Dewa Pengatur Nasib menatap iba pada Panglima Tiang Feng yang berusaha berontak, tapi sia-sia. Di akhirat, siapapun akan kehilangan segala kesaktian. Panglima yang dulu membawahi seratus ribu pasukan langit itu harus diseret paksa oleh pengawal akhirat, menjalani hukumannya, merasakan seribu kali derita cinta.
“Maafkan atas kelancangan roh penasaran itu, Dewa Pengatur Nasib!” Raja Akhirat menjura memberi hormat karena merasa tak enak, seorang Dewa utusan langit baru saja mendapatkan makian di tempatnya.
Dewa pangatur nasib mengangkat tangannya memberi tanda kalau dia sama sekali tak masalah dengan apa yang baru saja terjadi.
“Tak perlu sungkan. Bagaimanapun, dia dulu adalah seorang pejabat yang setara denganku. Nasibnya saja buruk, hingga harus mendapat hukuman yang berat.”
Raja akhirat mengangkat kepalanya, berjalan mendekati Dewa Pengatur Nasib yang mengelus-elus jenggotnya menyayangkan apa yang terjadi pada Panglima Tiang Feng.
“Apakah nasib bisa diubah, wahai Dewa Pengatur Nasib?” tanya Raja Akhirat penasaran.
Dewa Pengatur Nasib menoleh ke arah Raja Akhirat, dia sedikit kaget dengan pertanyaan dari penguasa akhirat itu, entah apa yang membuat makhluk berwajah hitam menyeramkan itu tertarik membahas tentang nasib.
“Wahai Raja Akhirat, nasib seseorang ditulis jauh sebelum seseorang itu dilahirkan, bagaimana umurnya, rezekinya, jodoh dan matinya. Semua sudah tertulis jelas. Alam akan membimbingnya untuk menjalani takdir yang akan dia jalani. Semua itu ditulis berdasar amal atau perbuatannya di kehidupan sebelumnya, juga oleh pahala-pahala yang dikumpulkan kedua orang tua dan leluhurnya. Hal itulah yang menjadi acuan seseorang bernasib baik atau buruk.”
“Lantas, apakah nasib itu bisa diubah?” Raja Akhirat kembali mengulang pertanyaannya.
Dewa Pengatur Nasib kembali menatap heran pada penguasa akhirat itu. Dia kembali mengelus-elus jenggotnya, ragu untuk memberi penjelasan.
“Tak perlu dijawab, bila Dewa Pengatur Nasib memang tak berkenan!” saut Raja Akhirat melihat ada gurat keraguan di wajah Dewa Pengatur Nasib.
“Ha ha ha….” Dewa Pengatur Nasib tertawa tergelak. “Mana berani aku,” ucap Dewa Pengatur Nasib sambil menepuk-nepuk pundak Raja Akhirat.
“Bila Dewa Pengatur Nasib memang berkenan, mari kita bicara di tempat lain yang lebih nyaman. Banyak hal ingin aku tanyakan.”
“Tentu saja, mari!” jawab Dewa Pengatur Nasib.
Raja Akhirat kemudian berjalan lebih dulu sambil mempersilakan Dewa Pengatur Nasib mengikutinya. Raja Akhirat dan Dewa Pengatur Nasib terus berjalan, melewati beberapa tempat. Selama perjalanan, terdengar jerit roh roh yang disiksa, oleh petugas akhirat karena dosa-dosa mereka semasa hidup. Wajah roh roh itu beraneka rupa, dan semuanya tampak begitu mengerikan. Ada yang lidahnya terus menjulur keluar, matanya juling, hingga ada yang wajahnya penuh dengan luka dan darah yang terus merembes keluar. Roh roh itu dicambuk dan diseret paksa menuju neraka sesuai dengan kadar dosa yang di lakukan semasa hidup sebelum nanti dilahirkan kembali menjadi binatang atau orang-orang bernasib malang.
Meski dia adalah seorang dewa utusan langit, melihat pemandangan dan jerit memilukan itu, Dewa Pengatur Nasib merasa jeri juga. Wajahnya yang putih makin terlihat pucat. Dia tak berani berjalan jauh-jauh dari Raja Akhirat. Dia juga kembali teringat pada Panglima Tiang Feng yang dulunya seorang panglima langit juga berakhir di tempat yang mengerikan ini. Bukan tidak mungkin, bila suatu saat dia melakukan kesalahan, dia bisa mengalami hal yang sama bahkan lebih parah dari panglima.
“Hiii….” Dewa Pengatur Nasib bergidik ngeri dan berjalan cepat menjajari langkah Raja Akhirat.
Tak lama berselang, mereka sampai di sebuah ruangan dengan warna cat yang sudah memudar dan cahaya redup yang menerangi. Tempat yang terlihat suram tapi jauh lebih baik dari tempat-tempat yang tadi dia lewati. Dewa Pengatur Nasib tersenyum lega melihatnya.
Krieekkk
Raja Akhirat mendorong pintu ruangan itu, lalu mempersilahkan Dewa Pengatur Nasib untuk masuk.
“Maaf, tak ada tempat yang lebih baik dari ini, silakan!” Raja Akhirat menunduk hormat mempersilakan Dewa Pengatur Nasib untuk masuk.
Dewa Pengatur Nasib melangkah masuk ruangan sambil menyapu pandang seluruh ruangan. Catnya sudah pudar, cahaya tak terlalu terang mirip sebuah tempat tak terurus. Ada sebuah meja bundar dari beton yang di atasnya ada teko dan beberapa cangkir dan empat buah kursi di sekelilingnya.
“Mari, silakan….” Raja Akhirat mempersilakan Dewa Pengatur Nasib untuk duduk.
“Sekali lagi mohon maaf, ini adalah tempat terbaik di akhirat untuk menjamu tamu,” kata Raja Akhirat, menuangkan minuman saat Dewa Pengatur Nasib sudah duduk.
Dewa Pengatur Nasib terus mengamati sekeliling, tempat yang katanya terbaik di akhirat benar-benar buruk. Lebih mirip bangunan tua yang lama kosong dari pada ruang tamu. Dia benar-benar heran bagaimana Raja Akhirat bisa betah tinggal di tempat seperti ini. Selain suram, jerit dan tangis memilukan selalu terdengar setiap saat.
“Silakan, tehnya ….” tawar Raja akhirat.
“Tak perlu repot,” jawab Dewa Pengatur Nasib.
“Bila berkenan, sudikah Dewa menjawab pertanyaan hamba tadi, apakah nasib bisa diubah?” Raja Akhirat kembali bertanya.
“Hmmm,” Dewa Pengatur Nasib meniup napas panjang, berdiam beberapa saat baru kemudian menjawab pertanyaan dari penguasa akhirat itu. “Ada takdir yang yang memang tak bisa berubah dan ada yang bisa ….”
“Apa artinya itu?” saut Raja Akhirat alisnya terangkat. Air mukanya berubah cerah. Dia begitu antusias mendengar penuturan Dewa Pengatur Nasib.
“Seseorang takkan bisa mengubah dia lahir dari siapa, lelaki atau perempuan, umurnya di dunia dan hal hal seperti itu. Adapun tentang perjalanan hidupnya, itu bisa berubah tergantung usaha orang itu selama hidup di dunia,” terang Dewa Pengatur Nasib sambil meniup-niup teh, dan meminumnya perlahan.
“Hmm, aku benar-benar tak menyangka, ada teh senikmat ini di akhirat!” puji Dewa Pengatur Nasib menikmati secangkir teh yang disuguhkan.
“Teh itu tumbuh di lembah penyiksaan, dengan abu roh roh penasaran yang lebur di neraka sebagai pupuknya.”
“Glek!” Dewa Pengatur Nasib langsung tersedak kaget, buru-buru dia menaruh kembali teh yang tadi begitu dia nikmati. Dia sama sekali tak menyangka kalau minuman itu berasal dari saripati roh-roh penasaran.
“Tolong jelaskan lebih rinci, hamba masih belum mengerti?” tanya Raja Akhirat penasaran.
“Alam dan semesta akan menuntun seseorang menjalani takdirnya. Seseorang yang ditakdir miskin, dia akan mengalami hal-hal sial yang selalu merugikan. Alam dan semesta, akan menciptakan kondisi itu terus menerus, hujan, gagal panen dan situasi-situasi seperti itu. Tapi, bila tidak putus asa dan terus berusaha dan berdoa, takdirnya miskin bisa berubah. Begitu juga orang yang ditakdirkan jahat, lingkungan akan membuatnya semakin jahat, tapi kalau seseorang itu bisa mendapati kembali nuraninya, dia bisa menjadi baik dan terputus dari jerat nasib buruk yang harus dia jalani.”
Raja akhirat manggut-manggut mulai mengerti apa yang dijelaskan Dewa Pengatur Nasib, bahwa jerat nasib buruk itu sejatinya bisa diubah.
“Bagaimana dengan nasib buruk, Panglima Tiang Feng?” saut Raja Akhirat kembali bertanya.
Alis Dewa Pengatur Nasib terangkat, dia sedikit kaget dengan pertanyaan Raja Akhirat tentang Panglima Tiang Feng. Dewa yang secara khusus ditugaskan oleh Kaisar langit itu mencoba menebak-nebak, dan menyelami apa yang sebenarnya ada dalam benak Raja Akhirat, sang penguasa alam bawah tanah yang tak punya perasaan, tegas dan sadis, tapi tiba-tiba tertarik dengan nasib buruk Panglima Tiang Feng.
“Lepaskan Aku! Aku tak mau bereinkarnasi lagi, lempar saja aku ke neraka!” jerit roh Panglima Tiang Feng terus meronta-ronta berusaha melepaskan diri dari cengkraman pengawal akhirat yang menyeratnya menuju gerbang reinkarnasi.Dua orang pengawal yang menyeretnya pun sebenarnya sudah mulai kewalahan menghadapi tingkah polah dari roh yang dulunya seorang dewa yang membawahi seratus ribu pasukan itu. Selama ini, roh roh yang mereka bawa ke gerbang reinkarnasi tak ada yang bersikap seperti roh Panglima Tiang Feng. Roh roh biasanya akan menurut, menunduk dan mengikuti semua apa yang di perintahkan petugas akhirat. Membawa roh Panglima Tiang Feng benar-benar menguras energi mereka.“Tiang Feng! Percuma saja kau melawan! Kau bukan Panglima langit lagi, sekarang!” hardik Pengawal akhirat kesal. Wajahnya sampai memerah menahan amarah.“Huaa!” jerit roh Panglima Tiang Feng berontak melepaskan diri dari cengkraman kedua Pengawal Akhirat.Cengkraman itu terlepas, membuat kedua Pengawal akhirat m
Sepasang suami istri berjalan beriringan di sebuah pasar yang riuh ramai dengan orang-orang yang sibuk menawarkan dagangan atau sedang mencari barang. Sang suami yang berusia kisaran empat puluh tahunan itu dengan sigap menuntun dan melindungi istri yang jauh lebih muda, bahkan separuh dari umurnya, kisaran dua puluh lima tahunan, agar tak tersenggol orang yang berseliweran di pasar. Wanita itu sedang hamil empat bulanan, perutnya terlihat mulai membuncit. Wanita yang jadi istri saudagar kaya itu makin terlihat menarik saat hamil. Wajahnya makin berseri dan tubuhnya makin padat berisi, membuat suaminya makin sayang, terlebih sudah lama sekali dia menantikan kehadiran seorang anak dalam pernikahan mereka.“Kang Mas…. itu penjual dawetnya!” wanita bernama Anjani itu menunjuk ke arah wanita paruh baya yang duduk di depan dawet dagangannya.“Baik Diajeng, biar pengawal saja yang membeli, kita cari tempat berteduh dulu,” ajak Juragan Karta mencari-cari tempat berteduh untuk istrinya.“Parj
Kejadian malam itu membuat Anjani jadi takut pada suaminya sendiri, dia khawatir kalau-kalau suaminya akan kembali lepas kendali dan merudakpaksanya. Begitu juga dengan Juragan Karta, penolakan dari Anjani membuatnya kesal. Dia jadi jarang pulang ke rumah dan lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah dan mulai jarang pulang. Juragan Karta yang biasanya bersikap manis pun mulai dingin pada Anjani, membuat wanita yang sedang hamil empat bulan itu jadi merasa bingung dan serba salah, dia sadar perbuatannya itu menyakiti suaminya, tapi dia juga takut ramalan itu terjadi. Tak mau terus berlarut-larut, Anjani berusaha melawan rasa takutnya, memperbaiki hubungannya dengan sang suami. Dia akan mencari cara untuk memuaskan suaminya tanpa harus bersebadan.“Kakang …. Aku sudah menyiapkan lodeh nangka muda, kesukaan Kakang!” Anjani tersenyum lebar menyambut suaminya sudah beberapa hari tak pulang itu.Pria bertubuh sedikit tambun, dengan kumis melingkar itu melengos mendengar sapaan Anjan
“Hiks…. Hamba hanya orang kecil, kenapa Juragan tega melakukan ini!”Sulastri duduk memeluk lutut di atas tumpukan jerami mengusap air mata, sambil menutupi bagian tubuhnya yang tersingkap, dan menyembul keluar. Pakaiannya sudah sobek sana sini, dikoyak dengan buas oleh Juaragan Karta. Entah mimpi apa dia semalam hingga harus mengalami peristiwa yang begitu mengerikan. Dia tak mampu melawan hingga harus pasrah digagahi oleh Juragan Karta. Dia sadar kalau dia seorang Janda, yang harus merantau ke kota demi menghidupi anak perempuannya di desa, juga demi menghindari niat jahat lelaki hidung belang di desa. Tapi, nyatanya meski sudah merantau ke kota, di tetap saja di mangsa oleh lelaki hidung belang.“Lastri…. Jangan menagis lagi. Maafkan aku, aku benar-benar Khilaf, tadi!” hibur Juragan Karta yang rebah di samping Sulastri. Lelaki bertubuh tambun itu masih bertelanjang dada, dengan peluh yang masih menetes. Dia juga tak percaya sudah melakukan hal yang tercela pada Sulastri.“Hiks…. H
Bab 7. Percakapan Tentang NasibDengan jari telunjuk yang menempel di kening, dan jari-jari lain terlipat ke bawah, Raja Akhirat terus berkonsentarsi mengeluarkan energi agar cermin kehidupan yang menampilkan bayangan kejadian di alam dunia tetap bisa terlihat.“Hiap!” Raja Akhirat melepaskan jari-jari dari kening, menghentikan aliran energi, yang membuat bayangan kejadian di alam dunia menghilang. Dia mengatur nafasnya, dan berjalan mendekati roh Panglima Tiang Feng yang masih terlihat kebingungan.“ Wahai roh Panglima Tiang Feng, Aku sudah bicara dengan Dewa Pengatur nasib tentang kehidupanmu selanjutnya….”“Tak ada yang berbeda, aku akan tetap mati mengenaskan oleh derita cinta,” potong roh Panglima Tiang Feng ketus.“Kauu!” Raja Akhirat menuding roh Panglima Tiang Feng geram. Dia sudah mengambil resiko dan berupaya mengurangi penderitaan Panglima Tiang Feng, tapi malah mendapat sikap ketus seperti ini. “Ah, sudahlah!” Raja Akhirat menghempaskan tangannya ke udara dan berbalik.Ro
“Huek, Huek!” Lastri mengeluarkan semua isi perutnya. Wajahnya pucat, tubuhnya jadi panas dingin. Belakangan indra penciumannya juga jadi lebih sensitif, mencium bau-bauan tertentu, perutnya langsung mual-mual.Mbok Darmi rekan sesama pembatu di rumah juragan Karta, memijit-mijit tengkuk Lastri. Wanita paruh baya itu membantu Lastri agar lebih enakan. Sebagai orang tua yang berpengalaman, dia mulai menduga-duga kalau Lastri sedang hamil muda, ciri-cirinya jelas. Tapi yang membuat Mbok Darmi bingung adalah, bagaimana mungkin Lastri bisa hamil kalau dia adalah seorang janda. Mbok Darmi memberanikan diri bertanya pada Lastri tentang kemungkinan itu, barangkali saja Lastri punya hubungan khusus dengan lelaki dan akhirnya keblabasan. Mungkin dengan Parjo dan Timan, mengingat kedua lelaki itu sering menggoda dan dekat dengan Lastri. Wanita yang sebulan terakhir terjerat hubungan terlarang dengan Juragan Karta itu, membantah. Dia bilang kalau masih rutin garap sari. Mbok Darmi pun membuang
Juragan Karta kaget bukan main, mendengar perkataan Lastri. Dia tak menyangka permainan liarnya dengan Lastri menyebabkan janda sintal itu sampai berbadan dua. Sebulan terakhir, mereka memang sering melakukan pergumulan di setiap ada kesempatan. Tak peduli itu siang atau malam, di banyak tempat. Sangat wajar memang, bila dari sekian benih yang ditanamkan di rahim Lastri, salah satunya ada yang tumbuh.Meski kaget, Juragan Karta berusaha berpikir jernih untuk mencari jalan keluar dan yang paling penting adalah menenangkan Lastri terlebih dahulu, dia tak mau Lastri kembali nekat dan punya niat mengakhiri hidupnya. Dan saat melihat Lastri lengah, Juragan Karta bergerak cepat menangkap tangan Lastri yang memegang sabit, mencengkram janda muda itu, berusaha menjatuhkan sabit di tangan Lastri.Srat! “Lepaskan, lepaskan!” Lastri meronta seperti orang kalap berusaha melepaskan diri, tapi dia kalah kuat hingga sabit itu terlepas dari tangannya. Lastri meronta membuat Juragan Karta kewalahan h
Terdengar langkah kaki menuju dapur, membuat Lastri dan Parjo dengan cepat melirik ke luar secara bersamaan. Dari jauh, terlihat Mbok Darmi datang memondong beberapa kayu bakar kering. Lastri dan Parjo mulai menjaga sikap dan terlihat biasa-biasa saja. Parjo lalu berjalan mendekati Lastri dan berbisik pelan, sambil menepuk-nepuk pundak janda tiga puluhan tahun itu.“Kau pikir-pikir saja, dulu. Jangan coba mengadu pada Juragan Karta, atau aku langsung melapor pada Ndoro Putri!” bisik Parjo penuh ancaman, bergegas pergi meninggalkan dapur.Lastri terdiam tak bisa menjawab, dia meremas-remas ujung jariknya bingung harus bagaimana.“Jo, sebentar lagi sayur lodehnya matang, apa kau tak mau menunggu?” sapa Mbok Darmi saat berpapasan dengan Parjo di pintu keluar.“Nanti saja, Mbok. Saya mau ngarit dulu,” jawab Parjo tersenyum sambil melirik nakal ke arah Lastri yang masih gugup terdiam.“Ha ha, tumben-tumbenan.”Mbok Darmi melangkah masuk ke dapur memondong kayu kering, melemparkannya ke sam