Pukul 20.00
Di tempat yang sama, sofa panjang itu terisi dua gadis dengan kesibukan masing masing. Thea terlihat begitu antusias menatap iklan melalui layar televisi sedangkan Manda sedang sibuk mengokak atik benda dalam pangkuannya,
"Oh ya. Kamu lulusan administrasi bisnis kan?"
"He.em," gumam Thea mengangguk sambil mengunyah sisa snack yang ada di dalam mulut,
"Kenapa emangnya?"
"Mm, gimana kalo kamu kerja di kantor pamanku! Dia lagi butuh asisten pribadi." tawar Manda,
"Asisten pribadi? Mm, emangnya harus lulusan administrasi bisnis?"
"Ya enggak sih. Tapi setidaknya kamu ga terlalu sulit buat belajar jadi asisten pribadi." sahut Manda menjelaskan.
"Bener juga sih. Kayaknya cocok, berapa gajinya?" Sedikit menaruh antusias pada harapan yang akan melepaskan sebagian beban hidup.
"10 juta per bulan,"
"Lumayan--" angguk Thea menekuk bibir,
"Lumayan jidatmu! Kalo di dunia kantor, gaji segitu udah gede banget. Sulit nemuin perusahaan yang berani gaji segitu,"
"Oh, kalo gitu oke deh! Aku mau," lugas Thea menyetujui tawaran tadi tanpa berpikir dua kali.
"Yaudah aku bakal hubungi paman. Kebetulan besok dia baru kembali dari luar negeri setelah perjalanan dinas---jadi besok kamu langsung ke kantor ya?!"
"Yah kok besok sih! mendadak banget,"
"Ye, masih mending ga usah apa apa udah dapet kerja! Mau apa gak? Kalo ga mau ya udah. Banyak kandidat lain," tegas Manda sedikit kesal,
"Iya deh, mau mau. Tapi besok aku masih harus ngurusin wisuda---gjmana dong?"
"Itu gampang. Kamu hadir sebentar terus izin pulang,"
*****Perusahaan Galaksi merupakan sebuah gedung bertingkat sekaligus perusahaan pengembang game yang baru saja berdiri sekitar 7 tahun lalu. Meski terkesan baru untuk berkecimpung dalam kerajaan bisnis, perusahaan ini telah mampu menciptakan banyak sekali video game serta aplikasi yang berhasil melejit di kalangan masyarakat,
Bahkan mulai tahun pertama hingga tahun berikutnya, perusahaan Galaksi berhasil masuk urutan tertinggi dan dengan cepat melejit hingga menempati peringkat pertama sebagai perusahaan dengan penghasilan terbanyak di negara Y.
Kualitan sekaligus kuantitas, meski selalu menjadi incaran oleh semua sarjana perusahaan ini tak mudah untuk dimasuki. Dengan alasan, tempat berpredikat tinggi hanya merekrut setiap karyawan yang berkualitas lalu memberi imbalan besar bagi mereka berhpa gaji tinggi setiap bulannya,
Namun meski berbagai kesulitan yang tertabur di dalamnya, karena suatu keberuntungan Thea dapat menjadi salah satu anggota perusahaan terbesar bahkan berhasil mengisi tempat di samping petinggi.
Pukul 07.00
Kemeja peach lengan panjang serta rok hitam di atas lutut menjadi setelam pertama yang menemaninya. Dengan berat hati gadis itu terpaksa datang ke kantor setelah menikmati pelayanan jasa antar sebuah angkutan umum, dan semua ini dilakukan berdasarkan saran Manda supaya berpenampilan sederhana dengan kata lain tidak memberi kesan mencolok pada karyawan lain.
Semalam ia menghabiskan berjam jam hanya untuk mendengar nasehat serta banyak sekali pelajaran yang harus diingat tentang kehidupan pekerjaan dan juga cara beradaptasi dengan beberapa macam rekan kerja yang pasti akan gadis itu temui.
Namun entah bagaimana, seluruh persiapan tadi justru membuat hati Thea khawatir sekaligus gugup. Karena telah bekerja keras sampai malam dan berusaha untuk mempelajari setiap tugas dari perannya,
Alhasil Thea justru bangun terlalu siang hingga memutuskan untuk tidak menghadiri acara wisuda dan lebih mementingkan kehidupan kerjanya lalu bersiap pergi ke kantor.
Drap…
Drap….
Drap….
Telapak beralas heels itu secepat mungkin berlari memasuki gerbang perusahaan.
"Hah, hampir aja telat!" seru Thea berusaha mengatur nafas,
Perlahan mengembalikan stamina agar mampu bertahan dan bersikap dengan tenang. Segera melangkah masuk ke dalam kantor sambil membawa map berisi beberapa dokumen yang telah disiapkan temannya,
"Wah, gede banget!" Takjub menatap langit gedung yang begitu jauh dari jangkauan mata.
"Aku ga pernah masuk ke perusahaan keluarga, jadi ini pertama kalinya aku masuk perusahaan besar!" pikir Thea tertegun menatap ruangan, merasa takjub dengan kemegahan itu.
Perlahan menoleh demi melihat ke sekeliling ruangan, tengah sibuk mencari tempat yang harus ia datangi. Hingga terhenti pada meja resepsionis, mendapati karyawan wanita yang tak lelah menerbitkan senyum.
Segera melangkah semakin mendekat, "Mm--selamat pagi," sapa Thea merendahkan suara
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?"
"Saya asisten baru CEO." ucap Thea dengan nada ramah,
"Oh. Thea Briella?"
"Iya…" sahutnya mengangguk pelan,
"Silahkan masuk ke dalam lift karyawan, ada di sebelah sana. Ruangan Pak Nathan ada di lantai 12,"
"Oh, baik. Terima kasih.." ujar Thea tersenyum cerah.
Segera kakinya berbalik menatap ke arah lift yang tadi ditunjukkan, tanpa ragu berjalan masuk dan menekan salah satu tombol angka yang akan membawanya ke lantai lain.
Tring.
Pintu lift terbuka, membuat Thea melihat beberapa karyawan tengah berjalan dan tidak sengaja berpapasannya. Gadis itu tersenyum menurut standar keramahan namun tak ada satupun balasan, seluruh karyawan bersikap tak acuh sambil memasang raut datar.
"Huh. Kayaknya karyawan disini, pada cuek!" pikir Thea menghela nafas,
"Tapi, dimana ruangannya?" Tak menghentikan langkah sambil menoleh dan membaca satu persatu papan yang tergantung di atas pintu setiap ruangan.
"Nah itu dia!" seru Thea,
"Ingat! Pamanku adalah orang yang gila kebersihan. "Jangan sampe buat kesalahan, atau kamu bakal tanggung akibat nya."
Beberapa kalimat baru saja terbesit dan membuat gadis itu berusaha mengingat kembali semua ucapan temannya demi mencegah kesalahan. Walau gugup dia tetap memberanikan diri untuk membuka pintu,
Seketika terbelalak mendapati ada pria lain yang sudah masuk mendahuluinya. Melihat bahwa sosok itu tengah membawa setumpuk berkas yang akan ditaruh ke atas meja,
"Hei!" sontak Thea, bergegas berlari.
Merebut setumpuk dokumen tadi sambil mengerutkan alis, entah kenapa dia merasa kesal dengan tingkah pria itu. Sebenarnya gadis itu tidak ingin jika ada orang lain yang membuat hari pertama kerjanya berantakan,
"Biarkan aku saja!" seru Thea dengan tatapan tajam
"Aku harus pastikan ga ada debu sedikit pun. Jangan sampe pria ini ceroboh dan bikin masalah buatku," pikirnya memberikan tatapan sinis.
"Siapa kau?" tanya pria itu memasang raut datar, perlahan memijakkan telapak tangan ke atas meja. Bersikap seakan pemilik seluruh gedung,
"Hei! Turunkan tanganmu!" teriak Thea antusias,
"Ayo cepat---turunkan!"
"Apa gadis ini tidak waras, siapa yang membiarkannya masuk!" gumam pria tadi, berdecak kesal.
"Kau itu yang siapa? Aku adalah asisten pribadi CEO! Jadi tidak akan aku biarkan ada orang yang mengotori tempat ini!"
"Benarkah? Jadi kau asisten baru?" ucapnya sedikit tak acuh,
"Iya. Kau tidak tahu kan?! Sepertinya kau juga karyawan baru, pantas saja tidak tahu aturan."
"A-apa? tidak tahu aturan?" gertaknya merasa kesal nyaris membulatkan mata.
"Iya, kau tidak tahu aturan. Pak Nathan itu sangat suka kebersihan, jadi jangan pegang apapun! Sudah sana. Aku mau bersih bersih."
"Oh---atau kau pergi saja dan membantuku untuk membuatkan kopi? Pasti Pak Nathan akan datang sebentar lagi,"
"Jangan berani menyuruhku." tegasnya datar,
Seketika nada ketus serta sorot dinginnya memunculkan aura aneh yang berhasil membuat Thea bergidik ngeri. "Apaan sih! gitu aja marah. Kalo ga mau kan bisa bilang baik baik,"
***Bersambung.
"Huh, untung sama sama karyawan baru. Kalo ngga! Udah aku pukul pake ini," gerutu Thea dalam hati, mencengkram erat setumpuk dokumen serta map tadi lalu diletakkannya ke atas meja. "Cepat keluar! aku mau membuat kopi. Awas saja, kalo kamu belum pergi saat aku kembali!" seru Thea memberi tatapan sinis. Dengan cepat melangkah keluar lalu bergegas mencari ruangan yang bisa ia gunakan untuk membuat secangkir minuman serta menyiapkan sepiring kudapan sesuai anjuran Manda. Namun langkah Thea berhenti setelah berpapasan dengan karyawan wanita, segera menoleh dan menatap lekat nampan berisi hidangan di atasnya. "Tunggu, kau mau kemana?" Siapa sangka satu pertanyaab berhasil menghentikan langkah karyawan tadi, perlahan Thea melangkah mendekat dan menatap sekilas secangkir kopi hitam serta piring kecil berisi kue kering. "Siapa kau---kenapa menghentikanku? Apa kau tidak lihat kalau aku sedang menyiapkan ini semua untuk Pak Nathan," ketusnya te
"Keem.." "Cukup!" tegas Nathan menghentikan ocehan gadis itu, Sedikit merasa muak setelah mendengar jawaban tak sesuai harapan, dengan cepat tangannya beraluh membuka salah satu rak meja demi mengambil sebuah ipad. Segera disodorkan ke hadapan Thea, "Di dalam sini ada banyak file tentang rencana perjalanan, pertemuan dan beberapa catatan rapat tahun lalu." "Sekarang kamu siapkan kertas dan bolpoin, pilih 5 file lalu buat salinannya masing masing file 5 salinan." "T-tulis? semua yang tadi Bapak bilang, harus ditulis?" gumam Thea dengan raut terkejut, Setelah berkhayal mendapat beban tugas penuh hormat seperti pertunjukan dalam film, dia justru melaksanakan tugas remeh yang bahkan mampu dikerjakan oleh seorang bocah kecil. "Iya. Apa kamu tidak bisa menulis?" lugasnya dingin, "B-bisa!" "Lalu tunggu apalagi? Cepat kerjakan." "Saya ga bawa alat tulis." gumam Thea lirih sebelum menggigit bibir bawah,
"Sepertinya kemampuanmu sangat buruk. Saya kasih tambahan waktu, 3 jam harus selesai." ucap Nathan memalingkan muka,dan meraih berkas yang tadi gadis itu kerjakan. 3 jam kemudian. "Ehrg. Jariku sakit banget!" gerutu Thea, Berulang kali menjambak rambutnya untuk melupakan rasa sakit yang ia rasa. "Hhh, sampe mual lihat tulisan ini..Bosen woy, capek juga!" teriak gadis itu dalam hati, Tap. Ditaruhnya bolpoin tadi lalu Thea beranjak dari atas lantai,membawa buku itu dan disodorkan ke hadapan Nathan. "Ini Pak, sudah selesai.." Laki laki itu melirik sekilas ke arah tulisan yang ada di atas kertas. "Nanti malam latihan menulis, perbaiki gaya tulisannya. Ini terlalu jelek dan membuat sakit mata saya." ketus Nathan "Sial! mataku juga sakit.." celetuk Thea dalam hati, Mengepalkan kedua tangannya dengan erat,berusaha menahan emosi karena perkataan laki laki itu. "Ambil dan pelajari buku pedoman tul
"......" detiknya berlalu karena membisu, Thea terdiam sambil berulang kali membuka tutup telapak tangan kanan yang terasa nyeri. Seakan tengah berusaha memberi relaksasi bagi kelima jarinya, Ini pertama kali dia merasa begitu letih, mungkin wajar karena pengalaman pertama. Perlahan pandangannya beralih pada gadis yang masih setia memeluk selimut tebal, "Man. Ayo bangun! aku udah siap berangkat," ucap Thea mengeraskan suara. "Ng.." "Iya iya, ini aku bangun." gumam Manda perlahan membuka mata seraya menatap gadis di depannya dengan tatapan kosong. "Ayo!" seru Thea sekali lagi demi mempersi
"Menurutku dia bukan gadis kompeten. Aku yakin dia masuk kesini dengan cara licik!" timpal suara gadis lain yang tak lagi asing di telinga Thea. Suara nyaring yang kemarin berhadapan dan sosok yang berhasil dihindari pagi tadi, "Ini suara wanita yang kemarin bawain kopi!" "Berarti--mereka beneran lagi gosipin aku?" benak Thea menggigit bibir bawah, semakin mendekatkan telinga pada pembatas demi memperlancar tujuannya sekarang. Menguping bukanlah hal baik tentu semua orang tahu akan hal itu, namun bagaimana lagi? Mendengar sesuatu tentang diri sendiri bukanlah suatu kejahatan. Jadi Thea tak merasa menyesal meski harus melakukan hal secara diam-diam, "Licik--apa maksudmu?" tanya Mia mengerutkan alis,
"Aduh, gila banget nih orang!" gumam Thea lirih, Kenapa dia selalu bertemu pria tidak waras atau memang seluruh dunia ini dipenuhi wajah tampan tanpa akal? Demi mempertahankan posisi, Thea harus segera pergi dan cara yang tersisa hanyalah kekerasan. Tak mau berpikir ulang, ditancapkannya kedua gigi taring pada pergelangan tangan yang masih mencengkram erat. "Aw.." rintihnya, reflek melepas tangan dan membiarkan Thea lari menjauh. Secepat mungkin memasuki lift, hanya saja karena keberuntungan yang telah berpaling. Gadis itu harus terjebak di tengah karyawan yang tengah aktif memanfaatkan waktu pada jam makan siang, Bersama dengan lima karyawan lain yang tentu saja lebih dulu datang, mau tidak mau dia harus sabar menunggu untuk bisa pergi pada lantai yang dituju. "Kak Mia, sudah makan siang?" sontak salah satu karyawan asing, Seketika membuat perhatian Thea beralih karena mendengar nama tad
"Sudah sampai mana?" "Ha?" sontak Thea merasa bingung dengan respon laki laki itu. Kenapa masih harus ada pertanyaan di ujung penantian, apakah tidak bisa membiarkannya tenang tanpa harus berpikir keras. "Aturan tadi. Kamu sudah hafal sampai mana?" "Oh. Saya sudah hafal sampe aturan ke 45," "Bawa pulang dan pelajari di rumah, dalam 3 hari kamu harus hafal semua aturan. Tapi mulai besok kamu sudah harus ikut kemanapun saya pergi---siap siaga selama 24 jam." ujar Nathan, "Baik Pak, nanti saya akan lanjut membaca dan menghafal sampe selesai! Kalo begitu saya pamit undur diri," "Tunggu.." sontaknya berhasil membuat langkah Thea terhenti. Sambil menghela nafas berat juga menggigit bibir bawah, gadis itu berbalik kembali pada posisi semula hanya demi menunggu perintah lain yang belum Nathan lontarkan. "Kamu sudah bisa berkumpul dengan karyawan departemen perencana. Meja kerjamu ada di barisan paling depan di pojok kan
"Buku paket." tegas Thea tanpa menoleh. "Ha? Buku paket apaan?" sahut Manda masih belum bisa menuntaskan rasa penasarannya, Apalagi yang didapat bukanlah sebuah penjelasan, gadis itu hanya diam perlahan mengangkat map coklat hingga menunjukkan sampul tertulis judul berkas. "Aturan kontrak? tebel amat!" "Ya gimana lagi! Pamanmu banyak maunya. Suruh hafal ratusan aturan ini dalam 3 hari----pantesan karyawan lain bilang, kalo sebelumnya asisten pribadi bakal diganti sebulan sekali." "Karena sekarang aku ngerasain posisi itu, aku jadi tau alasannya!" gerutu Thea masih sibuk mengamati tulisan yang tertera dengan raut kesal.