"Cukup!" tegas Nathan menghentikan ocehan gadis itu,
Sedikit merasa muak setelah mendengar jawaban tak sesuai harapan, dengan cepat tangannya beraluh membuka salah satu rak meja demi mengambil sebuah ipad. Segera disodorkan ke hadapan Thea,
"Di dalam sini ada banyak file tentang rencana perjalanan, pertemuan dan beberapa catatan rapat tahun lalu."
"Sekarang kamu siapkan kertas dan bolpoin, pilih 5 file lalu buat salinannya masing masing file 5 salinan."
"T-tulis? semua yang tadi Bapak bilang, harus ditulis?" gumam Thea dengan raut terkejut,
Setelah berkhayal mendapat beban tugas penuh hormat seperti pertunjukan dalam film, dia justru melaksanakan tugas remeh yang bahkan mampu dikerjakan oleh seorang bocah kecil.
"Iya. Apa kamu tidak bisa menulis?" lugasnya dingin,
"B-bisa!"
"Lalu tunggu apalagi? Cepat kerjakan."
"Saya ga bawa alat tulis." gumam Thea lirih sebelum menggigit bibir bawah,
"Tidak bawa alat tulis?"
"Ng…" Menggelengkan kepala dengan raut penuh penyesalan,
"Hhh. Ambil di rak sana dan cepat kerjakan. Dalam waktu dua jam harus selesai semua,"
"Dua jam?!" celetuk Thea membulatkan mata,
"Tapi, tugasnya terlalu banyak--"
"Saya tambah 1 file. Tidak ada tawar menawar, jangan buat saya mengulang!" ketus Nathan telah membulatkan tekad,
"B-baiklah…"
Dengan raut pasrah,Thea meraih benda yang ada di atas meja lalu berbalik dan melangkah ke arah rak yang ada di sudut ruangan. Mengambil satu buku juga satu buah bolpoin sebagai senjata yang akan menemaninya menumpas tugas,
Menempati sofa kosong di dalam ruangan lalu bergegas membaca satu persatu file yang ada di dalam benda milik Nathan.
"Aduh. Banyak banget!"
"Dari 100 file aku harus pilih 6 file, gimana caranya? ya kali aku baca satu satu."
"Apa aku pilih acak aja?"
"File ini isinya ada 10.000 kata! kalo misalkan 6 file disalin 5 kali berarti 30. Terus di kali jumlah kata,"
"Hah. Masa dalam waktu 2 jam aku harus nulis 300.000 kata!"
"Ini banyak banget woy!" gumam Thea lirih,
Sorot matanya tidak sengaja melirik ke arah laki laki yang tengah beranjak dari tempat duduk. "B-bapak mau kemana?"
"Ada rapat bulanan. Kamu diam saja disini, dan cepat selesaikan itu."
"Kalau saya kembali dan tulisannya belum selesai. Siap siap mendapat tambahan lagi," tegas Nathan,bergegas melangkah keluar ruangan.
"Aaa!" teriak Thea menghentakkan kaki dan tangannya ke arah sofa.
"Hng…."
"Dasar sialan! kalo tadi aku ga bentak pasti ga bakal disuruh nulis ginian!"
"Bodoh banget sih!" seru Thea memukuli kepalanya dengan sebuah bolpoin,
Gadis itu mengepalkan kedua tangan berusaha meredam amarahnya, merasa sedikit kesal mengingat kejadian tadi.
"Tapi bukannya ini keterlaluan! Dia kan tau kalo aku masih pemula,"
"Masa udah dihukum sampe kayak gini!" guman Thea memasang muka masam,
"........"
"Tapi aku juga sih yang salah…"
"Pak Nathan pasti juga marah gara gara dibentak sama karyawan baru," timpal gadis itu, menyadari kesalahan yang telah diperbuat.
"Oke! udah ga ada waktu buat ngeluh. Semua ini, harus cepat diselesaikan!" mulai memilih 6 file secara acak segera menulis dengan kecepatan penuh.
Namun tanpa sengaja semangat tadi memadam berkat rasa nyeri yang tiba tiba menyerang, "Aduh, baru aja nulis 5 baris tapi jariku udah sakit banget."
"Gimana mau nulis tiga ratus ribu kata." cicit Thea memperlambat gerakan jari,
Sorot matanya dengan sigap menatap setiap kalimat yang tertera pada layar gadget, sedangkan tangannya bergerak menulis kalimat tadi. "Ayo Thea! Kamu pasti bisa! Tahan rasa sakit ini."
*******Setelah waktu berlalu, akhirnya rapat berhasil diselesaikan dengan lancar. Semua karyawan mulai meninggalkan ruangan, begitu pula dengan Nathan yang kini tengah berjalan masuk kembali ke dalam ruang kerjanya,
Tanpa sadar menatap ke sudut lain dan mendapati gadis sedang menyandarkan kepala di atas meja dalam keadaan kedua mata terpejam.
Sigap melangkah maju dan semakin dekat,
Tok..
Tok..Tok..Diketuknya meja yang terbuat dari kaca dengan sangat keras, namun tak menghasilkan apapun. Gadis itu masih terlelap tak merespon
Brak!
"Hng?!" sentak gadis itu merasa terkejut, berkat suara yang berasal dari depakan telapak Nathan.
Bergegas membenarkan posisi duduk sambil mendongak ke arah sosok tinggi yang berdiri di depannya. "P-pak Nathan,"
"Ini! Saya udah selesai nulis," seru Thea, meraih sebuah buku sambil menyodorkan ke hadapan pria tadi.
Sedikit tak acuh menatap ambang buku yang ada di depannya. Sekilas mengamati tulisan di atas kertas lalu kembali mengalihkan pandangan ke arah Thea,
"Kamu ambil semua berkas yang ada di meja saya." tegasnya menyodorkan jari telunjuk ke arah samping.
"Baik pak!" Tersenyum cerah, dengan sigap mengambil dan membawa semua berkas ke hadapan Nathan.
"Sini bukunya-"
"Cek semua isi berkas itu, lingkari setiap kesalahan. Waktunya sampai istirahat makan siang, dan harus selesai. Tidak boleh terlambat sedetikpun,"
"A-apa pak?" gumam Thea tertegun, berusaha mencerna setiap ucapan yang baru saja didengar.
"Baca setiap kata kata yang ada di dalam berkas, setelah itu lingkari setiap kata tidak baku atau penggunaan tulisan yang salah." seru Nathan menjelaskan dengan pelan dan lebih terinci.
"Baik siap. Akan saya kerjakan sekarang,"
"Lain kali jangan buat saya mengulangi perintah." ketus Nathan berbalik segera menempati kursi kerjanya.
"Huft sabar, ini ujian!" cicit Thea lirih,
Meletakkan semua berkas ke atas meja. Gadis itu membenarkan posisi duduk lalu bergegas meraih satu berkas yang ada di tumpukan paling atas,
"Kayaknya ini ada 10 file."
"Semoga bisa kelar! waktunya cukup banyak." gerutu Thea dalam hati,
Dengan cermat membaca satu persatu lembar kertas, dan melingkari beberapa kata kata yang salah dalam penulisan.
1 jam kemudian.
"Ng, capek juga! mataku panas banget." pikir gadis itu, berulang kali mengusap kelopak matanya.
"Lama juga ya. Ini udah satu jam tapi aku masih megang berkas ke tiga,"
Thea melirik ke arah benda penunjuk waktu yang tersemat di dinding ruangan, dan berusaha mempercepat sorot matanya untuk membaca.
"Banyak kosa kata yang ga aku ngerti." gerutu Thea lirih.
"Sudah selesai?" celetuk Nathan
Gadis itu reflek menoleh ke arah suara yang cukup mengejutkannya. Thea menatap laki laki itu dengan mulut menganga.
"Hah? i-ini masih ada 7 file lagi." seru Thea mengangkat satu berkas yang tengah ia baca.
Nathan tengah berdiri di depan gadis itu, memasang wajah datar. Dia terlihat tengah menenteng sebuah tas kotak berwarna hitam.
"B-bapak mau keluar?"
"Iya, ada klien yang harus saya temui."
"Jaga ruangan sampai saya kembali, jangan biarkan ada satu benda yang berpindah tempat." tegas Nathan berbalik dan melangkah pergi,
Gadis itu masih menatapi punggung lebar Nathan yang semakin menjauh dari pandangannya.
"Maksudnya, jangan sampai ada yang berpindah tempat?"
"Oh. Kayaknya Pak Nathan ga mau ada orang yang megang barang barangnya," seru Thea mengangguk paham.
Melanjutkan membaca berkas tadi,lalu tanpa sengaja melirik ke arah gadget yang masih ada di atas meja.
"Lah terus ini. Termasuk mindahin barang atau ngga?" mengangkat benda itu,
"Tapi kan, dia sendiri yang nyuruh. Jadi bukan salahku dong, kalo ini berpindah tempat." sanggah Thea,
Diletakkan kembali benda itu dan segera lanjut memahami kalimat dalam berkas tadi.
*****Pukul 18.00Langkah kaki baru saja melewati pembatas lift yang telah terbuka dan telah membawa gadis itu ke lantai tempat tinggalnya sekarang. Segera menyusuri lorong yang cukup sepi, namun merasa lega karena tidak harus berpapasan dengan banyak orang.
Sudah cukup berinteraksi dengan ratusan karyawan, itu membuat Thea sedikit merasa muak jika harus melakukan hal yang sama.
"Aduh. Jariku rasanya mau patah,"
"Badan pegel semua!" gerutu Thea,berdecak kesal.
___________
FlashbackWaktu berlalu, dengan cermat dia menorehkan sebuah lingkaran di atas kertas yang telah dibaca. Tiba tiba pintu terbuka, dengan sigap Thea menoleh dan mendapati pria tengah berjalan masuk ke dalam lalu berjalan ke arah kursi."Bawa sini semua berkasnya." tegas Nathan memasang muka datar,
"Bentar bentar! tinggal 2 baris lagi. Saya baca dulu," seru Thea mengeraskan suara,
"Sudah, ini--" bergegas beranjak sambil mengangkat tumpukan berkas, dibawanya dan diletakkan ke atas meja.
Plak.
Sebuah buku terlempar ke arah gadis itu, "Saya nyuruh kamu buat salin semua isi file, dan harus sesuai dengan setiap huruf yang tertulis di sana."
"Bukannya kamu singkat dengan menghilangkan beberapa paragraf.." ketusnya
Deg.
Gadis itu terbelalak,sangat terkejut mendengar ucapan Nathan. Bagaimana bisa laki laki itu mengetahui kesalahan yang Thea perbuat.
"Hh? k-kok bisa tahu kalo aku singkat!"
"Kirain dia cuma mau ngasih hukuman ga jelas buat balas dendam. Mankanya aku singkat,"
"Ternyata beneran di baca semua? sampe hafal gitu kalo ada paragraf yang ga aku tulis." gumam Thea dalam hati,
"Setelah istirahat makan siang, kamu tulis ulang isi file ini."
"Ha? t-tulis lagi?" celetuk Thea membulatkan kedua mata.
"Apa saya harus mengulang?" ketus Nathan dengan wajah sinis.
"E-enggak Pak! Saya sudah paham."
***Bersambung."Sepertinya kemampuanmu sangat buruk. Saya kasih tambahan waktu, 3 jam harus selesai." ucap Nathan memalingkan muka,dan meraih berkas yang tadi gadis itu kerjakan. 3 jam kemudian. "Ehrg. Jariku sakit banget!" gerutu Thea, Berulang kali menjambak rambutnya untuk melupakan rasa sakit yang ia rasa. "Hhh, sampe mual lihat tulisan ini..Bosen woy, capek juga!" teriak gadis itu dalam hati, Tap. Ditaruhnya bolpoin tadi lalu Thea beranjak dari atas lantai,membawa buku itu dan disodorkan ke hadapan Nathan. "Ini Pak, sudah selesai.." Laki laki itu melirik sekilas ke arah tulisan yang ada di atas kertas. "Nanti malam latihan menulis, perbaiki gaya tulisannya. Ini terlalu jelek dan membuat sakit mata saya." ketus Nathan "Sial! mataku juga sakit.." celetuk Thea dalam hati, Mengepalkan kedua tangannya dengan erat,berusaha menahan emosi karena perkataan laki laki itu. "Ambil dan pelajari buku pedoman tul
"......" detiknya berlalu karena membisu, Thea terdiam sambil berulang kali membuka tutup telapak tangan kanan yang terasa nyeri. Seakan tengah berusaha memberi relaksasi bagi kelima jarinya, Ini pertama kali dia merasa begitu letih, mungkin wajar karena pengalaman pertama. Perlahan pandangannya beralih pada gadis yang masih setia memeluk selimut tebal, "Man. Ayo bangun! aku udah siap berangkat," ucap Thea mengeraskan suara. "Ng.." "Iya iya, ini aku bangun." gumam Manda perlahan membuka mata seraya menatap gadis di depannya dengan tatapan kosong. "Ayo!" seru Thea sekali lagi demi mempersi
"Menurutku dia bukan gadis kompeten. Aku yakin dia masuk kesini dengan cara licik!" timpal suara gadis lain yang tak lagi asing di telinga Thea. Suara nyaring yang kemarin berhadapan dan sosok yang berhasil dihindari pagi tadi, "Ini suara wanita yang kemarin bawain kopi!" "Berarti--mereka beneran lagi gosipin aku?" benak Thea menggigit bibir bawah, semakin mendekatkan telinga pada pembatas demi memperlancar tujuannya sekarang. Menguping bukanlah hal baik tentu semua orang tahu akan hal itu, namun bagaimana lagi? Mendengar sesuatu tentang diri sendiri bukanlah suatu kejahatan. Jadi Thea tak merasa menyesal meski harus melakukan hal secara diam-diam, "Licik--apa maksudmu?" tanya Mia mengerutkan alis,
"Aduh, gila banget nih orang!" gumam Thea lirih, Kenapa dia selalu bertemu pria tidak waras atau memang seluruh dunia ini dipenuhi wajah tampan tanpa akal? Demi mempertahankan posisi, Thea harus segera pergi dan cara yang tersisa hanyalah kekerasan. Tak mau berpikir ulang, ditancapkannya kedua gigi taring pada pergelangan tangan yang masih mencengkram erat. "Aw.." rintihnya, reflek melepas tangan dan membiarkan Thea lari menjauh. Secepat mungkin memasuki lift, hanya saja karena keberuntungan yang telah berpaling. Gadis itu harus terjebak di tengah karyawan yang tengah aktif memanfaatkan waktu pada jam makan siang, Bersama dengan lima karyawan lain yang tentu saja lebih dulu datang, mau tidak mau dia harus sabar menunggu untuk bisa pergi pada lantai yang dituju. "Kak Mia, sudah makan siang?" sontak salah satu karyawan asing, Seketika membuat perhatian Thea beralih karena mendengar nama tad
"Sudah sampai mana?" "Ha?" sontak Thea merasa bingung dengan respon laki laki itu. Kenapa masih harus ada pertanyaan di ujung penantian, apakah tidak bisa membiarkannya tenang tanpa harus berpikir keras. "Aturan tadi. Kamu sudah hafal sampai mana?" "Oh. Saya sudah hafal sampe aturan ke 45," "Bawa pulang dan pelajari di rumah, dalam 3 hari kamu harus hafal semua aturan. Tapi mulai besok kamu sudah harus ikut kemanapun saya pergi---siap siaga selama 24 jam." ujar Nathan, "Baik Pak, nanti saya akan lanjut membaca dan menghafal sampe selesai! Kalo begitu saya pamit undur diri," "Tunggu.." sontaknya berhasil membuat langkah Thea terhenti. Sambil menghela nafas berat juga menggigit bibir bawah, gadis itu berbalik kembali pada posisi semula hanya demi menunggu perintah lain yang belum Nathan lontarkan. "Kamu sudah bisa berkumpul dengan karyawan departemen perencana. Meja kerjamu ada di barisan paling depan di pojok kan
"Buku paket." tegas Thea tanpa menoleh. "Ha? Buku paket apaan?" sahut Manda masih belum bisa menuntaskan rasa penasarannya, Apalagi yang didapat bukanlah sebuah penjelasan, gadis itu hanya diam perlahan mengangkat map coklat hingga menunjukkan sampul tertulis judul berkas. "Aturan kontrak? tebel amat!" "Ya gimana lagi! Pamanmu banyak maunya. Suruh hafal ratusan aturan ini dalam 3 hari----pantesan karyawan lain bilang, kalo sebelumnya asisten pribadi bakal diganti sebulan sekali." "Karena sekarang aku ngerasain posisi itu, aku jadi tau alasannya!" gerutu Thea masih sibuk mengamati tulisan yang tertera dengan raut kesal.
Sebuah pertanyaan terlontar dari salah satu karyawan yang masih penasaran menatap keberadaan wanita di depan meja Thea. Terlebih lagi dengan kalimat yang mengundang tanya bagi semua orang, "Oh, tidak ada! aku hanya memberi satu kaleng minuman soda, dan mengatakan kepadanya untuk tidak mendengar semua ocehan buruk yang karyawan lain katakan." ucap Lisa tersenyum ramah, berusaha menjadi pemeran baik di hadapan mereka. Dengan lihai menyembunyikan tawa licik yang menggema dalam benak karena berhasil menambah kericuhan, setidaknya ini semua pantas Thea dapat karena telah berani mengusik orang yang salah. "Hh, kau akan kewalahan menghadapi mereka. Suruh siapa kau berani merebut posisi ini---jabatan ini tidak pantas untukmu!" gumamnya dalam hati,
Derita sama terulang, seperti hari sebelumnya meski telah bekerja selama tiga hari di setiap akhir waktu Thea selalu selalu kembali dengan raut lesu bahkan langkah kakinya melemah bagai wanita tua yang berjalan lambat sambil menunduk. Entah kenapa dia masih sangat sulit untuk beradaptasi dengan dunia kerja yang selalu membuatnya tersiksa. Bos angkuh, cibiran rekan kerja, dan sekarang ditambah rumor buruk. Apapun itu setidaknya sekarang dia mampu menghela nafas lega karena telah sampai ke tempat tinggalnya. Dengan tatapan kosong Thea berjalan melewati lorong, Sekilas merenungi nasib yang berubah sejak beberapa hari terakhir, padahal dulu dia adalah nona muda kaya yang selalu menjalani kehidupan tenang dan menyelesaikan semua masalah dengan uang. &nb