Sean memasuki mansion nya, pria itu menilik keadaan Aurora yang masih terbaring lemas di atas tempat tidur. Gadis itu masih terlelap, padahal ini sudah sangat sore.
"Dia baru saja saya suruh untuk istirahat tuan. Rora kembali menimba air di kolam renang." ujar Smith memberitahu.
"Jangan sampai dia mati, kalian yang harus menanggung akibatnya!" ancam Sean membuat paman Smith mengeryitkan kening nya dalam.
Sean kemudian berlalu begitu saja, masuk ke dalam kamar dan berganti pakaian. Lelaki itu mengasah kemampuan menembaknya, namun pikiran nya di hantui dengan permintaan Daddy nya tadi siang.
"Sialan...!" umpat Sean lalu pria itu memilih pergi ke kamar untuk mandi. malam ini Sean harus pergi malam malam yang sudah di rencanakan oleh Andreson.
Lelaki itu menekan wajah dinginnya ketika memasuki restoran mewah, Bahkan restoran tersebut adalah salah satu milik keluarga Egalia. Wanita cantik nanti sexy, berpakaian sangat terbuka menampakkan senyum mengambang di wajahnya.
Tanpa malu, wanita yang bernama Alice itu langsung bergelayut manja di leher Sean. Namun dengan cepat Sean mendorong wanita itu hingga jatuh kembali di tempat duduk nya.
"Tidak bisakah kau bersikap lembut sedikit?" protes Alice sambil membenarkan pakaian nya yang sedikit berantakan.
"Dan tidak bisakah kau bersikap jual mahal sedikit!" suara dingin itu akhirnya membalas ucapan Alice. "Kau yang sudah menghasut Daddy juga untuk bertemu dengan ku bukan? Apa yang kau inginkan?" tanya Sean dengan wajah datar nya.
"Aku mencintai mu, tidak bisakah kau menikahi ku. Sean, kita kenal sudah sejak kecil. Logika mana jika kau tidak memiliki perasaan pada ku?" dengan bangga nya Alice mengatakan semua itu hingga membuat Sean ingin muntah.
"Membuang waktu ku saja!" cicbir Sean kemudian pria itu beranjak pergi. Ia bahkan tidak mempedulikan teriakan Alice yang terus memanggil namanya.
Sean pergi ke rumah utama, menemui Daddy dan adik perempuan nya yang sedang asyik bercengkrama. Anderson sudah bisa menebak dengan kedatangan anak pertama nya itu.
"Tidak bisakah Daddy berhenti ikut campur urusan ku? Apa lagi berusaha menjodohkan ku dengan Alice!" ujarnya sambil mendaratkan tubuhnya di samping Allena adik nya.
"Sudah saatnya kau berkeluarga. Lagian Alice tidak terlalu buruk untuk menjadi menantu di keluarga Egalia ini." sahut Andreson.
"Alice? ...tidak Allena tidak setuju!" kali ini Allena membuka suaranya.
Sean tertawa garing, pria itu tahu betul selera adiknya. Allena lebih suka jika kakak nya berhubungan dengan gadis baik dan lemah lembut juga keibuan.
"Dia sederajat dengan keluarga kita. Daddy ingin yang terbaik untuk mu."
"Yang terbaik untuk Daddy belum tentu terbaik untuk kami anak-anak Daddy." sahut Sean kemudian pria itu pergi tanpa pamit.
Andreson melepaskan kacamata nya, ia membuang nafas kasar. Sifat Keras kepala yang di miliki Sean berasal dari dirinya. Sean kembali ke mansion nya pukul sebelas malam, pria itu sangat lelah dan akhirnya memutuskan untuk tidur.
"Hei...kau....!" panggil Sean membuat Aurora yang sedang mengepel terkejut. "Ganti pakaian mu dan ikut aku!" perintah nya kembali.
Aurora tak menjawab, gadis itu hanya mengangguk. Setelah berganti pakaian Sean mengajak gadis itu pergi . Sejak dua bulan yang lalu, ini adalah kali pertama Aurora menghirup udara segar.
Sepanjang perjalanan Aurora terus memandang ke luar jendela, tak ada pembicaraan karena gadis itu sangat takut untuk mengeluarkan suara.Sean membawa Aurora pergi ke perusahaan nya, dan sesampainya di sana Sean bingung ingin berbuat apa.
"Untuk apa kau membawa nya kemari?" tanya Julian setengah berbisik.
"Tidak tahu!" jawab Sean singkat.
"Kita pergi jalan-jalan saja. Kau sudah terlalu lama mengurung gadis itu. Sesekali biarkan dia menghirup udara segar." Julian memberi ide dan langsung di iyakan oleh Sean.
Menyesal Sean, Julian mengajak nya pergi pusat perbelanjaan terbesar yang ada di kota itu. Bahkan tanpa memiliki rasa takut, Julian menggandeng tangan Aurora ke sana ke mari. Tawa dan senyum Aurora nampak jelas ketika ia dan Julian memainkan salah satu wahana permainan. Sedangkan Sean hanya jadi penonton.
Ini adalah kali pertama Sean melihat wajah berseri dari Aurora, bbiasanya lelaki itu hanya melihat air mata saja.Entahlah, ada rasa tidak suka ketika melihat Aurora tertawa dengan pria lain.
"Aku lapar!" ucap pria itu menghentikan aktifitas Julian dan Aurora.
"Aku akan mengajak mu makan enak. Pasti selama ini Sean tidak memberi mu makan enak. Lihat badan mu, kurus!" ujar Julian dengan berani nya. Lelaki itu lalu menarik tangan Aurora menuju salah satu restoran cepat saji.
Aurora mana tahu makanan seperti itu, ia hanya gadis kampung yang tidak tahu apa-apa. Tak ada perkataan yang keluar kecuali Julian mengajak nya berbicara. Sesekali Sean melirik ke arah gadis yang duduk di depan nya itu.
"Sejak kapan seorang Sean makan dan duduk bersama seorang gadis kampungan seperti ini?" tanya suara yang sangat di kenali oleh Sean dan Julian.
"Mau apa kau?" tanya Sean dingin.
"Kau menolak makan malam bersama ku dan malah pergi dengan mereka!" cibir Alice tidak suka.
"Dasar, wanita aneh!" umpat Julian.
Tiba-tiba, Alice menyiram kepala Aurora dengan minuman milik Sean. Gadis itu hanya tertunduk diam sambil merasakan dingin nya guyuran minuman itu.
"Apa yang kau lakukan? Dasar gila!" Julian berteriak tidak terima.
"Aku tidak suka melihat dia!" tunjuk Alice tepat di wajah Aurora. Julian bergegas mengusap wajah Aurora menggunakan tisu.
Sean yang geram malah membalas perbuatan Alice dengan menyiram wajah Alice dengan minuman milik Aurora. "Impas bukan!" ucap nya dengan tawa di hiasi sorot tahan. Sean menarik tangan Aurora dan mengajaknya pergi ke toko pakaian. Pria itu mengambil asal satu set pakaian dan menyuruh Rora untuk mengganti nya.
Ingin rasa nya Aurora marah, namun apa daya? Ia sangat takut pada Sean. Sedangkan Alice terus mengumpat perbuatan Sean bahkan langsung melaporkan kejadian tersebut pada Daddynya.
"Kita Pulang!" ujar Sean ketika melihat Aurora sudah keluar dari ruang ganti.Pria itu menarik tangan Aurora dan meninggalkan Julian begitu saja.
"Lalu, bagaimana dengan aku?" tanya Julian setengah berteriak.
"Gunakan otak mu. Pulang sendiri...!" sahut Sean membuat Julian kesal.
Namun, ketika di parkiran Aurora tiba-tiba bersembunyi di belakang tubuh Sean. Gadis itu ketakutan, bahkan tangan nya erat mencengkam jas milik Sean. "Kau kenapa?" tanya Sean bingung. Namun Aurora tak menjawab.
Seketika Sean paham saat ia melihat ayah kandung Aurora yang berjalan bergandengan dengan seorang wanita yang biasa di panggil Mamy itu. Sean membiarkan dua orang itu pergi terlebih dahulu baru lah ia dan Aurora masuk ke dalam mobil.
"Apa kau mengenal perempuan yang bersama ayah mu itu?" tanya Sean yang sebenarnya ia sendiri sudah tahu siapa wanita yang bergandengan tangan bersama Frans."Di...a...dia...dia adalah alasan di balik ibu ku meninggal." jawab Aurora gugup. Hati nya kembali perih ketika mengingat bagaimana ibu nya meninggal.Sean tahu betul, bagaimana rasa nya kehilangan seorang ibu. Perjalanan pulang ke mansion cukup jauh, Aurora tak banyak bicara, sejak Sean mengajaknya pulang seketika senyum dan tawa nya menjadi hilang dalam sekejap.Sesampainya di mansion, gadis itu bergegas masuk ke dalam kamar nya. Begitu juga dengan Sean, lelaki itu masih terngiang bagaimana ia harus kehilangan ibu nya dulu."Aku bersumpah,..." ucap Sean dengan sorot mata tajam "Aku bersumpah akan mencari siapa dalang dari kecelakaan kapal itu? Dia harus membayar mahal akibat dari rasa kehilangan aku dan adik ku!" timpal Sean bertekad.
Bulan telah berganti bulan, Aurora sudah belajar banyak hal tentang ilmu bela diri. Bahkan gadis itu belajar bagaimana cara menembak dan memanah. Keinginan nya untuk keluar dari mansion ini sudah tipis. Aurora hanya berpikir jika ia keluar akan kemana dirinya pulang. Ayah? tidak,jika ayah nya tahu dia bebas sudah pasti Aurora akan di jual kembali.Sean juga memberi nya guru untuk belajar beberapa bahasa luar. Aurora sangat pintar, tak butuh waktu lama untuk mengajari gadis itu. Sean sangat kagum pada kepintaran gadis itu.Ada satu hal yang membuat Sean jengah, Julian dan Aurora sangat akrab bahkan Aurora bisa tertawa lepas dengan Julian. Sedangkan dengan Sean, hanya ada rasa canggung ketika mereka sedang berdua."Tidak bisakah kau pergi ke kantor? hampir setiap hari kau datang ke mansion ku!" ucap Sean kesal. Meski Sean sedang menekuk wajah nya, namun lelaki itu tetap terlihat sangat tampan."Kau mengusir ku?" dengan enteng nya Julian bertan
Sean mengajak Aurora bicara hanya empat mata tanpa siapa pun yang boleh masuk ke ruang kerja nya. Aurora hanya diam karena gadis itu takut untuk bertanya. Tiba-tiba, Sean menyodorkan selembar kertas kepada Aurora."Apa ini?" tanya gadis itu bingung dan tidak berniat untuk mengambil nya."Jika kau menandatangani ini,maka kau akan bebas!" seru Sean membuat Aurora semakin bingung maksud dari lelaki itu. "Baca lah...!" perintahnya, dengan perasaan takut Aurora mengambil kertas tersebut lalu membacanya inci demi inci tulisan yang di ketik komputer itu."Apa ini? apa maksud dari semua nya? aku harus menikah dengan mu?" rentetan pertanyaan itu keluar dari mulut gadis yang masih bingung dengan isi penjelasan dalam kertas itu."Ya, setuju atau tidak setuju,kau akan tetap menikah dengan ku selama satu tahun. Jika kau berhasil bertahan dalam satu tahun dengan waktu aku yang tentukan, kau boleh pergi dari sini." Sean mencoba menjelaskan maksudnya.
Saat ini, Andreson sedang memandang Aurora dari ujung kaki hingga kepala, sorot mata nya tajam seakan mengintimidasi gadis yang sedang menundukkan kepala itu. Sedangkan Allena, gadis itu sangat senang ketika melihat kedatangan kakak nya dan juga calon ipar nya.Aurora lebih tua satu tahun dari Allena, namun sikap manja Allena membuat dia terkesan seperti anak-anak sekolah menengah atas. Namun, Sean belum membuka suara untuk memperkenalkan Aurora pada Andreson."Siapa nama nya?" suara berat khas Andreson tertuju pada Sean."Kenalkan diri mu...!" perintah Sean pada gadis yang sejak tadi berkeringat panas dingin itu."Perkenalkan, nama saya Aurora..." tenggorokan Aurora seakan cekat menahan ketakutan."Hai kak Rora, nama ku Allena." sapa Allena dengan senyum yang terus menghias di wajah nya."Hai....Allena," sapa balik Aurora dengan senyum manis nya."Kami akan menikah besok...!" kali ini Sean memb
"Kenapa uncle malah mengizinkan perempuan itu menikah dengan Sean?" Alice bertanya dengan nada tingggi, emosi gadis itu sudah menjulang di atas kepala nya."Turunkan sedikit nada bicara mu!" tegur Andreson memandang tidak suka dengan ketidaksopanan Alice.Alice mengerutkan kening nya, gadis itu sejenak terdiam sambil mencerna perkataan Andreson. "Uncle membela nya?" Alice bertanya dengan suara datarnya.Awalnya Andreson tidak menyetujui pernikahan Sean dan Aurora, namun ketika Andreson melihat jauh lebih dalam ke dua bola mata Aurora, ada sesuatu yang harus dirinya pikirkan. "Menikah dengan siapa pun, itu hak Sean. Aku tidak bisa melarang nya." gumam Andreson kemudian beranjak pergi meninggalkan Alice yang sudah menahan emosi nya sejak tadi.Gadis itu mengepalkan ke dua tangannya, mata nya memerah tidak terima atas penghina yang telah di berikan Sean. "Aku harus menyingkirkan perempuan!" ucap Alice dengan menggerakkan gigi nya. Alice kem
Sesampainya di mansion, Sean merasa tidak enak hati kepada istri nya. Perlakuan Alice yang menjorokan kepala Aurora membuat lelaki itu geram. Aurora bukan gadis yang suka melawan, sudah tentu itu membuat Sean semakin merasa kesal. Sean tersadar jika Aurora belum makan apa pun di restoran tadi."Tuan membutuhkan sesuatu?" tanya paman Smith ketika melihat raut wajah Sean yang berubah-ubah."Siapkan makan siang, Rora belum makan apa pun." perintah Sean seakan lelaki itu terlihat khawatir."Baik tuan..." paman Smith langsung pergi ke dapur. Sean kembali ke kamarnya, namun lelaki itu terlihat gelisah dan dia sendiri tidak tahu penyebabnya."Ah,...sial...!" umpat Sean kesal.Tak berapa lama, paman Smith memanggil Sean, "Makan siang sudah siap tuan.", lelaki paruh baya itu memberitahu."Hmmmm....aku akan segera turun." sahut lelaki itu dari dalam kamar.Sean kemudian keluar dari kamar dan langsung pergi ke
Televisi menyala, namun bukan Aurora yang menonton nya melainkan televisi yang menonton diri nya. Sean yang baru masuk langsung mematikan televisi lalu menghampiri Aurora yang masih terlelap. Sungguh, wajah polos itu mampu membuat hati Sean menghangat.Sean berlutut, mengusap lembut pipi putih milik Aurora. Bibir Sean melengkung, memancarkan senyum yang tak di lihat oleh Aurora. Gadis itu tiba-tiba menggeliat, Sean buru-buru berdiri."Sudah bangun?" tanya Sean membuat Aurora langsung duduk.b"Maaf, aku ketiduran." ucap gadis itu dengan suara serak khas bangun tidur."Ayo pergi, sekarang jam makan siang. Cuci dulu wajah mu." perintah Sean lalu bergegas Rora pergi mencuci wajah nya.Sean dan Aurora juga Julian pergi makan siang di restoran langganan mereka. Gadis itu tidak banyak bicara, seakan hidup nya sangat membosankan.Sean memesan banyak makanan, mereka makan saling mengobrol terkecuali Aurora. Gadis itu tidak
"Apa kau masih marah?" tanya Sean kepada gadis yang setengah menikmati sarapan nya itu.Aurora mengangkat wajah nya lalu berkata, "Tidak ada yang perlu aku marahkan. Untuk apa? kau tidak ada hubungannya dengan semua ini."Kata-kata Aurora membuat lelaki itu terdiam. Gadis ini sudahlah pendiam, di tambah lagi sekarang wajah nya berubah dingin. Seperti ada selapis salju yang menghiasi wajah Aurora.Hari telah berganti, tak terasa usia pernikahan Sean dan Aurora sudah lewat dari satu bulan. Namun, pernikahan mereka bukan seperti pernikahan biasanya. Meski hubungan sepasang suami istri itu sudah mulai akrab, namun Aurora lebih suka menjaga jarak dengan Sean."Daddy meminta kita untuk pulang." ujar Sean memberitahu istrinya."Aku sih, terserah saja!" jawab Aurora dengan suara datarnya. Sean sangat tidak suka dengan sikap gadis itu, Aurora akan bicara jika Sean yang memulai, meski satu bulan ini mereka selalu pergi berdua, namun