"Om, mau tidak jadi ayah kami?" Kanaya tidak menyangka si kembar memaksa ikut ke kampus dan melamar Muhammad Jayden Haris yang baru selesai bersholawat untuk jadi ayah mereka! Lantas, akankah Jayden mengabulkan permintaan dua bocah ini atau justru menolaknya mentah-mentah?
Lihat lebih banyakFatimah menatap Jayden, mata yang penuh kecemasan. "Jayden, bawa Kanaya ke ruang rawat si kembar. Dia juga perlu istirahat," ujarnya lembut. Jayden tampak ragu, menggaruk-garuk kepala, "Tapi, Bun, bagaimana dengan Mas Rayyan?" Fatimah melirik Abdullah, yang kemudian mengambil alih pembicaraan. "Biarkan kami yang menjaganya, Jay. Kamu istirahat saja sekarang," ucap Abdullah, berusaha meyakinkan Jayden. Akhirnya, Jayden mengangguk dan mengajak Kanaya meninggalkan ruangan. Setelah pintu tertutup rapat, Fatimah tiba-tiba terisak pelan. Abdullah segera merengkuh istrinya, hati serasa teriris menyaksikan kesedihan yang mendalam di wajah Fatimah. "Sayang, kamu boleh menangis sekarang. Tapi setelah ini, saya mohon, jangan ada lagi air mata. Kita harus kuat demi Rayyan," bisiknya lembut di telinga Fatimah."Mas, tapi aku tidak menyangka Rayhan akan seberani itu membawa kabur si kembar," ucap Fatimah dengan suara lirih, matanya tampak berkaca-
Fatimah dan Abdullah tiba di rumah sakit dengan wajah bingung. Kedua orang tua itu tidak menyangka putra sulung mereka, Rayyan, akan terlibat dalam kejadian ini. Fatimah merasa dadanya berdegup kencang dan napasnya terengah-engah karena kekhawatiran. "Ayah, bang Rayyan mencoba menculik si kembar, dan akibatnya mereka mengalami kecelakaan," ujar Jayden dengan suara lirih. Fatimah terbelalak dan terkejut mendengarnya, matanya berkaca-kaca seakan tak percaya bahwa Rayyan akan melakukan hal seberani itu. "Ayo, Ayah dan Bunda. Kita lihat kondisi bang Rayyan karena dia sudah dipindahkan ke ruang rawat," ajak Jayden sambil menarik lengan Abdullah. Abdullah menahan tangan Jayden ketika akan melangkah menuju ruang rawat Rayyan. Suasana menjadi lebih tegang, mata Jayden bertanya-tanya. "Ada apa, Ayah?" tanya Jayden bingung. Abdullah menghela napas, lalu berkata, "Antarkan Ayah ke kamar rawat si kembar, Ayah ingin melihat kondisi cucu-cucu Aya
Situasi di rumah sakit begitu tegang, terutama bagi Jayden yang mondar-mandir gelisah di depan pintu ruang operasi. Hatinya dipenuhi dengan kekhawatiran dan penyesalan yang mendalam. Dia tidak pernah membayangkan bahwa abangnya, Rayyan, akan mengalami kecelakaan serius dan harus menjalani operasi. Mengingat kilas balik tentang perbuatannya yang menculik anaknya, Jayden merasa ini mungkin merupakan karma yang ia hadapi. Namun, di sisi lain, Jayden juga merasa khawatir karena putra-putrinya sedang berada di ruang pemeriksaan, ditemani oleh Kanaya. Pikirannya terbagi antara kekhawatiran untuk abangnya dan kekhawatiran untuk keselamatan anak-anaknya. Setelah menerima panggilan telepon dari pihak rumah sakit, Jayden segera memberitahu Kanaya tentang kecelakaan yang menimpa Rayyan dan si kembar. Kabar tersebut membuat Kanaya dan Maryam terkejut dan syok. Mereka segera bergegas menuju rumah sakit untuk memberikan dukungan dan kehadiran mereka. Kanaya berjalan
"Apa? Hilang?!" pekik Jayden, sementara itu Maryam juga terkejut mendengarnya. Pada saat itu, atmosfer di rumah menjadi tegang dan panik."Bagaimana bisa, Nay?" tanya Maryam, bundanya Kanaya, dengan kekhawatiran yang terpancar dari matanya yang sayu. Kanaya menggelengkan kepalanya lemah, air mata menetes di pipinya tanpa henti. "Naya juga tidak tahu, Bu. Tadi anak-anak Naya tinggal di taman belakang karena mau mengambil pakan ikan. Tapi saat Naya kembali, mereka menghilang," lirih Kanaya dengan suara yang penuh duka.Maryam menarik napas panjang, mencoba meredakan paniknya. "Baiklah, kita akan mencarinya bersama-sama. Pertama, kita periksa rekaman CCTV," ucap Jayden. Kebetulan Jayden telah memasang CCTV di rumah baru mereka. Maryam dan Kanaya mengikuti Jayden menuju ruang kerjanya, langkah mereka terburu-buru.Setibanya di sana, Jayden duduk di depan meja kerjanya dan membuka laptopnya dengan sigap. Jayden mulai mengotak-atik rekaman CCTV sejenak, jari-jar
Setelah orang tua dan abangnya pergi, Jayden melangkah menuju kamar anak-anaknya. Namun, saat hendak menggenggam gagang pintu, langkahnya terhenti; suara Kalisa, putri bungsunya, terdengar meminta penjelasan pada Kanaya. "Bunda, apa Om Rayhan itu ayah kita, ya?" tanyanya polos. Kanaya, yang ditanya, terpana. Lidah terasa kelu dan mata membelalak dalam ketidakpercayaan. "Ica... mengapa kamu bertanya begitu pada Bunda?" sela Keanu, kakak Kalisa. "Tak ada yang salah, kan, Abang? Ica penasaran saja." Kalisa lantas menghela napas. "Bola mata Abang sama dengan Om Rayhan, kok. Tadi Abang dengar, Om Rayhan bilang kita anak-anaknya..." Tiba-tiba, Kanaya menutup matanya erat-erat. Tetes air mata tak terbendung meluncur membasahi pipi; menyimbolkan rasa gundah yang tak sanggup ia ungkapkan."Sudah, jangan bertengkar. Sekarang, kalian berdua mandi ya, sudah sore," ucap Kanaya dengan nada cemas, mencoba mengalihkan perhatian dari pertany
Sore hari, Kanaya terkejut membuka pintu dan menyaksikan sosok sepasang mertuanya berdiri gagah di depan rumah. "Ayah, Bunda," ucapnya bersemangat. "Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh," balas Ayah Abdullah dan Bunda Fatimah seraya mengepalkan dagunya. "Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh. Ayah, Bunda, ayo masuk," ajak Kanaya sambil membuka pintu lebar-lebar. Keduanya melangkah masuk dengan senyum mengembang. Keanu dan Kalisa, menyadari kehadiran kakek dan nenek mereka, langsung berlari memeluk mereka erat. "Dede kangen Nenek," ujar Kalisa sambil memeluk Fatimah. "Keanu juga kangen Kakek," timpal Keanu. Hatinya bergelora, teringat bagaimana seminggu terakhir tanpa kehadiran kakek yang kerap menemaninya dengan kisah-kisah tentang nabi. "Keanu, Kalisa, biarkan Kakek dan Nenek duduk dulu ya," ucap Kanaya menenangkan anak-anaknya. "Ayah, Bunda, Kanaya mau ke dapur sebentar ya." "Ya, Kanaya, sila
Fatimah merasa gelisah menunggu jawaban dari suaminya, jari-jari lentiknya tak henti menari-nari di atas meja. Seolah-olah mencari tahu di mana Jayden tinggal membutuhkan waktu lama. "Lebih baik, Mas, tanyakan dulu sama Jayden. Jika anak itu ada di rumah, kita langsung ke rumahnya saja, bagaimana?" usul Abdullah. Pasalnya, Abdullah harus mendapatkan izin dari Jayden, putranya. Bukan karena tidak percaya pada istrinya, melainkan ini menyangkut Kanaya. Abdullah tidak mau sampai Rayyan mendengar kabar ini dan nekat menemui adiknya. Tiba-tiba, suara pecahan kaca menggema di ruangan. Sebuah vas bunga telah jatuh dan pecah berkeping-keping di lantai. Rayyan, yang ternyata telah mendengar percakapan mereka, mengumpat keras, amarah membara di matanya. "Mas, apa itu?" tanya Fatimah, berjalan menuju sumber suara dengan langkah gontai, diikuti oleh Abdullah yang mengernyitkan dahi. Rayyan, yang mendengar langkah kaki mendekat, bergegas pergi dari sana, menghindar
Ponsel Kanaya tiba-tiba berdering, mengisyaratkan bahwa alarm telah berbunyi. Dengan perlahan, Kanaya membuka kedua matanya dan melihat wajah tampan suaminya, Jayden. Pemandangan tersebut membuat hati Kanaya berbunga-bunga, dan pipinya memerah seperti kepiting rebus. Kanaya teringat dengan jelas apa yang mereka lakukan beberapa jam yang lalu. Mereka berdua telah menghabiskan waktu yang indah bersama, membuat kenangan yang tak terlupakan. Jayden tiba-tiba bertanya dengan santai, "Apa aku tampan, sampai melihatnya seperti itu? Pertanyaan itu membuat Kanaya terkejut bukan main. "M-mas, kamu sudah bangun?" tanya Kanaya dengan wajah yang masih terkejut. "Sudah," jawab Jayden sambil tersenyum. Kanaya merasa malu dengan reaksi spontannya. "Ya Allah, Kanaya, bodohnya kamu Nay, ketahuan kan?" batin Kanaya sambil mengutuk dirinya sendiri. Jayden mengajak Kanaya untuk mandi, sambil mengatakan bahwa sudah mau subuh dan mereka bisa seka
Ciuman itu semakin intens membuat Kanaya merasa napasnya terasa berat dan sesak di tenggorokan. Ia langsung memberanikan diri memukul dada Jayden untuk membuatnya melepaskan cengkraman tersebut."Ka...kamu mau membunuhku?" tanya Kanaya dengan napas tersengal-sengal, memohon agar dilepaskan. Jayden tertawa, ekspresi wajahnya menampakkan senyum kemenangannya."Tentu saja tidak, sayang. Bagaimana mungkin aku membunuh istri cantikku ini?" ucapnya sambil mengedipkan sebelah matanya dengan penuh percaya diri. Tangannya perlahan mengusap salivanya yang menggantung di sudut bibir Kanaya, seolah mengejeknya."Mas, apakah kamu sudah makan?" tanya Kanaya, berusaha mengalihkan perhatian Jayden dari niat buruk yang mungkin timbul. Perasaan bingung dan takut membuat Kanaya tidak mengerti mengapa Jayden ingin tertawa pada saat yang tidak tepat."Mas!" seru Kanaya, tak sabar menunggu jawaban yang tak kunjung terucap dari suami yang menatapnya tajam itu.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.