Share

07. Ajakan Kencan

Pintu dibuka.

Leina tidak melihat siapapun ada di dalam. Suasana kamar tidur Arsen masih rapi seperti biasa. Tetapi, dia bisa mencium aroma parfum khas dari Serena.

"Serena, keluar kamu!" teriaknya.

Arsen berhenti di ambang pintu, lalu bersandar di sekitar situ. Dia menahan tawa melihat Leina yang mencari-cari Serena.

Dia berkata, "Dia sudah pergi dari semalam, dia ada di rumah Hans sekarang."

"Apa yang kamu lakukan dengannya?"

"Lakukan apa?"

"Jangan bohong kamu." Leina mendadak menyesal karena kemarin malah pergi dari rumah. Coba saja dia tetap di sini, pasti dia bisa menjauhan Arsen dari Serena.

Dia mendekati pria itu, lalu berjinjit agar bisa menyambar kerah kemeja tidurnya. "Katakan padaku, Arsenio! Apa yang kalian lakukan semalam?"

"Entahlah."

"Arsen!"

"Untuk apa aku menjelaskannya padamu, ini salahmu sendiri karena minggat dari rumah, jadi kamu tidak tahu."

Leina mencekik pria itu dengan emosi tinggi. Dia marah besar. "Katakan apa yang sudah kalian lakukan atau aku akan berhenti bekerja jadi asistenmu!"

Arsen sama sekali tidak merasakan sakit, malahan geli dengan cekikan tangan Leina. Senyuman manis masih menghiasi bibirnya.

Merasa diejek, Leina melepaskan cekikannya, kemudian berbalik badan. "Oke, kamu memang brengsek. Kamu pasti jemput aku karena kamu butuh pembantu! Oke— aku berhenti jadi asistenmu! Sampai jumpa!"

"Mau pergi ke mana kamu? Memangnya kamu punya tempat tinggal?"

"Lebih baik aku menyewa tempat tinggal lain, daripada tinggal dengan pria playboy tidak bermoral sepertimu!"

Usai berkata demikian, Leina berjalan pergi meninggalkan Arsen. Saat marah dan cemburu, dia selau berpikir pendek.

Arsen menyambar lengan Leina, menghentikan langkahnya. "Tunggu sebentar."

"Apa lagi!" Leina menoleh dengan lirikan mata yang tajam. "Jangan sentuh aku!"

"Aku minta maaf."

"Maaf?"

"Maaf, aku barusan cuma menggodamu saja. Aku tidak melakukan apapun dengan Serena. Dia di sini sebentar, lalu aku pergi jemput kamu."

Mendengarnya, kemarahan dalam diri Leina perlahan menyusut. Suara Arsen terdengar pelan dan serius.

Pria itu menarik tangan Leina hingga tubuh wanita itu terhempas ke dadanya.

Napas Leina tertahan. Dia memegangi dada Arsen, lalu mendongak— menatap wajah tampannya.

Untuk beberapa detik, mata mereka saling bertautan. Hanya lewat pandangan mata itulah, keduanya seperti saling memahami.

Leina bisa merasakan detak jantung Arsen yang berdebar keras sama seperti dirinya. Perlahan, pipinya pun memerah. Posisi ini begitu dekat, membuatnya malu sekaligus canggung.

Arsen memecah keheningan dengan berkata lagi, "kali ini aku yang salah karena mengambil klien tanpa bicara dulu denganmu. Kamu adalah asistenku, harusnya ini tugasmu menerima klien itu atau tidak. Maafkan aku."

"Arsen ..." Leina ikut merasa bersalah sekarang. Dia memalingkan pandangan. "Tidak, jangan minta maaf ... aku juga tahu kalau ini salahku, aku terlalu kekanak-kanakan, maaf. Aku tidak cocok menjadi asistenmu."

"Justru kamu yang paling cocok menjadi asistenku."

Leina menatap pria itu lagi. Dia menjauhkan dirinya dari Arsen. "Kamu ... kamu biasanya tidak pernah bicara manis padaku."

Arsen memberikan senyuman tulus. Dia mengelus rambut Leina dengan rasa sayang. "Aku tahu kamu khawatir padaku, tenang saja— aku sudah berhenti jadi bodyguard Serena. Masalahnya sudah selesai. Hans mengurus sisanya. Jadi, kamu tidak perlu marah lagi."

"Beneran?"

"Iya."

Leina tersenyum lega.

Arsen senang akhirnya Leina tersenyum lagi. Dia tidak bisa mengendalikan betapa bahagia dirinya. Jadi, tanpa dia sadari— dia menyentuh pipi wanita itu.

"Matamu masih agak bengkak sekarang, kamu kemarin menangis?" Dia bertanya dengan suara lirih dan agak sedih.

Detak jantung Leina makin tidak karuhan. Dia bingung, ada apa dengan Arsen? Kenapa pagi ini sangat lembut padanya?

Tak mendapat jawaban, Arsen berkata lagi, "aku tahu ini juga salahku. Sebagai permintaan maafku karena kemarin berkata kasar padamu, kamu boleh menghukumku hari ini. Semua yang kamu mau, akan kulakukan."

Apa Arsen baru saja memakan jamur beracun? Kenapa dia perhatian dan manis sekali?, Leina sama sekali tidak percaya mendengar semua ucapan itu.

Dengan wajah berseri-seri, dia menjawab, "kalau begitu hari ini kamu kencan denganku."

"Kencan?" Arsen kaget, tengkuknya agak merinding. Tak pernah dia bayangkan akan pergi berkencan dengan asistennya sendiri.

Dia takut semakin tak bisa mengendalikan perasaannya.

Leina menyeringai. "Kenapa? Kamu tidak mau kencan denganku? Sekarang kamu tidak bisa kabur lagi— akui saja kalau suka padaku!"

"Mana mungkin aku suka gadis ingusan sepertimu?" Arsen menyembunyikan perasaan malu dengan memperlihatkan raut wajah angkuhnya. Dia ikut tersenyum menantang.

Leina agak kesal karena selalu dianggap masih kecil. Tetapi, dia akan buktikan kalau pesonanya sebagai wanita dewasa itu melebihi Serena.

"Aku tidak peduli kamu mau ngomong apa, yang penting hari ini— kita kencan. Aku akan buat sarapan dulu, lalu kita pergi," katanya setengah sewot, tapi suasana hatinya sudah membaik.

Arsen tersenyum melihat itu.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status