공유

Bab 4.

last update 최신 업데이트: 2025-09-03 17:02:28

Acara kantor Arga malam itu berlangsung meriah. Dara hadir sebagai “istri pendamping” meski jelas-jelas enggan.

Di tengah keramaian, Rani muncul dengan gaun elegan. Ia langsung menyapa Arga hangat, menepuk lengannya seolah mereka masih dekat.

“Arga, kamu makin keren aja. Untung aku datang, bisa ketemu kamu lagi,” ucap Rani dengan suara manis.

Dara yang berdiri di samping hampir tersedak jusnya. “Eh, ini acara kantor, bukan reuni mantan, Mbak.”

Rani hanya tersenyum simpul, seolah komentar itu tak berarti apa-apa. “Aku cuma kangen ngobrol. Kan nggak salah, ya?”

Arga diam saja, memilih tidak memihak siapa pun. Tapi sikapnya yang netral justru bikin Dara semakin kesal.

Malam itu, di rumah, Dara meledak.

“Kamu bisa jelasin nggak kenapa tadi diem aja waktu dia jelas-jelas flirting di depan aku?”

Arga membuka dasinya santai. “Karena memang nggak ada yang perlu dijelasin.”

“Bagi kamu mungkin nggak ada. Tapi aku malu, Arg! Semua orang lihat kita kayak… kayak aku cuma figuran di hidup kamu!”

Arga menatap sekilas. “Kan memang begitu awalnya, Ra. Kita cuma saling terpaksa.”

Kata-kata itu menohok Dara. Ia terdiam, menunduk, lalu masuk kamar dengan perasaan campur aduk.

Rani semakin sering datang. Kadang membawa makanan, kadang menawarkan bantuan untuk urusan kerja Arga.

Suatu kali, saat Dara pulang lebih cepat, ia mendapati Rani duduk santai di ruang tamu sambil menyeduh teh.

“Oh, hai Dara,” sapa Rani ramah. “Aku tadi nemuin Arga, sekalian mampir. Kamu nggak keberatan kan?”

Dara tersenyum kaku. “Tentu saja keberatan.”

Rani terkekeh, seolah ucapan itu hanya lelucon baginya.

Bahkan Rani secara terang-terangan mengatakan kepada temannya, “Arga itu cuma menikah demi keluarganya. Aku tahu dia nggak cinta sama Dara. Suatu hari, dia pasti balik ke aku. Tinggal tunggu waktu aja.”

Ucapan itu perlahan menyebar jadi gosip. Dan tentu saja… sampai ke telinga Dara.

Suatu sore, Rani kembali datang, kali ini membawa hadiah dasi baru untuk Arga.

“Aku tau kamu sering rapat. Dasi ini cocok banget buat kamu,” katanya sambil merapikan kerah Arga.

Dara yang melihat dari tangga langsung menuruni langkah dengan cepat.

“Tangan kamu jauh-jauh dari suami aku.”

Suasana hening.

Arga terdiam, Rani hanya tersenyum sinis.

“Akhirnya kamu ngaku juga kalau dia suami kamu,” kata Rani, nadanya penuh tantangan.

Dara mengepalkan tangan, wajahnya merah padam. Ia ingin berteriak, ingin marah, tapi yang keluar justru suara bergetar, “Dia memang suami aku… meskipun pernikahan ini bukan karena cinta.”

Dara mulai kalah pada perasaannya sendiri,

Sementara Rani semakin yakin bahwa Arga pada akhirnya akan jadi miliknya kembali.

Dan Arga? Ia masih berdiri di tengah, dingin, tak peduli, tak tergoyahkan.

*

*

*

*

*

Kita FLASHBACK dulu sesaat sebelum Arga dan Dara menikah.

Arga lahir dari keluarga kaya raya pemilik perusahaan besar di bidang konstruksi. Ayahnya, Pramudya Atmaja, dikenal sebagai sosok yang keras namun sangat menjunjung tinggi nama baik keluarga. Sedangkan ibunya, Ratna Pramudya, adalah wanita elegan yang lebih sering menjadi penengah dalam rumah tangga.

Sementara Dara berasal dari keluarga sederhana, putri dari Hendra Wirawan, sahabat lama Pramudya sejak kuliah. Hendra pernah menyelamatkan Pramudya di masa muda ketika perusahaan mereka hampir bangkrut karena salah langkah investasi. Jika bukan karena keberanian Hendra yang rela menjaminkan harta bendanya untuk menutup hutang, mungkin Pramudya tak akan pernah bisa berdiri lagi hingga sebesar sekarang.

Sayangnya, kehidupan berbalik arah.

Perusahaan kecil milik Hendra mengalami kesulitan besar, terancam bangkrut, bahkan rumah keluarga mereka hampir disita bank. Kesehatan Hendra juga menurun, membuatnya tak lagi mampu bekerja sekeras dulu.

Di sinilah Pramudya masuk.

Dengan alasan “membalas budi,” ia mengusulkan perjodohan antara Arga dan Dara. Bagi Pramudya, ikatan keluarga adalah jalan terbaik untuk menyatukan dua belah pihak: ia bisa menyelamatkan sahabat lamanya, sekaligus memastikan nama baik keluarga tetap terjaga.

Ratna sempat menentang karena tahu Arga bukan tipe lelaki yang bisa menerima pernikahan tanpa cinta. Namun, Pramudya terlalu keras kepala. “Aku berutang nyawa padanya. Kini, hanya dengan cara ini aku bisa menebusnya.”

Di sisi lain, Hendra awalnya menolak. Ia merasa tak enak hati jika harus ‘menitipkan’ Dara hanya demi balas budi. Tapi penyakitnya yang makin parah dan kondisi ekonomi keluarga memaksanya mengalah. Ia hanya ingin Dara hidup layak, tak kekurangan apa pun.

Dara sendiri awalnya tak tahu apa-apa. Ia baru sadar setelah mendengar percakapan orang tuanya. Meski hatinya menolak, ia tak kuasa membantah saat melihat ayahnya menangis pertama kali dalam hidupnya. Demi keluarganya, ia rela.

Arga?

Ia marah besar saat pertama kali mendengar rencana ini. Baginya, hidupnya bukan barang tukar-menukar hutang budi. Namun, demi menghormati ayahnya dan demi tak mempermalukan keluarga, akhirnya ia terpaksa tunduk.

Maka, pernikahan yang “seolah harmonis” itu terjadi.

Bukan karena cinta.

Bukan karena keinginan mereka.

Tapi karena satu hal, utang budi masa lalu yang harus dibayar dengan masa depan mereka.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 11.

    Beberapa hari kemudian, Arga menerima undangan dari klien penting yang ingin berdiskusi soal proyek besar. Rani, yang kebetulan menjadi konsultan acara untuk klien itu, juga hadir. “Ga, aku sekalian koordinasi soal event klien ini, biar semua lancar,” ucap Rani sambil tersenyum manis. Arga mengangguk, merasa nyaman dengan kehadiran Rani. Dara mendengar kabar itu dari telepon pagi hari. Ia mencoba menenangkan diri, mengingat bahwa ini urusan pekerjaan. Namun, hatinya tetap terasa sesak. Ia kembali tenggelam dalam laporan keuangan, menghitung angka demi angka, berharap fokusnya bisa mengusir rasa cemburu. Di kantor, Arga dan Rani terlihat akrab. Mereka saling bertukar ide, berdiskusi di ruang rapat dengan nada santai namun produktif. Arga sering tersenyum pada Rani, memberi apresiasi atas ide-ide kreatifnya. Rani pun dengan lihai menambahkan komentar kecil yang membuat Arga tertawa, membuat beberapa rekan kerja tak bisa menahan senyum. Sementara Dara, yang duduk di meja di seberang

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 10.

    Suatu sore, Rani sengaja masuk ke dapur saat Dara sedang menyiapkan minuman. Ia tersenyum manis, tapi matanya menyiratkan sesuatu. “Mbak Dara, makasih ya selalu bikinin minum kalau aku datang. Aku tau kamu orangnya baik banget. Tapi… jujur aja, aku suka kasihan sama kamu.” Dara menoleh, alisnya mengernyit. “Kasihan? Maksud kamu apa?” Rani pura-pura menutup mulutnya, lalu tertawa kecil. “Ah, nggak apa-apa kok. Cuma… aku tau Arga itu nggak mudah dilupakan. Susah banget dilepasin, apalagi kalau udah pernah jadi bagian penting hidup seseorang. Kamu ngerti kan maksud aku?” Dara terdiam, jantungnya berdegup cepat. Ia menunduk pura-pura sibuk dengan gelas di tangannya. Malam itu, Rani ikut makan malam di rumah. Saat Arga memuji sup buatan Dara, Rani langsung menyahut, “Wah, enak banget! Tapi kalau soal masakan, aku masih inget dulu Arga paling suka masakanku. Kamu masih inget kan, Ga, waktu aku bikinin pasta buat kamu?” Arga hanya tersenyum samar, tapi Dara yang duduk di seberangny

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 9.

    Arga Mulai Menyadari Sikap Aneh Dara. Jadi, pelan-pelan ia menangkap ada sesuatu yang berubah pada Dara, meskipun ia belum paham bahwa itu adalah rasa cemburu.Arga baru saja pulang kerja, masih dengan kemeja yang sedikit kusut. Dara menghampiri, menyodorkan segelas air dingin.“Capek?” tanyanya singkat.“Lumayan,” jawab Arga, lalu menaruh tas di sofa.Tiba-tiba ponselnya berbunyi, Rani menelepon. Senyum Arga muncul tanpa sadar. Saat itu juga, Dara menegakkan tubuhnya. Matanya menatap sekilas, lalu ia berdeham kecil.“Aku… ke dapur dulu.”Arga mengerutkan kening, memperhatikan gerak Dara yang agak terburu-buru. Kenapa sih dia kayak nggak suka kalau aku nerima telepon?Arga masuk ke dapur setelah menutup telepon. Ia melihat Dara sibuk memotong bawang, tapi potongannya berantakan.“Kamu kenapa? Lagi nggak enak badan?”“Nggak kok.”“Terus kenapa kelihatan bete gitu?”“Aku nggak bete,” jawab Dara cepat, suaranya meninggi tanpa sadar.Arga diam sejenak, menatapnya lekat. Ada yang janggal,

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 8.

    Hari-hari setelah liburan itu, Rani semakin sering datang ke rumah Arga. Kalau dulu ia masih menjaga jarak, kini sikapnya terang-terangan. Ia duduk di ruang tamu sambil tertawa renyah dengan Arga, sesekali menggenggam tangannya tanpa malu-malu.Dara yang sedang menyiapkan teh di dapur hanya bisa menggigit bibir, menahan rasa tak enak yang semakin menjadi-jadi. Saat ia menghidangkan minuman, Rani tersenyum manis.“Terima kasih ya, Mbak Dara. Aku selalu nyaman kalau di sini. Apalagi Arga selalu tahu cara bikin aku betah.”Kata-kata itu seperti sindiran tajam. Dara memaksakan senyum tipis.“Ya, sama-sama.”Di balik senyum itu, hatinya bergemuruh. Ia ingin sekali berteriak, ‘Jangan perlakukan suamiku seperti itu!’ Tapi lidahnya kelu, karena ia tahu, dari awal pernikahan ini memang bukan karena cinta.Suatu malam, Arga dan Dara duduk makan malam bersama. Rani ikut bergabung karena “kebetulan” ada urusan di dekat rumah.Rani menatap Arga sambil berkata manja, “Kamu masih inget kan, makanan

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 7.

    Sejak awal minggu, hubungan Arga dan Rani makin erat. Mereka sering makan siang berdua, bercanda, bahkan saling curhat. Dara yang awalnya cuek, mulai merasakan ada sesuatu yang janggal. Tiap kali melihat mereka tertawa bersama, ada rasa sesak yang tak bisa ia jelaskan. Suatu sore, saat mereka bertiga duduk di kafe, Rani tiba-tiba mengumumkan dengan penuh semangat, "Ga, gimana kalau weekend ini kita jalan-jalan ke Puncak? Refreshing, sekalian quality time, kan.” Arga tersenyum, menatap Rani dengan antusias. “Boleh juga tuh. Kayaknya asik.” Dara yang duduk di seberang, hanya bisa menyeduh minumannya pelan. Ia menunggu, berharap Arga akan menoleh padanya dan mengajaknya juga. Tapi ternyata, yang keluar dari mulut Arga hanyalah, “Oke, berarti weekend ini, cuma kita berdua ya.” Hati Dara tercekat. Senyumnya kaku. Ia mencoba menutupi rasa perih itu dengan pura-pura sibuk main HP. Kenapa aku kecewa sih? Kan aku nggak punya hak juga bua

  • Awalnya Terpaksa, Akhirnya Jatuh Cinta   Bab 6.

    Sore itu, ruang tamu keluarga Pramudya dipenuhi keheningan yang menegangkan. Di meja utama sudah tersaji teh hangat dan kue kecil, tapi tak ada yang menyentuhnya.Arga duduk di sisi kanan, bersandar dengan tangan terlipat di dada, wajahnya jelas-jelas menunjukkan ketidaksabaran. Dara di sisi kiri, duduk tegak dengan tatapan lurus ke depan, seolah berusaha tidak menoleh ke arah pria di sampingnya.Ratna tersenyum canggung, mencoba mencairkan suasana.“Arga, Dara... kalian kan sebentar lagi akan sering bersama. Cobalah bicara, saling mengenal...”Namun Arga hanya melirik sekilas, lalu kembali menatap kosong ke meja. “Aku rasa tidak ada yang perlu dibicarakan.”Dara spontan menoleh, alisnya terangkat. “Bagus. Aku juga tidak tertarik untuk mengenal lebih jauh.”Jawaban itu membuat Pramudya mengerutkan dahi, sementara Sari menatap putrinya dengan lirih, seakan memohon agar Dara menahan diri.Arga menoleh singkat ke arah Dara, senyumnya tipis, si

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status