Share

Aurora Gadis Terjual
Aurora Gadis Terjual
Penulis: Ni R

Chapter 1

"Tidak bisakah kau bekerja dengan sangat rapi? Kenapa kau selalu merusak barang di mansion ini?" berang suara berat dan menyeramkan menembus dinding telinga Aurora. Gadis itu nampak ketakutan, hanya bisa menunduk menahan air matanya.

"Maaf...!" lirih gadis itu membuat amarah Sean semakin memuncak. Sean menarik kasar rambut panjang yang di biarkan tergerai itu. "Sekali lagi kau merusak barang yang ada di rumah ini, aku tidak akan segan merusak tubuh mu!" ancam Sean penuh penekanan.

Dengan sangat kasar Sean mendorong Aurora hingga gadis itu terjungkal menghantam lantai dingin. Sejak dua bulan yang lalu, kehidupan Aurora berubah drastis ketika ayah kandungnya sendiri tega menjual dirinya kepada seorang pria pemilik salah satu club malam yang ada di negara S.

Kecanduan judi membuat Frans tega menjual anaknya sendiri. Aurora tidak bisa kabur, hak milik dirinya sudah sepenuhnya berada di tangan Sean dan laki-laki itu berhak atas dirinya sekarang.

Mengusap air matanya kasar, Aurora mencoba berdiri dengan sisa tenaga yang ada karena sejak pagi ia belum memasukkan secuil nasi ke dalam mulutnya.

"Istirahat lah Rora, kau terlihat sangat pucat." ujar paman Smith kepala pelayan di mansion tersebut.

"Tidak paman." tolak Rora, "Jika tuan Sean tahu dia akan sangat marah nanti." Timpal gadis itu.

"Makanlah, kau butuh tenaga untuk membersihkan mansion ini." paman Smith kemudian membawa Rora pergi ke dapur, sedangkan Sean sejak tadi menatap dari jarak yang tidak terlalu jauh dari oleh mereka.

Aurora makan dengan beriringan air mata, gadis itu merasa seakan hidupnya sekarang tidak berguna dan masa depannya sudah tidak berarti apa-apa lagi. Paman Smith merasa iba, Aurora seumuran dengan anaknya, namun nasibnya sangat buruk sekarang.

Belum juga habis nasi di piring, Sean sudah memanggil Aurora yang belum sempat minum air barang seteguk pun. Gadis itu hanya menunduk, tidak berani menatap mata elang yang mencengkam itu.

Sean menyunggingkan senyumnya, pria itu seakan mendapatkan mainan baru sejak dua bulan yang lalu. "Aku ingin kau menguras air kolam renang ku!" perintah suara dingin membuat Rora mendongakkan wajahnya.

"Tapi, bagaimana aku mengurasnya tuan? Kolam itu sangat luas dan dalam." keluh Aurora memancing emosi Sean.

"Jika sekali lagi kau menjawab, akan juga jadikan kau makanan harimau ku malam ini." Ancam Sean membbuat Rora langsung pergi ke kolam renang.

Dengan membawa dua ember, Aurora menghela nafas dalam, memandang air yang berwarna biru itu. Sekarang pukul empat sore, sampai kapan ia harus mengerjakan tugas yang tidak masuk di akal ini?

Mulai lah Rora mengerjakan pekerjaannya, menimba ember demi ember hingga membuat beberapa anak buah Sean memandang aneh namun tak berani bertanya. Bahkan ketika matahari sudah condong kebarat dan hampir menghilang pun, kolam tersebut hanya terkuras tak sampai setengah.

Lelah, sudah sangat pasti. Tangan dan kakinya mulai mengeriput akibat terkena air. Sean tertawa puas, gadis yang ia beli seharga tiga milyar ternyata bisa jadi mainan yang menyenangkan.

Malam semakin larut, baru setengah dari kolam yang terkuras, ingin rasanya Aurora berteriak mengeluh tidak terima. Gadis itu hanya bisa menangis dalam diam. Tubuh yang lelah mengharuskannya beristirahat sejenak. Di tambah kilatan petir menari di atas langit, sudah pasti itu pertanda akan turun hujan.

Benar saja, tak lama batin Aurora mengatakan kebenaran. Tetes demi tetes jatuh membasahi bumi, Aurora terduduk lemas tak berdaya. Ember di biarkan tergelempang, ingin rasanya Rora berteriak sekerasnya, bagaimana bisa ia menimba air sebanyak itu.

Takut dengan ancaman Sean, Rora bergegas menimba air meski ia tahu semua itu akan sia-sia. Malam semakin larut, Rora mulai kedinginan bahkan wajahnya pucat menggigil. Tubuhnya seakan sudah tak kuat lagi, tepat di pukul satu malam gadis itu tumbang di tepi kolam.

"Tuan, gadis itu pingsan." Ujar paman Smith memberitahu.

"Urus dia!" Perintah Sean kemudian pria itu pergi melihat keadaan Aurora. Matanya terpejam, pucat pasi bahkan suhu tubuhnya sangat tinggi.

Paman Smith seperti menangis di dalam hati ketika melihat keadaan Aurora. Jika ia lebih berkuasa, sudah pasti paman Smith akan membunuh bajingan seperti Sean.

Malam berganti pagi, Aurora mulai mengerjapkan mata. Gadis itu memegang kepalanya sakit, bahkan tubuhnya masih sangat panas.

"Aku ingin mati saja ya Tuhan..." Rintihan gadis itu seakan menggambarkan keputusan asaan.

"Berhenti mengeluh Rora, hidup mu masih panjang." Ujar paman Smith yang baru saja masuk ke dalam kamarnya dengan membawa semangkuk bubur dan segelas susu hangat.

"Aku sudah lelah paman. Aku rindu ibu ku, kenapa ayah tega menjual ku? Aku juga ingin bebas seperti burung di luar sana." Isak tangisnya pilu, tanpa sengaja Sean mendengarkan keluh gadis itu.

"Semua belum berakhir, anggap saja ini ujian masa muda mu." paman Smith mencoba memberi semangat meski ia tahu gadis ini sudah sangat rapuh sekarang. Sebuah kerinduan di antara ke duanya di kala paman Smith menyuapi Aurora makan, gadis itu seperti menahan kerinduan untuk ayahnya yang tega merebut kebebasannya dan begitu juga dengan paman Smith yang sangat merindukan anaknya.

"kenapa tuan Sean sangat jahat pada ku paman?" tanya lirih Rora.

"Dia pria yang baik, hanya saja belum waktunya kau melihat kebaikan nya." Sahut paman Smith. Sean sedikit mengangkat sudut bibir nya. Lelaki itu kemudian memutuskan untuk pergi ke perusahaan nya.

Egalia Co'Company, perusahaan keluarga yang sekarang di jalankan oleh Sean. Maminya sudah lama meninggal, ketika kecelakaan kapal yang di sengaja oleh orang dalam mereka. Kala itu hanya Sean dan Daddy nya yang selamat.

"Kau masih menawan gadis itu?" Julian sedikit penasaran dengan kabar Aurora.

"Aku telah membelinya dengan sangat mahal, lalu, apa alasannya jika aku harus membebaskannya?" suara dingin Sean sudah biasa di dengar oleh Julian sahabat sekaligus asisten pribadi nya.

"Kenapa kau tidak menikahinya? Ku lihat dia tidak begitu buruk!"

"Kau saja yang menikahinya, dia bukan tipe ku!" balas Sean dengan nada mencibir.

"Kalau begitu, berikan dia pada ku!" Permintaan Julian tiba-tiba terdengar serius di telinga Sean. "Wanita itu harus di hargai, semahal apa pun dia, tetap saja dia seorang wanita yang harus di berikan kelembutan dan kasih sayang." Gumam Julian membuat Sean terdiam.

"Kerjakan saja pekerjaan mu, apa kau ingin gaji mu di potong?" ancam Sean membuat Julian lekas keluar dari sarang macan itu.

Sejenak Sean merenungi perkataan Julian, sejak kematian ibu nya hati Sean sudah sangat beku dengan yang namanya wanita. Terkecuali ada satu gadis yang selama ini membuat secuil hatinya menjadi hangat ketika mengingatnya.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ni R
Ni.riy nama akun Ig ku kak
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status