Share

Part 4

Agaf langsung berdiri. “L-lo?! Lo beneran cewek di bar kemarin?!”

Jake menatap Agaf dan Starla secara bergantian. “Loh? Kalian pernah ketemu?”

“D-dia cewek yang godain gue di Bandung kemarin. Dia Jake! Ngapain lo bawa dia ke sini?!” terang Agaf.

Starla menggeleng kepala cepat. “Saya gak pernah godain Bapak. Apa Pak Agaf ngerasa gitu?”

Agaf menggeram. “Minta nomor hp dan bilang kalau lo tertarik sama gue. Apa lagi kalau bukan lo godain gue?!”

“Tapi saya gak pernah ngajak Bapak tidur.”

Jake yang di belakang Agaf hanya bisa tertawa sembari mengacak rambutnya acak. Sementara Agaf, matanya semakin melebar dan sekarang ia malah tampak gagap.

“Gue bisa gila kalau punya asisten kayak lo. Jake, apa gak ada orang lain? Kenapa harus cewek ini?!”

“Karna cuma dia yang gue tau punya karakter kerja keras kayak gue.”

“Tadinya, gue hampir toleransi karna dia cewek. Tapi, kalau ceweknya kayak dia—”

Agaf menjambak rambutnya frustasi. Sialan. Sebanyak manusia yang berada di Jakarta, kenapa harus wanita ini yang masuk ke dalam rumahnya?

“Dia penggoda, Jake! Gue gak suka sama cewek penggoda!” murka Agaf. Kemudian, bergerak menuju ke anak tangga. Lelaki itu kembali ke kamarnya.

Starla yang melihat Agaf menaiki anak tangga, langsung menghampiri Jake. “Apa Pak Agaf memang semarah itu?”

Jake tertawa pelan. “Tenang aja. Dia emang gitu bawaannya. Pemarah, tapi sebenarnya baik.”

“Selama ini lo kerja sama sikapnya yang kayak gitu?”

Jake mengangguk. “Kalau udah terbiasa, lo cuma akan ketawa kalau ngeliat dia yang lagi kesal.”

“Apa gue masih bisa kerja di sini?”

Menatap Starla, Jake menyipitkan matanya. “Gue mau nanya satu hal dulu. Lo…. bener-bener godain Agaf waktu di Bandung kemarin? Bahkan, gue gak tau lo datang juga ke acara itu.”

“Gue gak godain, kok. Kan udah gue bilang gue cuma ngajak kenalan dan minta nomor hp. Gue sama sekali gak ngajak dia tidur.”

“Kok lo bisa sialan juga ya, La? Lo ngajak kenalan cowok? Gak kebalik, tuh?”

“Emang ada dosa minta nomor cowok? Atau minta nomor cowok termasuk aib? Setau gue sih enggak.”

Jake hanya menghela nafas panjang. Kemudian berdiri dan menjentik dahi Starla. “Gengsi, La. Gengsi! Sekali-sekali lo harus belajar itu sama gue.”

“Kayak lo punya gengsi aja setiap ketemu cewek cantik,” cibir Starla.

Dan Jake mengendikkan kedua bahunya. Lalu, menyusul Agaf ke dalam kamar.

******

“Gaf, lo bener-bener gak mau Starla ada di sini?” tanya Jake saat ia telah menyusul Agaf ke dalam kamar.

“Gak. Lo bisa nyari yang lain,” jawab Agaf.

“Udah gue bilang kalau Starla itu memenuhi kriteria yang sama dengan gue. Kenapa lo malah nolak?”

“Bukannya gue udah bilang kalau dia cewek gak bener? Kenapa lo gak percaya sama gue?”

Jake yang tak dapat menahan tawanya pun akhirnya tertawa. Bagaimana mungkin tidak menambah kekesalan bagi seorang Agaf?

“Gimana ya cara bilangnya...,” pikir Jake. “Nah! Gini, Gaf. Starla itu temen gue dari TK. Untuk alasan kenapa gue rekrut dia bukan cuma karna gue kenal sama dia. Tapi, dia emang mampu.”

“Dan untuk masalah yang di bar—masalah lo sama dia, percaya sama gue kalau gue juga gak percaya kenapa dia bisa nekat ngelakuin itu sama lo. Karna kalau gak salah gue, Starla tuh tipe yang gak bisa dideketin sama cowok karna sifatnya yang pemarah. Atau…. dia emang suka sama lo?”

Agaf ingin menyela, namun dengan cepat Jake berkata, “gue juga gak tau. Yang jelas, tolong, biarin dia kerja di sini.”

Agaf menarik nafasnya guna untuk menetralkan kekesalannya. “Gue bisa gila.”

“Lagian, gak ada salahnya juga, sih. Bukannya dia cuma ngajak lo kenalan? Lo gak diajak tidur, Gaf.”

“L-lo bela dia?!” sentak Agaf

Jake langsung menggeleng cepat. “Tidak! Gue sama sekali gak ngebela dia! Dia salah! Dan gue udah marahi dia tadi!”

Jelas sekali Jake tidak ingin Agaf semakin marah padanya. Bisa-bisa bukan Starla saja yang tidak diinginkan Agaf ada di sini. Dia juga.

“Ck! Keluar sana lo!”

“Lo nerima Starla, ‘kan?” tanya Jake hati-hati.

“Keluar, Jake!”

“Starla mulai hari ini kerjanya, ya?”

Agaf mengangkat tongkat ke udara dan seketika itu Jake langsung mengacir keluar kamar. Percayalah, jika Agaf sudah mengangkat tongkatnya, berarti akan ada satu korban di dalam rumah ini.

***

“Huftt! Untung badan gue masih lengkap,” kata Jake sambil memegang area dadanya saat kembali ke ruang tamu.

Starla yang masih berdiri di sana, berbalik dan menghadap Jake. “Gimana hasilnya?”

Jake menghentikan langkahnya.

“Tenang. Semuanya baik-baik aja.”

“Gue bisa kerja di sini?”

“Tentu aja.”

Starla menaikkan kedua sudut bibirnya. Rasa gejolak dalam dadanya rasanya tidak sia-sia jika hasilnya seperti ini.

“Terus, gimana? Gue mulai sekarang? Detik ini juga?”

“Enggak. Gue harus kenalin dulu bagian-bagian di rumah ini, termasuk pelayan yang ada di sini. Sebentar lagi gue bakalan ngajak lo keliling. Jadi siap-siap aja.”

“Gue sama lo aja?”

“Terus lo mau sama Agaf?” decak Jake.

“Ck, kok lo tau gimana isi pikiran gue?”

Jake menepuk keningnya. “Agaf bener. Lo emang udah gila jadi cewek,” ujar Jake. “Jujur ke gue, La. Lo beneran suka sama Agaf?”

“Cewek mana yang gak suka sama cowok yang kayak Agaf?

“Hhhh…, lama-lama gue yang bisa gila ngadepin lo. Ayo, sekarang aja lo ikut gue!”

Starla tertawa pelan, kemudian mengikuti Jake.

***

“Pak Agaf tinggal sendiri di rumah sebesar ini?” tanya Starla ketika mereka hampir menyelesaikan tour rumah Agaf.

Jake menatap Starla.

“Ini rumah hasil kerja kerasnya sendiri. Jadi, gak ada salahnya kalau dia tinggal sendiri.”

Starla tersenyum tipis. “Gue nanya doang, Jake. Gak perlu gitu tatapan lo.”

“Agaf punya keluarga. Tapi, dia sendiri.”

Senyuman Starla perlahan luntur dan wanita itu berdeham pelan. “Mereka gak akur?”

“Gak akur. Banget. Apalagi semenjak kematian kedua orangtua Agaf, saudara-saudara Agaf tuh banyak tingkahnya.”

“Saudara-saudara?” ulang Starla.

“Iya. Agaf punya 2 saudara. Dan sumpah, mereka nyebelin banget. Gue cuma nitip pesan aja supaya lo gak terlalu gegabah kalau mereka udah datang ke sini.”

Starla mengangguk paham. Jika Jake saja sudah mengatakan hal seperti itu, tidak ada alasan lain bagi Starla untuk tidak mempercayainya.

Btw, dua saudaranya itu—cowok?”

“Satu cowok, satu cewek. Yang cowok pengacara terkenal, dan yang cewek adalah model terkenal. Kalau lo tau model cewek terkenal yang punya nama belakang Arghadana, berarti itu dia.”

“Terrysia Arghadana?” tebak Starla.

Dan saat itu juga Jake langsung menjentikkan jemarinya. “Bener. Eh, kok lo bisa tau?”

Starla sedikit mendengkus. “Lo pikir gue kudet? Jelas-jelas Terrysia lagi muncul namanya di mana-mana karena isu pacaran dengan konglomerat. Lebih singkatnya, dia jadi—”

“Oke. Oke. Gak perlu lo lanjutin lagi. Itu—agak sensitif,” potong Jake.

“Bukannya isu perselingkuhan emang selalu sensitif?” papar Starla tanpa menyadari mata Jake semakin membulat.

“Lo kalau ngomong bisa di filter dulu gak, sih? Pantesan Agaf kesal sama lo setengah mati. Orang mulut lo begini. Untung aja lo gak ngajak dia tidur waktu itu, kalau sampai iya, gue gak tau lagi harus belain lo gimana lagi.”

Langkah Starla mendadak berhenti. Di mana, saat itu juga Jake berhenti dan menoleh ke arahnya. “Apa lo? Jangan bilang kalau lo tersinggung dengan kata-kata gue barusan.”

“Jelas gue tersinggung. Tapi, bukan itu,” desis Starla. “Gue baru ingat, kalau waktu itu gue minta nomor hp sama nama Pak Agaf. Yang idiotnya, kok gue bisa gak tau ya kalau itu Pak Agaf?” Wanita itu terlihat sesal.

Jake langsung mencibir. “Astaga, La. Lo baru nyadar kalau lo itu idiot?”

Geplak!

Starla melayangkan tangannya ke bahu Jake dan di situlah Jake meringis karena merasakan sakit yang luar biasa di bahunya. Starla benar-benar pejantan.

“Gila lo! Abang lo ini! Maen nabok-nabok aja!” gerutu Jake.

“Abang dari Hongkong! Kita cuma beda setahun dan tetanggaan. Lo aja yang sering anggap gue adek!”

“Kita pure beda setahun ya, La. Jadi, emang sejauh 365 hari jarak umur kita.”

Starla melengos kesal. Berdebat dengan Jake memang selalu akan sepanjang ini. “Udah, deh. Masih ada lagi, gak? Yang harus gue liat?”

Jake menghela nafas panjang. “Gak ada. Tinggal daftar keseharian Agaf aja yang harus lo hapalin. Dan itu, pantang banget bagi lo ngelupain itu.” Lelaki itu dengan suara yang penuh peringatan.

“Banyak banget, Jake?”

“Banget,” tegas Jake. “Dan gue harap lo tahan-tahan aja dengan sikap Agaf yang…yaa, pokonya semangatlah buat lo. Percaya sama gue, gue milih lo karna lo udah kebal dengan banyak hal di luar sana. Makanya, lo harus ngucapin terima kasih ke gue karena udah gue percayain di sini.”

Starla tersenyum kecut. Terlebih, Jake mengelus pundaknya beberapa saat. Rasanya Starla benar-benar akan menghadapi sebuah bencana dalam menghadapi Agaf. Untuk itu, Starla menyemangati dirinya sendiri dalam hati.

“Oh, iya. Apa gak ada pelayan laki-laki di rumah ini?” tanya Starla tiba-tiba.

“Ada, dong. Tuh, tukang kebun, supir, cuci mobil sama motor. Lo pikir itu bukan kerjaan lelaki?”

“Ck! Maksud gue yang mengurus Agaf. Kayak, mandiin Agaf atau bantu dia gantiin baju?”

“Kenapa? Lo mau bantuin Agaf dalam hal itu juga?” ledek Jake melihat polosnya wajah Starla.

“Lo pikir gue cewek mesum atau gimana? Tapi, kalau Pak Agaf mau, gue juga gak keberatan, kok.”

Jawaban ringan Starla justru melayangkan jentikan Jake ke kening wanita itu.

“Lo bener-bener idiot! Lo suka Agaf apa gimana, sih? Baru kali ini gue ngeliat lo kayak gini,” rutuk Jake yang benar-benar tidak habis pikir.

“Kan, udah gue bilang dari awal. Cewek mana, sih, yang gak suka sama Agaf?” Starla tersenyum. Senyum yang tidak bisa dianalisa oleh Jake dan membuat lelaki itu berpikir setengah mati.

“Udah, deh. Ternyata bisa sakit kepala juga kalau lama-lama bicara sama lo,” putus Jake. Lelaki itu kembali berjalan dan Starla kembali mengikutinya.

“Mau ke mana, Jake?”

“Kamar tidur lo.”

“Oh, gue tidur di sini juga?”

“Gue gak akan bayar lo mahal kalau lo gak 24 jam ngawasin Agaf,” terang Jake yang membuat bibir Starla membulat dan beberapa detik kemudian tersenyum lebar.

“Jake, gue senang banget, deh.”

“Iya. Karna bayaran lo mahal banget?”

“Bukan. Karena gue bisa satu rumah sama Pak Agaf.”

“Astaga, Starla!”

Di situlah tawa Starla langsung meledak. Sedangkan Jake, sebisa mungkin mengontrol kekesalannya terhadap wanita satu itu.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status