Fajar telah menyingsing menandakan malam telah berlalu, bulan telah kembali ke peradunya. Ada namun tak terlihat, begitulah kira-kira. Sang raja siang menyembunyikan dewi malam karena ingin sang dewi beristirahat sejenak usai menghibur lara yang dialami manusia saat malam tiba. Lara milik Green, salah satunya. Green baru bisa terlelap upukul 05.00 pagi, tidak ada yang menemaninya selain sang dewi. Kini, wanita itu masih bergulat dengan selimut merah muda yang membungkus tubuhnya dengan sempurna.
‘Kringgggggggg…,’ suara alarm yang memang di setting pada pukul 06.00 pagi itu adalah pengingat agar Green tak kesiangan, jika biasanya Green akan langsung bangun begitu mendengar suara tersebut, yang terjadi hari ini malah sebaliknya, Green mematikan alarm itu dan melanjutkan tidurnya. Tak ada tanda-tanda ia akan bangun, padahal waktu telah menunjukkan pukul 06.40, seharusnya Green sudah tiba di kampus mengingat kelas akan dimulai pukul 07.00.
‘Dr
Untuk kamu yang pernah terluka di masa lalu Siapa pun dan di mana pun kamu berada, jika saat membaca kata demi kata dalam buku ini sedang merasa tidak baik-baik saja, masih terluka karena sosok yang pernah hadir kemudian pergi tanpa sepatah atau dua patah kata, tidak apa-apa. Berikan jeda pada dirimu untuk kembali menata hati, tidak perlu terlihat seolah baik-baik saja. Nanti, akan ada waktu di mana kamu bisa memaknai segalanya, dan ketika waktu itu datang, kamu akan sadar bahwa bukan dunia yang tak ramah padamu, melainkan kamu yang terlalu terpaku pada setiap luka dan rasa sakit. Hingga kamu lupa betapa setiap luka dan rasa sakit akan mengantarkanmu pada kehidupan baru, kehidupan di mana kamu bisa lebih menyeleksi siapa yang boleh dan siapa yang tidak boleh masuk ke dalam ruang terpenting dalam hidupmu. Bukan menutup diri, hanya saja membatasi. Untuk apa? sekadar tidak memberi kesempatan bagi mereka yang datang dengan tujuan kurang, belum, bahkan tidak baik sama sekali. Entah sudah
“Kamu mau ke mana?” tanya Langit yang sengaja mengejar Cherry sampai parkiran saat melihat wanita itu berlari-lari di koridor kampus.“Ke rumah Green.” Cherry menjawab pertanyaan Langit sambil memakai helm.“Ngapain?”“Liat kondisinya, lah, apalagi? Green itu gak biasanya mangkir, jadi gue mau cek kondisinya. Gue takut dia kenapa-kenapa,” Cherry mengutarakan kekhawatirannya tentang kondisi Green pada Langit.“Kakak aja, kamu langsung pulang!” titah Langit tak ingin dibantah. Ia melakukan itu karena tak ingin Cherry keluyuran dan berkumpul dengan teman-teman tidak jelasnya. Langit tak mau kejadian Cherry pulang dalam keadaan mabuk terulang lagi.“Tapi Kak, gue juga mau tahu kondisi Green.”“Nanti kakak kasih tahu kamu, kamu gak perlu ke sana.”“Yaudah deh, gue langsung pulang. Salam buat Green,” jawab Cherry dengan berat hati, ia menga
Setelah menempuh perjalanan panjang, mereka tiba di tempat tujuan. Green yang sebelumnya sudah menghubungi Daren, tengah menunggu kedatangan laki-laki itu. Sementara Langit yang sedari tadi masih setia berada di kursi kemudi memilih memejamkan mata.“Nanti bangunin kalau temen kamu udah dateng!” ujar Langit yang belum sepenuhnya tertidur.“Kakak mau tidur?”“Iya, sebentar.”“Kalau Kakak gak keberatan, Kakak pindah ke belakang aja gimana? Nanti biar Daren yang nyetir, supaya tidurnya gak keganggu.”“Gak apa-apa, saya cuma perlu merem sebentar, kok.”“Oke kalau gitu.”Green tak lagi bersuara, ia duduk dengan tenang di samping Langit. Matanya menatap ke depan dengan intens, tangannya bolak-balik mengecek notifikasi, menunggu Daren menghubungi dirinya.Beberapa menit kemudian, ponsel Green berbunyi menampilkan nama Daren di layar. “Hallo Ren.”
Reina yang berniat menggeser posisi tak menduga jika hal tersebut kembali membangunkan Alta. Tindakannya memicu terjadinya ronde kedua dalam permainan ranjang mereka. Alta menahan tubuh Reina agar tetap berada dalam dekapannya. “Mau ke mana hmmm?” tanya Alta dengan suara serak dan mata setengah terpejam.“Pegel, Al,” jawab Reina seraya menggerakkan tubuhnya.“Habis ngapain emang hmmm?” Alta menaik-turunkan alisnya, menggoda Reina dengan gerakan itu.“Ngelayanin suami,” jawab Reina tanpa rasa malu.“Kita ulangi sekali lagi?”Belum sempat Reina menjawab, Alta kembali menindih tubuhnya, menyerangnya dengan ciuman menuntut. Lidah mereka saling bertemu, memelintir satu sama lain. Erangan dan desahan memenuhi ruangan yang berukuran tak terlalu besar. Leher Reina dipenuhi tanda kemerahan akibat ulah Alta, begitu pun sebaliknya. Tangan Alta terus menjelajahi tubuh Reina, mengusik sesuatu yang bera
Setelah kepergian Green dan Langit, Alta tak bisa berpikir apa-apa. Ia merasa seperti kehilangan sebagian dirinya. Harapannya untuk membangun keluarga impian bersama Green telah pupus, hancur tak tersisa. Tak ada lagi yang tertinggal selain kenangan dan penyesalan. Alta menyesal? Tentu saja, setelah Green bersikap tegas dan meninggalkannya, barulah ia sadar bahwa selama ini ia telah menyia-nyiakan wanita sebaik Green. Dari sekian banyak penyesalan yang menghampiri Alta, ada satu hal yang membuat dirinya menitikkan air mata, “Ibu, maaf Alta udah gagal jagain Green. Ser, maafin gue,” lirihnya sambil menekurkan kepala. Alta teringat janjinya pada almarhumah Melan dan Sera, baginya itu bukan hanya janji biasa, melainkan sebuah amanat yang harus dijalankan, dan Alta telah gagal menjaga dan menjalankan amanat itu.Sepintas Alta terbayang wajah dan senyum terakhir Melan saat menitipkan anak semata wayangnya, belum lagi Sera. Sahabat Green itu berharap dirinya bisa menema
Regita masih berada di dalam kamar, fokusnya pun masih tertuju pada layar monitor dan novel di tangannya. Tadi, setelah mendapat pesan balasan dari Langit ia semakin bersemangat mengerjakan tugas dari dosen tampan itu. ia bertekad akan menyelesaikan tugas tersebut hari ini juga. Beruntungnya ia telah selesai membaca novel yang akan diresensi, sehingga tak membutuhkan waktu terlalu lama untuk menyelesaikan tugas itu.Regita memang tak begitu pandai dalam hal komunikasi, tapi kemampuannya dalam dunia literasi tak usah diragukan lagi. Selain menjadi mahasiswa, ia juga aktif mengikuti seminar tentang kepenulisan, beberapa karyanya telah terbit di berbagai platform online. Regita yang memang tak terlalu suka berinteraksi dengan lingkungan sekitar, memilih menuangkan gagasan, ekspresi dan perasaannya melalui tulisan. Tak banyak yang tahu akan hal itu mengingat ia pun tak punya banyak teman. Gadis berkacamata tebal itu dikenal sebagai kutu buku di kampusnya. Disaat sedikit sekali da
“Ayah, bunda tiba-tiba kepikiran Green. Bunda telepon Green dulu deh.” Kalila mengambil ponselnya hendak menelepon Green. “Bun, udah malem, besok pagi aja telepon Greennya.” Jerry melarang istrinya yang hendak menghubungi Green karena khawatir akan mengganggu wanita itu.“Yah.., gak bisa, perasaan bunda gak enak banget.” Kalila bersikeras untuk menelepon Green karena merasa ada sesuatu yang tengah terjadi pada calon menantunya.“Kalau bunda telepon sekarang yang ada malah ganggu Green, besok aja ya.” Jerry masih berusaha membujuk istrinya agar menghubungi Green esok hari saja. Kalila melihat jam di ponselnya, benar juga kata Jerry, waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 wib, kemungkinan besar Green sudah lelap dalam tidurnya. Tapi, ia merasa sangat khawatir.“Yaudah deh, bunda telepon Langit aja.”Jerry menghela napas panjang, sifat keras kepala Kalila terkadang membuat wanita itu sulit diberi
Alta masih berkutat dengan pikirannya tentang Green, sejak Green memutuskan untuk berpisah, Alta merasa tak bisa memikirkan hal lain. Kepala dan hatinya hanya tertuju pada Green, pada janjinya terhadap Melan dan Sera, dan pada penyeselan yang tak berkesudahan. Mau bagaimana lagi, semua sudah terjadi. Pada akhirnya, sepintar apa pun menyimpan kebohongan akan ketahuan juga. Itulah yang terjadi saat ini, Alta tak diberi waktu untuk mempersiapkan semuanya. Bagi Alta, semua yang terjadi terlalu tiba-tiba, Alta belum siap kehilangan Green, dan tidak akan pernah siap meskipun ada Reina di sisinya.Sambil memandang laut dan deburan ombak, Alta menekuk lututnya, pandangannya lurus ke depan. Saat tengah berkutat dengan pikirannya, tiba-tiba seorang wanita duduk di samping Alta. “Lo Alta, kan?” tanya Sindi yang melihat Alta tengah duduk sendiri sambil menatap laut.Sindi yang sedang berjalan-jalan bersama adiknya melihat Alta, ia memutuskan untuk menghampiri Alta yang