"Karena ini sudah ketahuan, maka harus dihentikan!" ujar Jia Zhen perlahan.
Aranjo mengangguk, kemudian berkata, "Apakah ayahku akan dirugikan?"
Jia Zhen terdiam sejenak. Selama ini Ibunya, Ibunda Ratu tidak menyukai Jenderal Kim yang terkenal berpegang teguh kepada kebenaran dan kejujuran. Dirinya yakin, kejadian kali ini akan dijadikan kesempatan untuk menjatuhkan Jenderal itu. Namun, Jia Zhen tidak akan membiarkannya dan tidak ingin Aranjo khawatir.
"Hmmm, aku akan mencari cara. Namun, apakah kamu bersedia masuk ke dalam istana?" tanya Jia Zhen perlahan. Yang ingin ditanyakan adalah apakah Aranjo bersedia menjadi selirnya? Namun, karena tahu jelas akan jawaban gadis itu, maka Jia Zhen mengurungkan pertanyaannya.
Aranjo menatap ke arah Jia Zhen. Ragu. Cukup lama Aranjo berada di dalam istana sebagai Kim Shi Lin. Mau tidak mau, perasaan Aranjo telah berubah terhadap Jia Zhen. Ya, Aranjo menyukai pria itu. Tetapi, apa yang akan terjadi k
Hari itu juga, Aranjo berangkat ke kuil tua yang ada di pinggir kota Qinshan. Kereta kuda istana, beserta prajurit kerajaan utama mengawalnya menuju tempat itu. Perjalanan ditempuh cukup lama dan saat tiba, langit sudah gelap.Seorang biksuni tua menyambut kedatangannya. Kuil ini cukup jauh dan tidak banyak orang yang datang untuk berdoa. Kuil tua cukup terawat, karena kuil ini adalah bagian dari istana, yang digunakan sebagai tempat hukuman bagi mereka yang melanggar. Contoh, dirinya saat ini."Selamat datang, Nona," sapa sang biksuni sopan."Terima kasih," jawab Aranjo.Prajurit istana memastikan Aranjo masuk ke dalam kuil. Sebagian kembali ke istana dan sebagian lagi berjaga di kuil itu, berjaga-jaga jika Aranjo melarikan diri.Aranjo mengikuti biksuni itu berjalan masuk ke halaman belakang kuil. Kuil ini cukup sederhana, bahkan patung dewa yang disembah hanya beberapa, tapi Aranjo dapat merasakan perlindungan dari
"Kamu melihat semuanya!" ujar Robert Gao.Aranjo masih terpaku dan rasa takut masih menguasai dirinya.'ARANJO!'Panggil Griffin melalui telepati, yang berusaha mengeluarkan Aranjo dari lamunannya.Itu berhasil, Aranjo mengerjapkan matanya beberapa kali agar dapat kembali fokus."Lalu, apa tujuanmu kemari?" tanya Robert Gao."Ehm, aku..., awalnya aku akan memusnahkan jiwamu saat gerhana tiba!" jawab Aranjo jujur.Ha ha ha!Robert Gao tertawa, lalu berkata, "Itu bagus! Lakukan saat ini juga, aku sudah tidak sabar ingin terlepas dari kutukan ini!""Namun, dari awal aku ragu. Apalagi setelah apa yang aku lihat, aku tidak akan melakukan itu. Kematianmu akan membuat artefak ini kembali kepada pemilik sesungguhnya dan itu akan membuatnya semakin kuat!" jelas Aranjo."Apakah itu artinya, kamu akan tetap meninggalkan diriku di tempat ini?" tanya Robert Gao dengan suara menin
Hampir satu bulan, Aranjo diasingkan di dalam kuil itu. Membosankan, pasti. Namun, tidak ada yang dapat dilakukan, karena memang Aranjo tidak ingin mempersulit orang tuanya."Apakah sudah ada pergerakan?" tanya Aranjo."Lukanya belum sembuh! Mereka sedang mengumpulkan sisa prajurit," balas Griffin santai.Ya, hampir setiap malam Aranjo memanggilnya, hanya untuk menanyakan kabar Lee Wang Yong. Mengesalkan, tetapi Griffin tidak bisa menolak setiap panggilan dari Aranjo. Jadi, mau tidak mau, senang atau tidak, dirinya akan langsung muncul jika dipanggil.Aranjo berjalan mondar-mandir, dan berpikir, benar luka Lee Wang Yong cukup parah, apalagi ditambah tusukan darinya."Apakah dia baik-baik saja? Maksudku–""Oh, ayolah! Dirinya sangat baik-baik saja dan tidak akan mati karena luka. Bahkan, dirinya membuat sketsa wajahmu di atas kertas kotor, menempelkan di dinding!""Benarkah? Apakah dia mengingat siap
Perasaan Aranjo terasa hangat, begitu juga dengan pelupuk matanya, air mata mulai tergenang. Tatapan Aranjo menelan semua ekspresi yang terbaca di wajah sempurna itu. Mencoba merekam, sebab saat kembali menjadi sang Kaisar, maka tidak ada lagi ekspresi apa pun di wajah tampan itu.Entah bagaimana, Aranjo tahu, pria itu mulai ragu untuk membunuhnya. Apakah pria itu memiliki sedikit kenangan akan dirinya? Apa pun itu bukanlah masalah, sebab kehidupan Lee Wang Yong akan berakhir saat ini. Itu harus!Aranjo meletakkan kedua tangannya di sisi tong kayu, air menetes turun. Lalu, perlahan Aranjo berdiri, dengan ujung pedang yang masih menekan lehernya. Tekanan pedang, mengikuti gerakannya. Dengan tubuh telanjang dan basah, Aranjo melangkah anggun keluar dari tong. Mengambil jubah sutra berwarna putih mutiara dan mengenakannya. Bahkan, Aranjo tidak repot untuk mengikat tali jubah itu.Jubah itu basah dan melekat tepat, menonjolkan lekukan tubuhnya yang
Asmodus menarik bulu inti Griffin dari tubuh Aranjo. Seluruh tubuh Aranjo sakit, seakan tertusuk ribuan belati dan panas, layaknya terbakar api.Namun, itu belum semua. Saat bulu inti sahabatnya itu berada di tangan Asmodus, Griffin pun muncul di hadapannya dengan raut wajah kesakitan, sama seperti dirinya."T-tidakkk! Aku mohon–"Ucapan Aranjo terputus saat melihat bagaimana Asmodus membakar bulu inti itu dengan api berwarna biru. Bulu itu hangus dan menjadi abu. Hal serupa terjadi pada Griffin. Griffin diliputi kobaran api berwarna biru. Sahabatnya itu tidak berteriak, hanya menatapnya saja dengan seulas senyum, yang seakan-akan berkata 'tidak apa-apa.'"ARGHHH! TIDAKKK!" raung Aranjo dengan berderai air mata. Rasa sakit di tubuhnya tidak lagi terasa. Hatinya sakit, melihat Griffin musnah di hadapannya begitu saja, tanpa dapat melakukan apa pun.Asmodus tersenyum puas dan melepaskan dagu Aranjo. Membuat tubuh Aranjo jatuh
Akhirnya, ada satu hal yang dapat dilakukan. Hal pertama yang diingat Aranjo adalah sumur pemusnah jiwa. Ya, tempat di mana ibunya, Putri Raja Iblis, mengakhiri keabadiannya. Meninggalkan bayi yang baru dilahirkan, meninggalkan dirinya. Aranjo langsung berteleportasi ke tempat itu dan tertawa getir. Siapa sangka dirinya akan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan ibunya dulu. Raja Iblis, sang kakek pasti akan mati kesal, saat mengetahui hal ini. Sumur tua itu cukup menyeramkan dan tidak terawat, apalagi aura gelap tempat ini. Tetapi, Aranjo tidak takut dan dengan langkah pasti melangkah mendekati sumur itu. Naik ke sisi sumur dan menatap ke dalam. Gelap! Tidak ada apa-apa di dalam sumur, hanya kegelapan yang mencekam. Menarik napas panjang dan mengusahakan seulas senyum, Aranjo berkata, "Aku mencintaimu, Kaisar." Lalu, melompat ke dalam sumur dengan kegelapan tak berujung. Awalnya, Aranjo mengira tubuhnya akan tercabik-cabik d
Kemusnahan Asmodus, diikuti oleh pasukan yang dibangkitkan dari kematian. Saat itu juga, Robert Gao, pemilik yang masih terikat dengan pagoda emas, juga terbebas dari kukungan rantai dasar sungai Han. Hancurnya artefak itu, membuat Robert Gao terbebas, tetapi sebagai mahluk abadi. Archer merasakan kebebasan Robert Gao, sebab ada satu janji yang dibuat Aranjo dengan melibatkan dirinya. Robert Gao yang linglung, terdampar di sisi sungai. Melihat sekeliling dan ini bukanlah zaman di mana dirinya berasal. Jembatan raksasa yang dibangun dari beton dan baja, belum ada. Bahkan, tidak ada lampu kota yang menyinari tempat ini. Sepi dan gelap. Archer muncul di hadapan Robert Gao. "Siapa Anda?" tanya Robert Gao dalam kebingungan. "Kaisar Alam Langit, Archer!" "Kamu, kamu yang dapat membebaskan diriku bukan?" tanya Robert Gao buru-buru. "Bukankah kamu telah bebas?" tanya Archer.
"Kalau begitu, buat pesta di klub untuk seluruh staff besok malam!" ujar Archer santai. Sebagai mahluk abadi, mereka tidak akan mabuk dengan meminum beralkohol dunia fana. Ini dilakukan hanya untuk bersenang-senang, padahal rasa minuman ini amatlah buruk. Namun, anehnya semua manusia fana senang minum minuman seperti ini, jadi Archer hanya mengikuti. "Mengapa kamu tidak membuat ingatannya kembali? Bukankah itu lebih gampang? Lagipula aku yakin kamu dapat melakukannya!" tanya Robert Gao sambil menenggak minumannya. "Itu bukan ingatan yang indah. Aku membuatnya melalui begitu banyak kepedihan. Jadi itu bagus, saat dirinya melupakan segalanya!" jawab Archer. "Tapi, dia melupakanmu!" "Tidak masalah. Aku hanya akan kesulitan beberapa saat dan semua akan berjalan lancar, saat Aranjo membuka hatinya," jawab Archer dan menenggak minumannya. "Baiklah!" jawab Robert Gao. *** Keesokan harinya.&n