Home / Fantasi / Awas Kesetrum! / 2. Masa lalu Zhiya

Share

2. Masa lalu Zhiya

last update Huling Na-update: 2025-07-04 13:20:45

Untuk sesaat, mata pemuda itu berkedip lambat. Sekali, tapi cukup. Seolah ia sedikit … heran. Atau tepatnya, tersentak.

Bukan karena kata-kata Zhiya, melainkan karena ekspresinya.

Itu adalah pertama kalinya dalam waktu yang sangat lama ... seseorang menatapnya dengan ketidaksukaan yang terang-terangan.

Biasanya gadis lain akan gugup, tunduk, tersenyum palsu. Berusaha terlihat cemerlang di hadapannya.

Karena dia bukan sembarang siswa.

Nathaniel Wiratmaja. Nama yang berdengung di antara lorong-lorong akademi seperti hukum tak tertulis. Putra dari Dharma Wiratmaja, pendiri ASN (Asosiasi Superhuman Nasional) sekaligus direktur akademi. Ketua OSIS. Siswa dengan rekor nilai tertinggi selama lima tahun berturut-turut. Ahli strategi. Juara turnamen. Dan satu-satunya pengguna kekuatan Null Field, kemampuan yang bisa melumpuhkan kekuatan lawan dalam radius lima meter hanya dengan eksistensinya.

Dengan reputasi sebesar itu, tidak banyak orang yang berani bertindak seenaknya di hadapannya. Apalagi menantang.

Namun, gadis ini ...

“Hm. Tidak penting,” ujarnya akhirnya. Tatapan Nathan menurun, datar, dan dingin. Seolah Zhiya hanyalah file korup yang tak layak dibuka ulang.

Ia berbalik, melangkah pergi tanpa menoleh lagi. Suara langkah sepatunya bergema lembut di lantai marmer lorong, tenang namun penuh otoritas.

Zhiya masih berdiri di tempat, gigi belakangnya bergesek. Otaknya mendidih. Tapi dia tidak bisa berkata apa-apa. Hanya bisa menatap punggung pemuda itu yang menjauh perlahan, seperti tiang listrik yang menjulang diam di bawah langit kelabu Jakarta.

“Sombong banget,” desisnya pelan. “Cowok kayak gitu mah pasti colokan listrik zaman dulu. Serius banget, tajam banget, dan selalu bikin orang lain kesetrum tanpa sadar.”

Langkah Zhiya bergema pelan di koridor lantai dua asrama putri. Dinding putih pucat, lorong panjang tanpa suara, dan udara dingin dari pendingin ruangan membuat tempat itu terasa seperti dunia yang tidak menyambut siapa pun.

Ia masih menyimpan kalimat terakhir pemuda tadi dalam kepala.

"Akademi ini bukan panggung audisi selebgram!"

Zhiya menghela napas dalam-dalam. Ia tidak butuh persetujuan dari siapa pun. Tapi tetap saja ... kalimat itu menempel seperti sengatan listrik statis di tengkuknya.

Ia berhenti di depan pintu bertuliskan Kamar S-08, mengeluarkan kunci elektronik dari dalam map, dan menempelkan chipnya ke panel kecil. Pintu terbuka otomatis.

Ruangannya bersih dan sederhana: dua ranjang, dua meja, dan lemari besi di sisi dinding. Ranjang satunya masih kosong. Belum ada teman sekamar dan ia berharap tidak ada dalam waktu dekat.

Zhiya duduk di tepi ranjang, membuka ransel kecilnya yang sudah kumal. Di dalamnya, hanya ada beberapa baju, sebuah charger portabel, dan ... potongan logam kecil berbentuk lonceng dengan lambang petir di tengahnya. Warna peraknya sudah pudar.

Ia menggenggam benda itu. Tangan kirinya bergetar sedikit.

"Zhiyaa~ kalau kamu punya kilat dalam badan, jangan dipake buat goreng telur sajo ya ... itu rugi besar-besar loh!”

Suara itu. Suara yang tidak pernah diam. Suara yang ia rindukan sekaligus bikin ingin melempar sandal.

Zhiya tersenyum tipis. Tapi senyum itu cepat memudar. Kenangan datang seperti banjir saat bendungan jebol, dan tak bisa dihentikan.

Dulu, namanya bukan Li Zhiya. Ia adalah Rong Zhiya, putri satu-satunya dari Rong Weihan, sang Raja Pemburu Petir, pria yang mampu menghancurkan kota dengan satu ledakan badai.

Tapi bagi Zhiya kecil, Weihan bukanlah dewa. Ia hanya pria cerewet yang terlalu sering menyisir rambut anaknya sambil nyanyi opera jalanan dan nyerocos soal colokan rusak.

“Zhiyaaa~ kalo kamu nyetrum orang tiap marah, nanti pacarmu pingsan tiap bertengkar loh~”

“Ayah ... aku masih SD.”

“Lah, justru itu. Harus dididik dari kecil! Petir harus pakai emosi, bukan emosi pakai petir!”

Namun semua itu berakhir dalam satu kesombongan.

Weihan menantang sembilan anggota 10 Terkuat Dunia dalam duel terbuka. Ia berhasil melumpuhkan empat, tapi lima lainnya menyatu dan menyerang titik vital spiritualnya. Meridian-nya hancur. Ia jatuh. Dunia memburunya.

Rumah mereka diledakkan. Media global menyebutnya: "Pengkhianatan Sang Raja Petir".

Mereka kabur. Ibunya tewas tertembak saat melindungi Zhiya. Di lorong bawah tanah yang lembap dan bau pelumas tua, Rong Weihan, dengan tubuhnya yang berdarah dan jiwa yang compang-camping, menatap putrinya dengan senyum konyol.

“Aiyaa~ Ayah mo mati ni ... tapi tak rela tinggalkan kamu sendirian. Kamu tuh cocoknya jadi pahlawan, bukan anak yatim piatu sinetron tragedi~”

“Ayah, jangan bercanda …”

“Siapa bilang bercanda? Ayah punya satu jurus pamungkas. Tapi ... mungkin kamu bakal malu besar nanti.”

Dengan teknik terlarang Suihun Ji, tubuh Weihan memecah dan berubah. Tubuhnya mengkerut drastis menjadi sosok bocah laki-laki berumur tujuh tahun. Prosesnya sangat brutal. Darah keluar dari pori-pori, tulangnya patah dan menyusun ulang, energi jiwanya berputar liar. Rong Zhiya menyaksikan semua itu sambil menahan tangis dan panik.

“Mulai sekarang ... Ayah jadi adik kamu laa. Kalau ada yang tanya, jawab aja ini adik saya Li Xiaohan. Jangan bilang siapa-siapa ya. Biar musuh bingung, tapi kita tetap satu tim, tim kilat pecah kepala!”

Tubuh barunya berhasil tercipta, tapi sangat lemah. Napasnya tersengal, denyut nadinya lambat, dan suhu tubuhnya hampir beku.

“Zhiyaa ... jangan panik ... Ayah … sekarang ... imut, kan?" Lalu pingsan dengan darah menetes-netes dari hidung kecilnya.

Zhiya tak tahu harus tertawa atau menangis. Ia yang waktu itu masih berusia 8 tahun tidak bisa langsung kabur. Ia harus menyembunyikan tubuh baru ayahnya dan merawatnya selama beberapa minggu hingga stabil.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Awas Kesetrum!   10. Perjodohan

    Ruang Kantor Direktur ASN — Lantai Tertinggi Akademi Superhuman Indo.Cahaya matahari sore menyelinap dari balik jendela kaca tinggi, memantul pada meja kayu jati yang mengkilap. Ruangan itu luas, tenang, dan... menekan. Dindingnya dipenuhi rak buku strategi, arsip misi, dan layar holografik yang terus menampilkan grafik energi para murid.Dharma Wiratmaja berdiri membelakangi jendela, tangannya menyilang, menatap kota yang mulai diliputi awan jingga. Ketika suara ketukan halus terdengar dari pintu.“Masuk,” ucapnya.Pintu terbuka perlahan. Seorang anak laki-laki mungil, rapi dengan kemeja putih dan celana pendek abu-abu, melangkah masuk dengan langkah teratur. Mata tajamnya menatap Dharma tanpa gentar, berlawanan dengan tubuh kecilnya yang tampak terlalu ringan untuk membawa aura sedingin itu.“Direktur Dharma,” ucapnya sopan.Dharma memutar tubuh. “Li Xiaohan...”“Perkenalkan kembali,” ucap bocah itu sambil sedikit membungkuk. “Saya datang membawa pesan dari ayah saya — Rong Weihan.”

  • Awas Kesetrum!   9. Kejutan untuk Sekar

    Sementara itu, Sekar duduk canggung di ruang kelas A, dikelilingi murid-murid elite yang rambutnya saja kelihatan lebih mahal dari hidupnya."Nama kamu siapa?" tanya Valerie, setengah senyum. "Sekar ya? Kamu... kok bisa masuk Kelas A?"Sekar mengangkat tangan ragu. "Aku juga nggak tahu... tadi pagi kayaknya aku cuma nendang alat pengukur dan... eh, kebetulan langsung nyala 99."Semua menoleh.Valerie tersenyum manis. "Kebetulan yang sangat... luar biasa ya."Reinaldo — entah sejak kapan dia muncul — sudah berdiri di jendela kelas A, teriak dari luar. "KARENA DIA IMUT, BEGO!"Sekar menutup wajah dengan buku. Hari pertamanya... resmi absurd.Beberapa jam setelah sesi penempatan, suasana di ruang Kelas A terasa seperti lounge hotel bintang lima. AC-nya adem, karpetnya tebal, bahkan colokan di dindingnya punya lampu indikator LED biru elegan.Sekar duduk di pojok, berusaha mengecilkan eksistensinya di antara siswa-siswa dengan aura "Saya sudah ikut pelatihan sejak dalam kandungan." Ia bar

  • Awas Kesetrum!   8. Kelas D

    Setelah pembacaan daftar penempatan selesai, siswa-siswa baru mulai bergerak menuju kelas masing-masing. Kelas A diantar langsung ke gedung pelatihan utama yang megah, ruangannya full AC, lantainya bersih kinclong, bahkan langit-langitnya punya efek holografik langit biru. Mereka disambut dengan senyum para instruktur terbaik, lengkap dengan kopi gratis dan roti sobek hangat di meja registrasi.Sementara itu, Kelas D?Zhiya berdiri mematung di sisi lapangan, sendirian. Seorang petugas keamanan — bukan instruktur — datang menghampirinya dengan ekspresi datar. "Kelas D? Ikuti saya."Ia dibawa keluar dari jalur umum, menuruni lorong sempit yang bahkan tidak memiliki lampu otomatis. Lantai berdebu, lampu berkedip, dan aroma... sangat tidak akademik. Di ujung lorong, ada pintu besi tua dengan tulisan pudar: Unit Observasi Khusus – Akses Terbatas.Pintu itu terbuka dengan derit menyeramkan, seperti dari film horor berbiaya rendah. Di dalamnya hanya ada satu ruangan latihan sempit beralaskan

  • Awas Kesetrum!   7. Penempatan

    Nathan tetap menatap Zhiya yang baru saja turun dari panggung. Tatapannya tajam, penuh kalkulasi. Valerie di sisinya menunggu respons—seperti biasanya—tapi kali ini, yang keluar dari bibir Nathan membuatnya mengerutkan alis.“Aku tidak tertarik,” ujar Nathan datar, akhirnya membuka mulut. Kemudian menjauh dari Valerie.Langit mendung menggantung rendah saat sesi penempatan kelas diumumkan.Di tengah lapangan, instruktur berdiri tegap sambil memegang tablet berisi hasil evaluasi seluruh siswa baru. Suara pengeras menggema, memanggil nama demi nama dan menempatkan mereka ke dalam kelas berdasarkan tingkat kekuatan yang terdeteksi."Kelas A — Valerie Anastasya, Sekar Kinanti, Reinaldo Pranata (khusus perpanjangan mentor), Nathaniel Wiratmaja."Satu per satu tepuk tangan terdengar, beberapa siswa berdecak kagum — terutama saat nama Nathan disebut. Tapi pemuda itu hanya berdiri diam dengan wajah kaku seperti biasa. Valerie melambaikan tangan dengan elegan. Reinaldo melempar cium ke udara. S

  • Awas Kesetrum!   6. Anak titipan

    Hari berikutnya.Zhiya berdiri mematung di tengah lapangan latihan, diapit puluhan pasang mata yang memandang dengan berbagai reaksi: penasaran, sinis, dan geli. Di atas panggung instruktur, sebuah alat pengukur energi menyala redup di belakangnya. Bola lampu bulat yang tergantung di udara hanya berkedip kecil, lalu padam.Kilatan listrik dari telapak tangan Zhiya barusan hanya cukup membuat bohlam itu bergetar. Tidak menyala. Tidak cukup kuat untuk mencatat angka pada layar.“Li Zhiya, nilai: nol koma nol satu,” ucap instruktur dengan suara monoton. “Kategori: Minor. Stabilitas: lemah.”Terdengar gumaman dari barisan siswa. Di barisan depan, tiga siswi mengenakan jaket khusus akademi yang hanya dimiliki kelas elit saling menahan tawa. Yang paling mencolok, si rambut aksesoris dari insiden kamar kemarin, berbisik dengan suara cukup keras untuk didengar.“Wih, Putri Colokan turun tahta nih,” katanya sambil terkikik. “Geli banget liat nyetrumnya. Kayak digigit semut.”“Lebih kayak ... di

  • Awas Kesetrum!   5. Sesi pengenalan

    Suara bel panjang menggema dari corong pengeras suara di tiap sudut bangunan. Pintu-pintu kamar mulai terbuka, langkah kaki terdengar berlarian ke arah aula utama di lantai bawah.“Perhatian, seluruh siswa baru harap berkumpul di Lapangan Utama dalam lima menit. Sesi pengenalan siswa akan segera dimulai.”Sekar buru-buru menyematkan kancing terakhirnya dan mengambil sepatu. Wajahnya masih terlihat gugup, tapi senyum kecil muncul di bibirnya saat menoleh ke Zhiya. “Terima kasih bajunya. Aku janji bakal cuci bersih-bersih nanti.”Zhiya hanya mengangguk, lalu mengikat rambutnya seadanya dan berjalan keluar kamar tanpa berkata apa-apa.Beberapa menit kemudian, mereka sudah berdiri di tengah kerumunan siswa baru di lapangan utama. Di depan mereka, panggung semi-permanen berdiri megah dengan latar bertuliskan:“Selamat Datang, Angkatan Baru Akademi Superhuman Indo.”Sorot lampu panggung mulai menyala. Seorang instruktur naik ke atas panggung, diikuti oleh para murid unggulan dari angkatan at

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status