Share

BAB 5

last update Last Updated: 2025-03-25 21:20:12

Elena masih terpaku di depan lukisan itu, matanya menelusuri setiap detail sapuan kuas yang begitu halus, menciptakan ilusi tekstur kelopak lavender yang seakan-akan bisa ia sentuh. Aroma yang menguar dari kanvas semakin membuatnya tenggelam dalam suasana, membangkitkan kenangan yang selama ini terkubur di sudut pikirannya.

Ia menoleh ke arah Mr. Daniel, yang masih mengamatinya dengan ekspresi penuh kepuasan. “Teknologi seperti apa yang memungkinkan untuk membuat lukisan bisa seperti ini?” tanyanya, suaranya penuh kekaguman sekaligus rasa ingin tahu.

Mr. Daniel menyilangkan tangannya di depan dada. “Mr. Rain—pelukis gambar ini, mengembangkan teknik mikroenkapsulasi aroma yang dapat dilepaskan saat ada perubahan suhu atau ketika seseorang bergerak mendekat. Partikel wewangian ini ditanamkan ke dalam pigmen cat khusus yang digunakan oleh para seniman. Hasilnya, lukisan ini tidak hanya berbicara melalui warna dan bentuk, tetapi juga melalui aroma yang membangkitkan emosi dan ingatan.”

Elena mengangguk, pikirannya mulai memproses informasi itu dengan cepat. Teknologi ini bisa membuka peluang baru dalam industri seni, pemasaran, bahkan dalam dunia parfum yang sedang ia garap.

“Sungguh inovatif,” katanya akhirnya, lalu mengamati beberapa lukisan lain di sekitarnya. “Apakah setiap lukisan milik Mr. Rain di sini memiliki aroma tersendiri?”

Mr. Daniel tersenyum dan mengangguk. “Tentu saja. Mari saya tunjukkan beberapa di antaranya.”

Mereka berjalan melewati deretan lukisan lain. Elena berhenti di depan sebuah kanvas besar yang menggambarkan sebuah pantai saat senja, ombaknya bergulung lembut di bawah langit berwarna jingga keemasan. Begitu ia berdiri lebih dekat, aroma air laut yang asin, dicampur dengan sedikit wewangian kayu, musk dan citrus segar, menguar ke udara. Seolah-olah ia benar-benar sedang berdiri di tepi pantai, mendengarkan debur ombak yang menerpa pasir.

“Luar biasa,” gumamnya sambil memejamkan mata sesaat, merasakan bagaimana aroma itu membawa pikirannya ke suatu tempat yang jauh lebih hangat dan damai.

“Kami ingin menciptakan hubungan emosional yang lebih dalam antara seni dan audiensnya,” jelas Mr. Daniel. “Sama seperti parfum yang bisa membangkitkan kenangan dengan satu hirupan, seni juga bisa melakukannya. Sekarang, bayangkan jika pengalaman ini diterapkan dalam dunia branding parfum. Setiap kemasan atau iklan tidak hanya menunjukkan visual yang indah, tetapi juga membawa aroma yang langsung menghubungkan konsumen dengan emosi tertentu.”

Elena tersenyum, merasakan semangat inovasi yang sama mengalir dalam dirinya. “Itulah yang ingin kami ciptakan dengan proyek ini,” katanya penuh keyakinan. “Kami ingin memperkenalkan cara baru bagi orang-orang untuk mengalami dan mengingat parfum brand kami, bukan hanya sebagai sesuatu yang mereka pakai, tetapi sebagai sesuatu yang mereka rasakan secara mendalam.”

Mr. Daniel menatapnya dengan penuh apresiasi. “Saya rasa kita sedang melihat awal dari sesuatu yang benar-benar luar biasa, Miss Hadley.”

Elena mengangguk, merasa bahwa pertemuan ini bukan sekadar perbincangan bisnis biasa. Ada gairah, ada visi, dan ada kemungkinan yang tak terbatas di depan mereka.

Di sudut pikirannya, ia kembali mengingat pria beraroma musim panas yang tidak berhasil ia temukan lagi. Sebuah ide tiba-tiba muncul dalam benaknya—mungkin, suatu hari nanti, ia bisa menciptakan parfum yang menangkap esensi dari aroma itu, dan membiarkan kenangan itu tetap hidup dalam bentuk yang bisa ia hirup kapan saja.

Elena menghela napas panjang, membiarkan aroma laut yang menguar dari lukisan itu mengisi paru-parunya sebelum akhirnya kembali berjalan mengelilinginya galeri bersama Mr. Daniel. Tiba-tiba ada sesuatu yang menggelitik pikirannya—sebuah gagasan yang baru mulai terbentuk dalam benaknya.

“Mr. Cartier,” katanya sambil menoleh ke pria itu dengan tatapan penuh keyakinan. “Bagaimana jika kita membawa konsep ini lebih jauh?”

Mr. Daniel mengangkat alis, tertarik. “Maksud Anda?”

Elena mengambil tablet dari dalam tasnya, ujung jarinya menyentuh desain panel interaktif yang sebelumnya mereka diskusikan. “Bagaimana jika lukisan-lukisan ini diubah menjadi sebuah seni digital? Perusahaan kami bisa menciptakan formula wewangian yang identik dengan aroma yang terinspirasi dari setiap lukisan karya Mr. Rain. Dengan begitu, para konsumen brand parfum kami bisa menikmati seni sekaligus aroma yang membuat mereka merasa relaksasi seperti di dalam gambar yang mereka inginkan tersebut. Mereka akan memilih gambar yang sesuai dengan keinginan, dan saat mereka mengeklik gambar tersebut, parfum dengan aroma yang sesuai gambar itu akan langsung disemprotkan.”

Mr. Daniel menatap Elena dengan penuh kekaguman, lalu perlahan tersenyum. “Ini lebih dari sekadar pengalaman multisensori. Ini adalah cara baru untuk membuat seni bisa benar-benar dirasakan secara mendalam.”

Elena mengangguk, semangatnya semakin membara. “Bayangkan seseorang yang memiliki kenangan indah tentang pantai saat senja, tetapi tidak bisa sering berkunjung ke sana. Dengan konsep ini, mereka bisa memilih lukisan ombak keemasan, lalu mencium aroma laut yang asin dan hangat, membangkitkan kenangan mereka seolah-olah mereka benar-benar berada di sana.”

Mr. Daniel menyilangkan tangannya, matanya berbinar karena gagasan yang begitu revolusioner. “Dan ini bisa diaplikasikan ke lebih banyak aspek sebenarnya. Misalnya, pameran yang memungkinkan pengunjung menciptakan parfum mereka sendiri berdasarkan emosi yang mereka rasakan saat melihat lukisan tertentu.”

Elena tersenyum lebar. “Atau bahkan koleksi parfum edisi terbatas yang terinspirasi dari seni. Setiap botol parfum bisa memiliki desain eksklusif yang terhubung dengan satu lukisan. Orang-orang bisa memilih wewangian berdasarkan perasaan yang mereka inginkan—ketenangan, kegembiraan, nostalgia—semuanya berdasarkan interaksi mereka dengan seni.”

Mr. Daniel menepuk tangannya perlahan, seolah merayakan sebuah ide brilian. “Saya harus mengakui, ini bukan sekadar proyek seni biasa. Ini adalah evolusi dalam cara orang berinteraksi dengan parfum dan seni secara bersamaan.”

Elena merasa ini adalah momen yang tepat. “Saya yakin jika kita bisa menggabungkan keahlian Mr. Rain di sini dengan teknologi yang kami miliki, kita bisa menciptakan pengalaman yang belum pernah ada sebelumnya.”

Mereka berdua terdiam sejenak.

“Saya sangat mengapresiasi ide brilian dari proyek Miss Hadley. Namun, saya perlu mengonfirmasikannya terlebih dahulu kepada Mr. Rain. Beliau adalah seorang pelukis anonim yang tidak ingin terlalu banyak terekspos dalam publikasi.”

“Ah... Baiklah. Saya akan meninggalkan proposalnya kepada Anda, Mr. Cartier. Tolong sampaikan kepada Mr. Rain,” Elena meminta tolong kepada Mr. Daniel dengan sopan dan tulus.

“Tentu, Miss Hadley. Saya akan memastikan beliau menerima proposal ini dan menyampaikannya dengan sebaik mungkin. Jika ada tanggapan dari beliau, saya akan segera menginformasikannya kepada Anda atau Miss Winfrey.”

Elena mengangguk dengan penuh rasa terima kasih. “Saya menghargai bantuan Anda, Mr. Cartier.” Ia melirik sekilas ke arah lukisan-lukisan di sekitarnya, pikirannya masih dipenuhi dengan berbagai kemungkinan yang bisa terwujud dari proyek ini.

Mr. Daniel tersenyum tipis. “Senang bisa menjadi penghubung untuk sesuatu yang berpotensi besar. Jika Mr. Rain tertarik, saya yakin ini bisa menjadi kolaborasi yang luar biasa.”

“Terima kasih banyak, Mr. Cartier. Saya pamit undur diri.”

Mr. Daniel mengangguk sopan. “Sama-sama, Miss Hadley. Saya akan mengantar Anda keluar.”

“Oh! Tidak perlu Mr. Cartier. Saya baik-baik saja sendiri.”

Elena tersenyum kecil, lalu melangkah menuju pintu keluar galeri dengan tenang. Namun, sebelum benar-benar pergi, ia menoleh sekali lagi ke arah lukisan-lukisan di dalam ruangan itu. Lukisan ladang bunga lavender dengan siluet gadis itu adalah sebuah lukisan yang paling membekas dalam ingatannya. Seperti ada sesuatu dalam karya-karya Mr. Rain yang terasa begitu akrab, begitu dekat, seolah-olah ia sedang membaca kembali halaman-halaman kenangan yang hampir terlupakan.

Saat sedang melamun melihat lukisan, tiba-tiba, aroma itu datang lagi.

Hangat, manis, dengan sedikit sentuhan citrus yang segar—aroma yang selama ini menghantuinya.

Elena menoleh cepat, matanya mencari ke seluruh ruangan. Kali ini, perasaannya lebih kuat. Ia tahu pria itu ada di sini.

Namun pikirannya masih dipenuhi pertanyaan. Apakah ini hanya kebetulan? Atau… apakah pria itu ada di sini, di tempat yang sama dengannya?

Ia menghirup udara sekali lagi, mencoba menangkap jejak aroma itu sebelum menghilang sepenuhnya. Dan, aroma itu telah menghilang tanpa bisa menemukan jejak pria itu lagi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 76

    Ren mencondongkan tubuhnya, membiarkan ujung penisnya yang tegang dan besar menggesek lembut bibir vagina Elena yang masih basah dan berdenyut setelah orgasmenya. Sentuhan pertama itu mengirimkan aliran listrik ke seluruh tubuh Elena, membuatnya kembali mendesah lirih, menantikan penyatuan yang lebih dalam dan memuaskan. “Ugh... Ren...cepatlah.” Tuntut Elena dengan berani. Mendengar tuntutan Elena yang penuh hasrat, seringai liar terukir di bibir Ren. Tanpa menunggu lebih lama, pria itu meraih pinggul Elena, mengangkatnya sedikit, dan dengan satu gerakan mantap, menusukkan kejantanannya yang keras dan berdenyut ke dalam vagina Elena yang sudah basah dan siap menerimanya. “Aaakh…” Elena kembali menjerit, kali ini bercampur antara rasa penuh dan nikmat yang luar biasa. Ia merasakan kejantanan Ren yang besar mengisi seluruh rongga vaginanya, meregangkan dinding-dindingnya dengan sempurna. Ren terdiam sejenak, membiarkan Elena menyesuaikan diri dengan kehadirannya. Dia bisa merasa

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 75

    Ren mengangkat tubuh Elena dengan sigap, mendudukkannya di atas batu yang lebih tinggi hingga kedua pahanya terbuka lebar. Gerakan tiba-tiba itu membuat Elena sedikit terkejut, namun ia dengan cepat menyadari maksud Ren yang ingin kembali memanjakannya dengan sentuhan intim pria itu. Namun, sebelum Ren dapat mencondongkan tubuhnya dan menghisap area sensitif di antara paha dalam Elena, ia dengan cepat menahan kepala Ren dengan kedua tangannya. “Tunggu!” sergah Elena, meskipun napasnya masih tersengal-sengal akibat gejolak hasrat yang belum sepenuhnya mereda. Ren mengerutkan kening, tampak bingung dengan penolakan tiba-tiba itu. “Kenapa? Apa ada yang salah?” tanyanya dengan suara serak, matanya menatap Elena penuh tanya. Elena menelan ludah, merasakan sedikit gugup sekaligus berdebar-debar. Selama ini, dalam setiap momen keintiman mereka, Ren selalu menjadi pihak yang memberikan kenikmatan padanya. Ia selalu dimanja dengan sentuhan, ciuman, dan penetrasi yang membuatnya mencapa

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 74

    Ren memeluknya dari belakang, hangat tubuh mereka menyatu dengan hangatnya air kolam alami. Elena bersandar di dadanya, matanya terpejam sesaat, menikmati sentuhan lembut angin dan suara dedaunan yang berbisik di atas mereka. Air hangat meredakan lelah dan ketegangan, sementara keheningan di antara mereka terasa lebih dalam dari sekadar diam, ia merasa seperti penuh pemahaman yang tak butuh kata-kata.Ren menunduk, membisikkan sesuatu di telinga Elena. “Aku senang bisa berbagi momen seperti ini denganmu, Elena.”Elena tersenyum kecil, membuka matanya dan menatap pantulan cahaya yang menari di permukaan air. “Aku juga.”Ren mencium pelan punggung bahunya. “Aku harap kita bisa terus menikmati momen lain bersama-sama, selamanya.”Elena membalikkan tubuh perlahan, kini menghadap Ren. Wajah mereka begitu dekat, hanya dipisahkan oleh uap tipis yang mengambang. Tatapan mereka bertemu, tenang, tapi dalam, penuh arti yang tak perlu dijelaskan.“Jangan hanya pandai bicara,” bisik Elena,

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 73

    “Tadaa!” seru Elena ceria, melangkah keluar dari pintu kabin sambil memamerkan bikininya. “Bagaimana?”Cahaya matahari siang hari memantul di kulitnya yang bersinar, menambah pesona pada senyumnya yang percaya diri. Ren, yang sedang bersantai di kursi malas sambil memegang segelas minuman, mengangkat alis dan tersenyum geli melihat penampilan Elena yang penuh semangat.Elena mengenakan bikini berwarna merah tua yang menonjol sempurna di kulitnya yang putih porselen. Warna itu bukan hanya cocok, tapi itu juga memperkuat aura percaya diri Elena, seolah menyatu dengan rambut merahnya yang tergerai lembut di bahunya.“Kombinasi yang sangat cocok, sangat cantik.” Ren mengangguk setuju. “Aku siap bermain seharian!” seru Elena dengan semangat yang meluap-luap, matanya berbinar seperti anak kecil yang baru saja tiba di taman bermain.Hari ini, rencananya mereka tak hanya akan berenang, tetapi juga menaiki kayak dan jetski milik Ren yang sudah diparkir rapi di tepi dermaga kayu. Danau di

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 72

    Napasnya tersengal-sengal, tubuhnya terkulai lemas. Ia menyandarkan diri, memeluk erat tubuh Ren yang juga terengah, mencari kekuatan setelah klimaksnya yang begitu menguras tenaga. “Ah! Ren?” serunya kaget bercampur bingung. Tiba-tiba merasakan tubuhnya yang lunglai terangkat. Penis pria itu, sialnya, masih keras dan tegak sempurna, kini menusuk semakin dalam saat ia berada dalam gendongan Ren. Kepala penisnya yang besar kembali menggesek titik sensitifnya, mengirimkan kejutan-kejutan kecil yang membangkitkan sisa-sisa hasratnya yang belum sepenuhnya padam. Ren menatapnya dengan mata membara, seringai tipis menghiasi bibirnya. “Kamu pikir sudah selesai?” bisiknya serak, membuat bulu kuduk Elena meremang. “Sekarang giliranku, bersiaplah.” Ren membawa Elena keluar dari bak mandi, air menetes dari tubuh mereka yang basah dan saling menempel. Tanpa melepaskan Elena dari gendongannya, pria itu menurunkannya dan membalikkan badannya ke arah wastafel membuka kedua pantatnya lebar. Ele

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 71

    Napas Elena masih tersengal-sengal saat Ren dengan lembut menarik tubuhnya yang lemas kembali ke dalam bak air panas. Tanpa melepaskan pandangan penuh gairah dari mata Elena, Ren mendudukkan wanita itu tepat di atas pangkuannya. Elena merasakan dengan jelas penis Ren yang sudah mengeras sempurna menusuk lembut di antara lipatan pahanya yang sudah basah dan berdenyut nikmat. Kepala penisnya yang besar menggesek-gesek bibir vaginanya yang membengkak, mengirimkan sengatan-sengatan kecil yang kembali membangkitkan hasratnya yang baru saja mereda. “Kali ini coba masukkan sendiri dengan perlahan, “ bisik Ren serak di telinga Elena, tangannya menuntun pinggul wanita itu agar lebih dekat. “Lakukan sendiri sesuai kemauanmu.” Elena menghela napasnya sebentar, dengan tangan gemetar, Elena meraih penis Ren yang terasa begitu panas dan berdenyut di telapak tangannya. Ia merasakan urat-uratnya yang menegang dan kepala penisnya yang licin oleh cairan pre-cum. Ia menggosokkan kepala penisnya ke l

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status