Share

Part 3

Agaf diam. Perihal asisten baru, apakah ia benar-benar membutuhkan itu?

“Lo bisa atur itu semua sendiri, Jake?”

“Tenang. Gue udah mikir ini, kok. Dan gue bakal nyari yang terbaik buat lo.”

“Ya udah kalau gitu,” jawab Agaf.

Deal?”

“Hm. Gue mau mandi sekarang, terus kita lanjut kerja.”

Jake menaikkan sudut bibirnya. Lalu, membantu Agaf untuk mandi dan dilanjutkan dengan bekerja.

For your information, selama dua tahun sejak Agaf kecelakaan, Jake selalu menjadi tangan kanan Agaf dalam hal pekerjaan.

Segala hal yang berkaitan dengan kantor, Jake yang sering pergi ke sana. Dan Agaf selalu memantau dari rumah.

Agaf jarang sekali keluar dari rumah kalau tidak untuk hal-hal yang penting yang mengharuskannya untuk hadir.

***

ADTA Group, Jakarta.

Tampak Jake sedang menelepon seseorang dan menghadap menatap kota Jakarta Pusat dari lantai 25. Lebih tepatnya, ruang kerja milik Agaf.

“Besok gimana? Berapa menit dari tempat lo ke rumah Agaf?” kata Agaf ke seseorang yang diteleponnya.”

Sekitar 30 menitan. Tergantung macet juga, besok Hari Selasa.”

“Gimana kalau lo ke kantor Agaf dulu? Baru kita sama-sama pergi ke rumah Agaf.”

“Pak Agaf udah tau ini?”

“Gue udah minta persetujuan dia. Dan dia bilang terserah gue mau milih asisten dalam bentuk apa. Asalkan cocok sama gue, Agaf bakalan milih itu juga.”

“Oke. Gue bakal ke sana, besok. Lo di sana dari pagi atau gimana?”

“Iya. Gue dari pagi.”

“Hm. Kalau gitu sampai ketemu besok. Gue tutup dulu.”

Jake pun bergumam. Setelah ikut mematikan layar ponselnya, ia menatapnya sebentar. Ia juga berpikir, apakah ini terlalu cepat untuk menempatkan asisten baru untuk Agaf?

“Gue bakal nikah sebulan lagi. Anggap aja ini waktu yang udah cukup baik supaya Agaf nyaman dengan orang baru.”

***

Kini, hari sudah berganti menjadi besok harinya. Jake mendekati Agaf yang sedang memakan sarapannya.

“Gue pikir lo gak tidur di sini.”

Jake menarik kursi untuk duduk di seberang Agaf dan mengambil roti lalu mengoles selai di atasnya.

“Tadi malam gue pulang telat. Mungkin sekitar jam 1. Dan gue cuma ngeliat lo yang udah tidur nyenyak.”

“Banyak yang lembur?”

“Lumayan, karna ini juga akhir bulan.”

Agaf hanya mengangguk.

“Oh ya. Gue lupa bilang, kalau kemarin yang lo nolak perusahaan Arta, mereka pengen ngadain pertemuan sama lo.”

“Gue gak mau.”

Jake tersenyum tipis. “Udah gue tebak. Lo pasti gak bakalan mau. Tapi, gue juga bakal ngusulin hal yang sama kalau-kalau otak lo lagi kegeser.”

Agaf menipiskan bibirnya. Ketika ia hendak berbicara, dengan cepat Jake menyela. “Satu lagi, asisten yang bakal gantiin gue bakalan datang nanti sama gue. Gue pengen lo berkenalan dulu sama dia.”

“Memangnya kapan lo nikah?”

Mata Jake sedikit melebar. “Gue belum ada ngasih tau lo? Gue bakalan nikah bulan depan.”

Agaf sedikit terkejut. “B-bulan depan?”

Apa setiap perjodohan emang cepat seperti ini? Secepat itu juga Agaf membatin.

“Terus, pasti lo sekarang lagi sibuk-sibuknya ngurusin pernikahan lo?”

“Hm, boleh dibilang gitu. Makanya, gue juga mikir gak ada salahnya bawa asisten baru lo mulai dari sekarang.”

Bibir Agaf menganga setengah. “Wah, ini bakal jadi berita besar karna seorang Jake menikah.”

“Lo pikir gue selebritas?” decak Jake.

“Track record sialan lo yang bikin tenar.”

“Sialan,” umpat Jake. Agaf menarik kedua sudut bibirnya lantaran pasti sangat lucu bila melihat ekspresi Jake yang tertekan.

“Jadi, dia ke sini? Asisten baru yang lo sebut?”

“Gue mau ke kantor bentar. Nanti, gue sama asisten baru lo bakalan ke sini sama-sama.”

Agaf kembali mengangguk. “Terserah.”

***

“Lo gak pernah bilang kalau dia cewek?”

Si wanita yang berada di sebelah Jake langsung tersenyum tipis, sedangkan Jake mendekati Agaf dan duduk di sebelah lelaki itu yang berada di sofa.

“Lo juga gak pernah minta kalau dia cowok.”

Agaf berdecak. “Gak ada orang lain? Kenapa harus cewek, Jake?”

“Perasaan gue pekerjaan rumah lebih bagus kalau ditangani sama cewek.”

Agaf mengurut keningnya pelan. Jake benar-benar….menyebalkan.

“Perkenalan.”

Jake tersenyum. “Maksud lo?”

Agaf mengerang. “Minta dia perkenalan diri.”

Jake semakin melebarkan senyumnya hingga menampakkan deretan giginya. Kemudian, menatap si wanita yang masih berdiri tegak di hadapan mereka.

“La, lo bisa perkenalkan diri sekarang.”

Wanita itu kembali tersenyum. Berdeham pelan, kemudian berkata, “perkenalkan, nama saya Starla Rasitya. Umur saya 26 tahun. Memiliki pengalaman kerja yang baik. Dan semoga saja Bapak menerima saya dengan senang hati.”

Agaf langsung mengangguk sebelum akhirnya ia menyadari sesuatu. Untuk beberapa saat, ada beberapa hal yang hadir di kepala Agaf dan Agaf merasa aneh. Sebentar, rasanya Agaf seperti mengenali suara wanita ini.

“Alih-alih bilang gak penting. Kenapa kamu gak nanya siapa aku?” Potongan perkataan itu…

Dia….

“Kamu terlalu terus terang. Langsung aja, cowok kayak kamu tuh tipe idealku.”

Agaf mengenal suara ini!

“Lo…,” Agaf yang tadi wajahnya menghadap ke lantai, kini menjadi mendongak menghadap Starla. “Cewek yang di bar?”

Seketika Starla kembali tersenyum. Jika Agaf mengetahuinya, ia pun begitu. Siapa sangka perkataannya kemarin bisa membawa dirinya kembali kepada Agaf?

Apa ini definisi dari dipertemukan karena takdir?

Ah… Starla suka definisi seperti itu.

“Senang bisa bertemu Bapak kembali,” kata Starla yang sukses membulatkan mata Agaf.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status