. "Untuk apa?"

  • Antara Misi Dan Hati    Bab 73 Ini Belum Selesai

    Langkah kaki Reina cepat dan sunyi menyusuri koridor batu. Di tangan kirinya, nampan makanan khas Malaka, daging panggang, bubur rempah, dan semangkuk anggur. Di tangan kanannya, belati kecil terselip di balik lengan panjangnya.Dua penjaga berjaga di depan pintu kamar Ardian.Reina menunduk rendah.“Makanan untuk Pangeran.”Penjaga menatapnya curiga. “Baru kali ini kulihat wajahmu.”“Aku anak baru. Dikirim dari dapur blok selatan.”Mereka pun saling pandang dan menatap Reina dengan mata jelalatan. Lalu salah satu membuka pintu. “Masuk cepat. Dan jangan lama-lama.”Reina menyelinap masuk menjadi seorang wanita. Kamar itu luas dan remang. Di dalamnya, Pangeran Ardian duduk bersila menghadap meja bundar, bersama dua orang pejabat militer Malaka. Mereka belum menyadari kehadiran Reina.---Senja belum benar-benar padam ketika Reina, masih dalam penyamarannya sebagai pelayan baru—melangkah membawa teko arak dan nampan makanan ke ruangan pribadi Pangeran Ardian. Ia sudah tiga kali masuk k

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status