Share

BAB 86

Penulis: Cherry Whisper
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-01 19:50:24

Di kejauhan tempat lain, di sebuah jalan berbatu yang sunyi, Ren akhirnya tiba di Mansion tempat penyulingan berada. Sebagian besar jendelanya tertutup rapat, hanya cahaya redup dari beranda yang menyambut kedatangannya. Kabut tipis mulai menggantung rendah di udara malam.

Ren memarkir mobilnya tak jauh dari pintu depan. Ia duduk sejenak, membiarkan angin malam yang lembab dan dingin menerpa wajahnya yang letih. Saat ia membuka pintu mobil dan berdiri, sosok Bibi Louise muncul dari balik pintu dengan langkah tergesa-gesa, wajahnya tampak cemas.

“Ren... Kenapa kembali?” serunya, napasnya sedikit tersengal. “Ya Tuhan, kau pasti kelelahan. Apa ada yang tertinggal? Kenapa tidak menelepon saja dulu?”

Ren hanya mengangguk kecil, suaranya rendah dan singkat, “Ada sesuatu yang harus kucari. Ini mendesak.”

Langkah-langkah Ren menggema pelan saat ia menaiki anak tangga kayu yang mulai usang menuju pintu besar berukir yang menyimpan begitu banyak kenangan. Udara di sekitarnya terasa berat,
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 88

    “Apa kau tidak menginap saja malam ini?” tanya Bibi Louise dengan nada cemas, matanya menatap Ren penuh harap. Ren menggeleng pelan sambil tersenyum lelah. “Tidak usah, Bibi. Kalau aku merasa mengantuk di jalan, aku akan istirahat sebentar di rest area. Jangan khawatir.” Bibi Louise menghela napas, lalu menepuk bahunya perlahan sebelum menjauh. “Baiklah, kalau itu memang keputusanmu, aku tidak akan memaksamu. Tapi tetap hati-hati di jalan, ya, Ren.” Ren mengangguk sebagai jawaban. Senyum kecil terbit di wajahnya. Itulah yang selalu ia kagumi dari Bibi Louise karena kepekaannya yang memahami tanpa perlu banyak kata. Ia tahu Ren bukan tipe yang nyaman dengan pelukan atau sentuhan berlebihan. Bahkan aroma tubuh orang lain kadang bisa sangat mengganggunya. Dan Bibi Louise, dengan kelembutan yang tulus, selalu menghormati batas itu. Tepukan pelan di bahu sudah lebih dari cukup sebagai bentuk perhatian. Berbeda dengan Cecilia, yang seringkali bertindak tanpa berpikir panjang—memeluknya

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 87

    “Apa kalian sudah merawat mereka?” Sayup-sayup, di tengah kabut kesadarannya yang naik-turun, Elena mendengar suara seorang wanita yang dingin dan tajam. Seolah semua orang di ruangan itu tahu siapa yang memegang kendali. “Ya, untuk luka bagian luar sudah dirawat,” jawab seorang pria dengan suara pelan namun tegang. “Tapi, yang pria sepertinya mengalami patah tulang di bagian tangan kiri. Aku sudah membuat penyanggah lengan sementara dan menghentikan pendarahan.” Elena mencoba menajamkan pendengarannya, meski denyut di pelipisnya terus berdetak keras seperti genderang perang. Suara percakapan itu seperti bergaung di seluruh ruangan, namun setiap kata berhasil menembus kabut pikirannya sedikit demi sedikit. “Dua wanita ini bagaimana keadaannya?” tanya wanita itu lagi, kali ini dengan tekanan lebih berat. “Yang paling penting keadaannya si jalang rambut merah ini.” “Dua wanita ini tidak ada masalah pada patah tulang,” sahut pria yang sama, suaranya terdengar gugup. “Tapi kita harus

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 86

    Di kejauhan tempat lain, di sebuah jalan berbatu yang sunyi, Ren akhirnya tiba di Mansion tempat penyulingan berada. Sebagian besar jendelanya tertutup rapat, hanya cahaya redup dari beranda yang menyambut kedatangannya. Kabut tipis mulai menggantung rendah di udara malam. Ren memarkir mobilnya tak jauh dari pintu depan. Ia duduk sejenak, membiarkan angin malam yang lembab dan dingin menerpa wajahnya yang letih. Saat ia membuka pintu mobil dan berdiri, sosok Bibi Louise muncul dari balik pintu dengan langkah tergesa-gesa, wajahnya tampak cemas. “Ren... Kenapa kembali?” serunya, napasnya sedikit tersengal. “Ya Tuhan, kau pasti kelelahan. Apa ada yang tertinggal? Kenapa tidak menelepon saja dulu?” Ren hanya mengangguk kecil, suaranya rendah dan singkat, “Ada sesuatu yang harus kucari. Ini mendesak.” Langkah-langkah Ren menggema pelan saat ia menaiki anak tangga kayu yang mulai usang menuju pintu besar berukir yang menyimpan begitu banyak kenangan. Udara di sekitarnya terasa berat,

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 85

    Selama perjalanan semuanya penuh keheningan. Suara mesin mobil terdengar seperti latar sunyi yang menegaskan betapa tegang suasana di dalam kendaraan itu. Cahaya lampu jalan menyinari interior mobil sesekali, menyorot wajah-wajah yang tegang dan penuh pikiran masing-masing. Hingga akhirnya, Mr. Caiden yang sejak tadi memperhatikan kaca spion, membuka suara. “Sepertinya truk di belakang sedang mengikuti mobil kita,” katanya tanpa mengalihkan pandangan dari spion samping. “Benarkah?” sahut Audrey, dengan nada curiga, matanya langsung melirik ke cermin spion dalam. Elena juga menoleh ke belakang, matanya menyipit berusaha menangkap bayangan kendaraan yang dimaksud. Sebuah truk berwarna gelap, besar dan tampak usang, melaju di jalur yang sama, dengan jarak yang terlalu konsisten sejak beberapa kilometer terakhir. “Kecepatannya sama dengan kita. Saat tadi ada kesempatan menyalip, truk itu tetap di belakang. Tidak ada niat mendahului,” lanjut Mr. Caiden. Kali ini ia menoleh pada Audrey.

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 84

    Mereka berempat melangkah keluar dari gedung kantor polisi, meninggalkan suasana tegang di balik tembok bata merah itu. Angin sore menyapu lembut trotoar. Untuk saat ini, yang bisa mereka lakukan hanyalah menunggu hasil analisis dari tim forensik siber yang tengah menelusuri jejak digital Samuel Brody. Ren menarik napas dalam-dalam sebelum berbicara. “Kalian bertiga bisa melanjutkan pencarian. Aku harus kembali ke tempat Penyulingan—ada sesuatu yang harus kucari tahu di sana sebelum malam ini.” Perkataan itu sontak membuat Elena menoleh dengan alis terangkat. Ia terkejut mendengarnya, terlebih karena Ren baru saja kembali dari lokasi yang sama pagi tadi, dan perjalanan menuju Mansion Penyulingan bukanlah rute singkat. Perjalanan itu memakan waktu panjang, menyusuri jalan-jalan sempit pedesaan dan melewati perbukitan yang tak ramah di malam hari. “Ren, apa tidak sebaiknya kau pergi besok saja?” ujar Elena cemas, suaranya lembut namun sarat kekhawatiran. “Kau bahkan belum sempat bena

  • Aroma Dalam Mimpi   BAB 83

    Mereka berempat telah sampai di kantor polisi yang menangani kasus mereka. Gedung itu tampak sederhana dari luar, dengan tembok bata merah dan plakat logam yang memudar terkena hujan dan waktu. Di dalam, suasana lebih sibuk daripada yang mereka perkirakan. Beberapa petugas lalu-lalang, suara telepon dan bunyi ketikan komputer berpadu membentuk irama khas ruangan yang dihuni oleh urgensi dan keteraturan. Seorang perwira muda menyambut mereka begitu Audrey memperkenalkan diri. “Tunggu sebentar. Inspektur Harlan sudah menunggu kalian,” katanya sebelum mempersilahkan mereka mengikuti ke ruang penyelidikan di lantai dua. Ruangannya tidak terlalu besar, dengan jendela yang menghadap ke jalan utama dan papan gabus penuh catatan tempel serta foto-foto. Di balik meja kayu yang penuh berkas, duduk seorang pria paruh baya dengan rambut perak yang disisir rapi dan sorot mata tajam seperti sedang menimbang setiap gerakan mereka. “Silakan duduk,” katanya tanpa basa-basi. “Saya Inspektur Harlan.”

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status