Share

Bab 06. Siapa Jayden?

"Tapi aku udah kayak tante-tante gatel deh, masa nikah sama brondong kayak gak ada cowok aja."



"Cowok banyak, tapi jodohnya sama saya. Sudah gak usah dipikirkan," ucap Jayden meyakinkan.



"Ayo turun," ajak Jayden saat mobil akhirnya sampai di depan butik. Ternyata perjalanan hanya memakan waktu 10 menit.



Mereka berdua turun dari mobil dan masuk ke dalam butik. Saat pintu terbuka, para karyawan menyambut kedatangan Jayden.



Keduanya berjalan masuk ke dalam butik. pintu terbuka, dan beberapa karyawan menyapa Jayden dan Kanaya.

"Selamat pagi, Tuan Haris," sapa beberapa karyawan dengan sopan. Kanaya terdiam mendengar sapaan tersebut, terkejut dengan panggilan 'Tuan Haris'.

"Tolong kamu siapkan beberapa gaun untuk calon istri saya," perintah Jayden kepada para karyawan dengan tegas. Mereka mengangguk patuh dan membawa Kanaya untuk melihat koleksi gaun yang tersedia di butik tersebut.

Sementara itu, Jayden duduk di sofa yang tidak jauh dari Kanaya. Pria tampan ini mengeluarkan ponselnya dan mulai memeriksa laporan kerjanya.

Kanaya tercengang saat melihat gaun-gaun yang indah di hadapannya. Namun, dia tak dapat menyembunyikan kejutan saat melihat harga-harga yang tertera di label gaun-gaun tersebut. "Ya Allah, ini mahal sekali," batin Kanaya dengan kaget. Meskipun dia tertarik dengan beberapa gaun, namun dia tidak berani mencobanya karena harganya yang sangat tinggi.

Jayden memasukkan ponselnya ke dalam saku jas, lalu bangkit berdiri dan melangkah menuju Kanaya.

"Kenapa kamu tidak mencoba gaunnya?" tanya Jayden. Kanaya meringis dan berbisik.

"Mungkin kita sebaiknya pulang saja, tempat ini terlalu mahal. Sayang uangnya," ucapnya dengan suara lirih. Jayden hampir saja tertawa mendengarnya.

"Hey ngapain pulang, saya bawa kamu kesini untuk mencoba gaunnya. Bukan untuk melihat harganya." ujar Jayden dengan nada meyakinkan. Bibir Kanaya mengerucut mendengarnya. Padahal Kanaya tidak mau merepotkan Jayden, uang dari mana coba beli gaun ratusan juta seperti itu.

Tanpa diketahui oleh Kanaya, butik yang mereka kunjungi adalah milik Jayden sendiri, Muhammad Jayden Haris, calon suaminya yang akan segera resmi menjadi suaminya.

Tidak banyak yang mengetahui bahwa Jayden adalah seorang pria yang sukses dalam berbagai bidang. Bahkan keluarganya pun tidak mengetahui bahwa Jayden sudah bekerja. Selain memiliki butik, Jayden juga memiliki beberapa kafe yang ia kelola bersama dua sahabatnya sejak SMA, dan omsetnya sangat luar biasa.

Mereka berdua melanjutkan perjalanan mereka di butik tersebut, dengan Jayden berjanji untuk membantu Kanaya memilih gaun yang sempurna untuk pernikahan mereka. Pernikahan sekali seumur hidup harus terlihat istimewa.

Setelah memilih gaun pengantin dan berdiskusi dengan wedding organizer, Jayden dan Kanaya merasa lapar. Waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang, dan Jayden mengajak Kanaya makan siang di sebuah cafe.

"Mau makan di cafe mana?" tanya Jayden, dengan senyum yang hangat.

Kanaya merasa lelah dan hanya ingin pulang. "Boleh langsung pulang tidak?" tanyanya, dengan nada yang lembut. "Makan di rumah saja."

Jayden menggeleng, "Untuk hari ini kita makan bersama, tidak ada penolakan." ucapnya tegas.

Kanaya mengerutkan dahinya, "Kalau gak bisa nolak ngapain nawarin," balasnya, agak kesal.

"Saya nawarin mau ke cafe mana, bukan mau ke cafe atau pulang. Bagaimana sih kamu," balas Jayden, agak frustasi. Wajah Kanaya seketika menekuk, susah memangnya kalau ngomong sama brondong tengil.

"Ja_ euh, Mas. Boleh aku bertanya?" tanya Kanaya, mencoba mengubah topik.

"Boleh," jawab Jayden dengan cepat, penasaran dengan pertanyaan Kanaya.

"Apa kamu yakin ingin menikah denganku? Apakah kamu tidak punya kekasih?" tanya Kanaya, dengan suara yang penuh keraguan.

Jayden tertawa, "Pertanyaan pertama sungguh konyol, kalau tidak yakin ngapain saya buang-buang waktu untuk datang ke rumah kamu dan melamar kamu. Dan yang kedua, Saya tidak pernah pacaran atau punya pacar."

Jayden lalu berhenti sejenak, melihat Kanaya dengan tatapan yang penuh cinta, "Tapi kita akan pacaran setelah halal." ucapnya, sambil mengedipkan sebelah matanya.

Kanaya merasa wajahnya memerah, jantungnya berdetak kencang, tak menyangka Jayden akan berkata seperti itu. Jayden memperhatikan perubahan warna wajah Kanaya dan berdecak, "Kok wajahnya memerah Bun?" ucapnya, menirukan suara Keanu yang menggoda ibunya tadi pagi. Kanaya hanya bisa memalingkan wajahnya, "Diem mas," ucapnya pelan, menatap keluar jendela.

Perjalanan mereka berlanjut hingga akhirnya sampai di Cafe JH 15 menit kemudian. Saat mereka berdua memasuki cafe, tiba-tiba terdengar seseorang memanggil nama Jayden. Mereka berdua langsung mencari sumber suara dan Jayden menemukan sosok Abangnya, Rayyan, berdiri di sana.

Rayyan mendekat, memberi salam, "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," ucapnya. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," jawab Jayden dan Kanaya bersamaan.

Rayyan langsung mengarahkan pertanyaannya ke Jayden, "Jay, jadi... ini janda yang kamu maksud?" tanyanya langsung. Jayden mengangguk, "Ya Mas, kenalin Kanaya." ucapnya. Kanaya mengepal kedua tangannya di dada, "Salam kenal Mas, saya Kanaya." ucapnya dengan sopan.

Rayyan memandang Kanaya dengan pandangan sinis, "Gak usah sok suci dan sok baik, saya tidak akan tertarik." ucapnya dengan nada penuh sarkasme. Ucapannya membuat Kanaya terhenyak, begitu juga dengan Jayden. Mereka berdua tidak percaya Rayyan bisa berkata seperti itu.

"Saya sarankan, lebih baik kamu mundur. Adik saya terlalu sempurna untuk janda seperti kamu!" lanjut Rayyan, dengan nada merendah. Jayden langsung berdiri, "Stop mas!" ucapnya dengan emosi, kedua tangannya terkepal kuat.

Jayden melanjutkan, "Mas, Jay tegasin sama mas. Jay mau menikah sama siapapun itu tidak perlu restu Mas. Yang Jay butuhkan restu kedua orang tua. Jadi, stop_"

Rayyan tidak peduli, dia terus merendahkan Kanaya, "Kamu itu harusnya buka mata hati kamu Jay, Masih banyak diluaran sana gadis yang cantik dan Sholehah." ucapnya. "Kamu itu hanya di manfaatin sama janda gatal ini, apalagi dia punya anak dua paling cuman numpang hidup dan nyusahin!" lanjutnya.

Rayyan berbalik ke Kanaya, "Lebih baik kamu mundur deh mbak, fokus saja sama anakmu. Kalian gak cocok bagai langit dan bumi." ucapnya dengan sinis.

Jayden bergerak maju, amarahnya hampir memuncak. Namun, Kanaya cepat-cepat menahan lengan Jayden, menggelengkan kepalanya, seolah-olah memberi isyarat untuk tidak melakukan apa-apa.

"Tapi dia udah kelewatan Nay," ucap Jayden, suaranya gemetar menahan amarah. Gigi-giginya bergemeletuk, tanda bahwa dirinya berusaha keras menahan amarahnya.

"Sabar Mas, ini tempat umum." Ucap Kanaya, mencoba meredakan situasi.

Rayyan hanya mengejek, "CK, sok suci sekali." Lalu dia menambahkan, "Ingat mbak, jika kamu punya rasa malu dan harga diri. Lebih baik jauhi adik saya." Setelah mengucapkan itu, Rayyan berbalik dan pergi, meninggalkan mereka berdua dalam keadaan terpaku.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status