Share

Bab 2. Mengubah Takdir

Dewa Pengatur Nasib menatap iba pada Panglima Tiang Feng yang berusaha berontak, tapi sia-sia. Di akhirat, siapapun akan kehilangan segala kesaktian. Panglima yang dulu membawahi seratus ribu pasukan langit itu harus diseret paksa oleh pengawal akhirat, menjalani hukumannya, merasakan seribu kali derita cinta.

“Maafkan atas kelancangan roh penasaran itu, Dewa Pengatur Nasib!” Raja Akhirat menjura memberi hormat karena merasa tak enak, seorang Dewa utusan langit baru saja mendapatkan makian di tempatnya.

Dewa pangatur nasib mengangkat tangannya memberi tanda kalau dia sama sekali tak masalah dengan apa yang baru saja terjadi.

“Tak perlu sungkan. Bagaimanapun, dia dulu adalah seorang pejabat yang setara denganku. Nasibnya saja buruk, hingga harus mendapat hukuman yang berat.”

Raja akhirat mengangkat kepalanya, berjalan mendekati Dewa Pengatur Nasib yang mengelus-elus jenggotnya menyayangkan apa yang terjadi pada Panglima Tiang Feng.

“Apakah nasib bisa diubah, wahai Dewa Pengatur Nasib?” tanya Raja Akhirat penasaran.

Dewa Pengatur Nasib menoleh ke arah Raja Akhirat, dia sedikit kaget dengan pertanyaan dari penguasa akhirat itu, entah apa yang membuat makhluk berwajah hitam menyeramkan itu tertarik membahas tentang nasib.

“Wahai Raja Akhirat, nasib seseorang ditulis jauh sebelum seseorang itu dilahirkan, bagaimana umurnya, rezekinya, jodoh dan matinya. Semua sudah tertulis jelas. Alam akan membimbingnya untuk menjalani takdir yang akan dia jalani. Semua itu ditulis berdasar amal atau perbuatannya di kehidupan sebelumnya, juga oleh pahala-pahala yang dikumpulkan kedua orang tua dan leluhurnya. Hal itulah yang menjadi acuan seseorang bernasib baik atau buruk.”

“Lantas, apakah nasib itu bisa diubah?” Raja Akhirat kembali mengulang pertanyaannya.

Dewa Pengatur Nasib kembali menatap heran pada penguasa akhirat itu. Dia kembali mengelus-elus jenggotnya, ragu untuk memberi penjelasan.

“Tak perlu dijawab, bila Dewa Pengatur Nasib memang tak berkenan!” saut Raja Akhirat melihat ada gurat keraguan di wajah Dewa Pengatur Nasib.

“Ha ha ha….” Dewa Pengatur Nasib tertawa tergelak. “Mana berani aku,” ucap Dewa Pengatur Nasib sambil menepuk-nepuk pundak Raja Akhirat.

“Bila Dewa Pengatur Nasib memang berkenan, mari kita bicara di tempat lain yang lebih nyaman. Banyak hal ingin aku tanyakan.”

“Tentu saja, mari!” jawab Dewa Pengatur Nasib.

Raja Akhirat kemudian berjalan lebih dulu sambil mempersilakan Dewa Pengatur Nasib mengikutinya. Raja Akhirat dan Dewa Pengatur Nasib terus berjalan, melewati beberapa tempat. Selama perjalanan, terdengar jerit roh roh yang disiksa, oleh petugas akhirat karena dosa-dosa mereka semasa hidup. Wajah roh roh itu beraneka rupa, dan semuanya tampak begitu mengerikan. Ada yang lidahnya terus menjulur keluar, matanya juling, hingga ada yang wajahnya penuh dengan luka dan darah yang terus merembes keluar. Roh roh itu dicambuk dan diseret paksa menuju neraka sesuai dengan kadar dosa yang di lakukan semasa hidup sebelum nanti dilahirkan kembali menjadi binatang atau orang-orang bernasib malang.

Meski dia adalah seorang dewa utusan langit, melihat pemandangan dan jerit memilukan itu, Dewa Pengatur Nasib merasa jeri juga. Wajahnya yang putih makin terlihat pucat. Dia tak berani berjalan jauh-jauh dari Raja Akhirat. Dia juga kembali teringat pada Panglima Tiang Feng yang dulunya seorang panglima langit juga berakhir di tempat yang mengerikan ini. Bukan tidak mungkin, bila suatu saat dia melakukan kesalahan, dia bisa mengalami hal yang sama bahkan lebih parah dari panglima.

“Hiii….” Dewa Pengatur Nasib bergidik ngeri dan berjalan cepat menjajari langkah Raja Akhirat.

Tak lama berselang, mereka sampai di sebuah ruangan dengan warna cat yang sudah memudar dan cahaya redup yang menerangi. Tempat yang terlihat suram tapi jauh lebih baik dari tempat-tempat yang tadi dia lewati. Dewa Pengatur Nasib tersenyum lega melihatnya.

Krieekkk

Raja Akhirat mendorong pintu ruangan itu, lalu mempersilahkan Dewa Pengatur Nasib untuk masuk.

“Maaf, tak ada tempat yang lebih baik dari ini, silakan!” Raja Akhirat menunduk hormat mempersilakan Dewa Pengatur Nasib untuk masuk.

Dewa Pengatur Nasib melangkah masuk ruangan sambil menyapu pandang seluruh ruangan. Catnya sudah pudar, cahaya tak terlalu terang mirip sebuah tempat tak terurus. Ada sebuah meja bundar dari beton yang di atasnya ada teko dan beberapa cangkir dan empat buah kursi di sekelilingnya.

“Mari, silakan….” Raja Akhirat mempersilakan Dewa Pengatur Nasib untuk duduk.

“Sekali lagi mohon maaf, ini adalah tempat terbaik di akhirat untuk menjamu tamu,” kata Raja Akhirat, menuangkan minuman saat Dewa Pengatur Nasib sudah duduk.

Dewa Pengatur Nasib terus mengamati sekeliling, tempat yang katanya terbaik di akhirat benar-benar buruk. Lebih mirip bangunan tua yang lama kosong dari pada ruang tamu. Dia benar-benar heran bagaimana Raja Akhirat bisa betah tinggal di tempat seperti ini. Selain suram, jerit dan tangis memilukan selalu terdengar setiap saat.

“Silakan, tehnya ….” tawar Raja akhirat.

“Tak perlu repot,” jawab Dewa Pengatur Nasib.

“Bila berkenan, sudikah Dewa menjawab pertanyaan hamba tadi, apakah nasib bisa diubah?” Raja Akhirat kembali bertanya.

“Hmmm,” Dewa Pengatur Nasib meniup napas panjang, berdiam beberapa saat baru kemudian menjawab pertanyaan dari penguasa akhirat itu. “Ada takdir yang yang memang tak bisa berubah dan ada yang bisa ….”

“Apa artinya itu?” saut Raja Akhirat alisnya terangkat. Air mukanya berubah cerah. Dia begitu antusias mendengar penuturan Dewa Pengatur Nasib.

“Seseorang takkan bisa mengubah dia lahir dari siapa, lelaki atau perempuan, umurnya di dunia dan hal hal seperti itu. Adapun tentang perjalanan hidupnya, itu bisa berubah tergantung usaha orang itu selama hidup di dunia,” terang Dewa Pengatur Nasib sambil meniup-niup teh, dan meminumnya perlahan.

“Hmm, aku benar-benar tak menyangka, ada teh senikmat ini di akhirat!” puji Dewa Pengatur Nasib menikmati secangkir teh yang disuguhkan.

“Teh itu tumbuh di lembah penyiksaan, dengan abu roh roh penasaran yang lebur di neraka sebagai pupuknya.”

“Glek!” Dewa Pengatur Nasib langsung tersedak kaget, buru-buru dia menaruh kembali teh yang tadi begitu dia nikmati. Dia sama sekali tak menyangka kalau minuman itu berasal dari saripati roh-roh penasaran.

“Tolong jelaskan lebih rinci, hamba masih belum mengerti?” tanya Raja Akhirat penasaran.

“Alam dan semesta akan menuntun seseorang menjalani takdirnya. Seseorang yang ditakdir miskin, dia akan mengalami hal-hal sial yang selalu merugikan. Alam dan semesta, akan menciptakan kondisi itu terus menerus, hujan, gagal panen dan situasi-situasi seperti itu. Tapi, bila tidak putus asa dan terus berusaha dan berdoa, takdirnya miskin bisa berubah. Begitu juga orang yang ditakdirkan jahat, lingkungan akan membuatnya semakin jahat, tapi kalau seseorang itu bisa mendapati kembali nuraninya, dia bisa menjadi baik dan terputus dari jerat nasib buruk yang harus dia jalani.”

Raja akhirat manggut-manggut mulai mengerti apa yang dijelaskan Dewa Pengatur Nasib, bahwa jerat nasib buruk itu sejatinya bisa diubah.

“Bagaimana dengan nasib buruk, Panglima Tiang Feng?” saut  Raja Akhirat kembali bertanya.

Alis Dewa Pengatur Nasib terangkat, dia sedikit kaget dengan pertanyaan Raja Akhirat tentang Panglima Tiang Feng. Dewa yang secara khusus ditugaskan oleh Kaisar langit itu mencoba menebak-nebak, dan menyelami apa yang sebenarnya ada dalam benak Raja Akhirat, sang penguasa alam bawah tanah yang tak punya perasaan, tegas dan sadis, tapi tiba-tiba tertarik dengan nasib buruk Panglima Tiang Feng.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status