Share

Ayah, Aku Tidak Mau Menikah!
Ayah, Aku Tidak Mau Menikah!
Penulis: Canna oprhe

Terkena Serangan Jantung

Priscilla, seorang wanita muda yang tengah sibuk merintis karirnya sebagai seorang pengacara itu terkejut dengan kenyataan bahwa ayahnya berniat menjodohkannya dengan seorang pria yang tidak ia cintai. Terlebih, pria itu adalah seorang tiran yang sangat terkenal di negaranya ini.

Tidak mungkin jika ayahnya menjodohkannya tanpa tau identitas dari pria itu. Entah apa yang membuat ayahnya sampai berpikiran untuk menjerumuskan putri kandung satu satunya yang ia miliki ke dalam kandang harimau.

Bagai tersambar petir di siang bolong, Priscilla terkejut bukan main dengan pernyataan ayahnya yang sangat mendadak itu. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai pengacara saat ini, ayahnya justru berniat menikahkannya.

“Ayah, bukankah ayah tau sendiri jika karirku sebagai pengacara tengah gemilang saat ini? Bagaimana bisa ayah berniat menikahkanku, terlebih dengan pria seperti itu? Aku tidak tau apa yang sebenarnya ayah pikirkan.” Priscilla seolah tidak mau menerima kenyataan, ia terus menentang keputusan ayahnya yang sudah bulat itu.

Pria paruh baya yang kini sudah hampir 3 tahun terkena penyakit mematikan ini, ingin segera melihat putri satu-satunya menikah sebelum terjadi hal yang tidak di inginkan. Setidaknya setelah sewaktu-waktu ia pergi nanti, ia tidak terlalu merasa bersalah karna telah meninggalkan putrinya dalam keadaan sudah menikah.

“Priscilla, putriku sayang. Ayah mohon mengertilah, ini demi kebaikanmu.” Ditrian yang sudah tua ini, terus memohon pada putrinya untuk mengabulkan keinginannya.

Bagaimana bisa Priscilla menuruti permintaan ayahnya yang tidak masuk akal ini? Padahal namanya sebagai pengacara tengah naik, Priscilla juga tergolong masih muda. Apalagi ia hendak di nikahkan dengan tiran yang terkenal tak punya belas kasih, tentu saja Priscilla menolaknya dengan keras.

Bola mata wanita cantik ini langsung berkaca kaca. Ia tak habis pikir dengan ayahnya yang selalu saja membuatnya mau tidak mau harus menurut padanya. “Apa ayah bilang? Ayah bilang, ini semua demi kebaikanku? Jika ayah memang benar-benar memikirkan kebaikanku, harusnya ayah tidak berniat menikahkanku dengan pria itu.” Priscilla menatap ayahnya dengan sorot mata yang sedih, memikirkan tentang bagaimana nasibnya nanti jika menikah dengan iblis itu.

Menurut Priscilla, ayahnya yang justru seperti sengaja ingin membuat hidupnya menderita dengan cara menikahkannya dengan tiran, tidaklah pantas untuk berkata jika semua yang tengah ia bicarakan ini untuk kebaikannya.

Tanpa putus asa, Ditrian tak habis habisnya terus memohon Priscilla untuk mengubah pandangannya pada pria yang hendak menjadi tunangannya dalam waktu dekat ini.

“Tolong percaya lah pada ayah, sayang. Kamu akan bahagia jika menikah dengan pria itu.” Ditrian memelas, membuat hati putrinya terus goyah karna nada bicaranya yang seakan memohon dengan sangat.

Suasana di meja makan itu di penuhi dengan isak tangis. Ayah dan anak itu terus bertentangan, mengatakan pendapat mereka yang berbeda. Kini Priscilla terduduk lemas di atas kursinya, dia tidak menyentuh makanannya sama sekali. Bahkan rasanya nafsu makannya pun seolah hilang setelah ayahnya mengacaukan suasana yang seharusnya tenang ini.

Kini wajah Priscilla sembab, di penuhi dengan banyak tetesan air mata yang terus mengalir dari kedua mata coklatnya yang indah. “Sebenarnya apa yang ayah dapatkan dari pernikahanku ini? Ayah mengincar harta? Aku bisa memberikan ayah uang, ayah tidak perlu sampai seperti ini.” Priscilla terus berpikiran negatif dengan tujuan di balik niat ayahnya yang hendak menikahkannya dengan tiran yang seperti iblis itu.

Perkataan Priscilla yang tidak sengaja seperti sedang menuduh ayah kandungnya hendak menjualnya demi uang itu pun, membuat penyakit lama ayahnya kembali kambuh. Ditrian terkena serangan jantung mendadak, membuat kedua bola matanya terbelolok seolah akan lepas dari kedua lipatan matanya.

Nafas Ditrian mulai sesak, ia mengalami kejang-kejang untuk beberapa saat. Hal itu membuat Priscilla merasa panik, ia melupakan sejenak rasa kesalnya pada ayahnya itu. Karna menurutnya, keselamatan ayahnya saat ini adalah yang paling utama di bandingkan dengan ego nya.

Priscilla pun langsung berlari dari ujung meja makan tempatnya duduk, menghampiri ayahnya yang sedang merasa kesakitan di ujung meja makan yang sebelahnya lagi.

“Ayah!” teriak Priscilla dengan air matanya yang masih menetes di pipinya yang cabi.

Priscilla dengan cepat langsung menghampiri telpon rumah, ia memanggil ambulan agar segera datang ke rumahnya. Priscilla terus menunggu kedatangan ambulan dengan gelisah, ia takut memikirkan penyakit ayahnya yang kambuh karna dirinya.

Untungnya, tak lama kemudian, ambulan pun datang hingga ayahnya bisa segera di larikan ke rumah sakit untuk mendapat penanganan yang seharusnya.

****

Priscilla berlari, mengikuti langkah ayahnya yang tengah terbaring di atas brankar dorong. Para perawat dan juga dokter segera membawa ayahnya ke dalam ruang ICU. Namun begitu sampai di depan ruangan ICU, Priscilla terpaksa harus menunggu di luar agar tidak mengganggu dokter.

Perasaan khawatir sekaligus bersalah, menyelimuti hati Priscilla. Jika saja tadi ia tidak berteriak pada ayahnya, pasti hal ini tidak akan terjadi. Itulah yang tengah Priscilla rasakan saat ini. Apalagi di dunia ini, Priscilla hanya memiliki ayahnya seorang. Ia tidak dapat membayangkan bagaimana jika terjadi sesuatu pada ayahnya nantinya.

Priscilla menunggu beberapa lama, sambil duduk dan terus berdoa untuk keselamatan ayahnya. Padahal selama ini, penyakit lama ayahnya itu sudah jarang sekali kambuh. Itulah mengapa Priscilla teledor, ia tidak memiliki satu pun obat di rumah hanya karna berfikir bahwa penyakit ayahnya tak akan kambuh lagi.

Setelah sekian lama menunggu sendirian tanpa kabar, tiba-tiba ada seorang pria yang tengah berjalan ke arahnya. Priscilla yang tengah menundukkan kepalanya itu, tak terlalu penasaran dengan bayangan seorang pria yang mulai mendekat padanya. Karna Priscilla pikir, mungkin orang itu hanya akan berjalan ke arah lain, bukan menghampirinya.

Namun dugaan Priscilla salah, bayangan pria itu kini justru berhenti tepat di depannya. Karna penasaran, Priscilla pun mengangkat wajahnya. Terlihat seorang pria paruh baya tampan yang sepertinya seumuran dengan ayahnya, pria itu memiliki mata yang biru seperti bule, namun rambut nya bewarna hitam lekat.

Pria itu kelihatan bingung, ia terus menengok ke sekelilingnya padahal tengah berdiri tepat di depannya. Priscilla pun mencoba untuk bertanya. “Maaf tuan. Anda kelihatan bingung, anda sedang mencari seseorang?” tanya Priscilla.

Pria yang semula terus menengok seperti sedang mencari sesuatu itu, kini baru menatap Priscilla di bawahnya dengan benar. “Iya, aku sedang mencari sesuatu tadi. Tapi kini aku sudah menemukannya,” jawab pria paruh baya itu dengan senyum di wajahnya.

Pikiran Priscilla yang pada saat itu tengah berantakan karna memikirkan ayahnya, tak dapat mencerna dengan benar perkataan pria di depannya barusan. Priscilla merasa bingung, jika memang ia sudah menemukan apa yang di carinya, kenapa pria di depannya itu tak kunjung pergi dan malah tetap diam terpaku di depannya. Itulah apa yang di pikirkan Priscilla saat ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status