Share

Menemui Gabriel

Hari ini adalah hari minggu, Aneta libur kantor dan Gabriel libur sekolah, sebenarnya hari ini di sekolah Gabriel ada ekstrakulikuler, namun Gabriel sengaja izin untuk tidak ikut karena ia ingin menemani Ibunya di hari libur ini.

Di hari pertama usia Ibunya genap dua puluh delapan tahun, ia mulai mempunyai pikiran untuk mencarikan Ibunya pendamping serta calon ayah yang baik untuk masa depan mereka nanti.

Memang pemikiran Gabriel sangat berbeda dengan anak seusianya, dan itulah perbedaan anak yang bisa dikatakan broken home itu dengan anak lainnya, ia begitu memikirkan Ibunya karena sedari kecil memang ia hanya kenal Aneta sebagai Ibu sekaligus Ayah bagi dirinya, dan ia sangat menyayangi Aneta.

Pagi ini seperti biasa Ibunya memasak di dapur dengan bahan seadanya, tapi untung lah Gabriel bukan tipe anak yang memilih dalam hal makan, ia selalu memakan apa saja yang dimasakkan Aneta untuk dirinya, walau kadang hanya satu butir telur yang dicampur dengan setengah plastik terigu lalu digoreng, ia sudah sangat bersyukur karena lauk itu bisa dibagi dua dengan Ibunya, itulah Gabriel, Aneta jelas sangat beruntung memiliki anak sepertinya.

Sebenarnya bisa saja Aneta membelikan ayam goreng kesukaan Gabriel setiap hari, tapi ia tidak bisa melakukan itu karena kurang sedikit lagi, ia bisa membayar DP untuk rumah minimalis di komplek perumahan dekat Gabriel bersekolah, karena sebagai orang tua, ia juga ingin memberi tempat tinggal yang layak untuk Gabriel, walaupun harus mencicil tapi ia pikir itu akan mudah selama ia bisa tetap bekerja di perusahaan tempat ia bekerja sekarang, karena disana gajinya lumayan besar bagi seorang Aneta.

"Apa pekerjaan Mama di kantor berjalan lancar?'' tanya Gabriel yang sedang duduk di atas tikar sambil menunggu Ibunya mengambil sarapan untuknya.

Aneta tersenyum memandang sejenak putra tampannya itu, ia sangat terharu karena Gabriel masih sempatnya sepengertian itu pada dirinya.

Ia mengambil nasi dan telur tepung goreng ala kadarnya dan menuju tempat Gabriel duduk memperhatikan segala gerak Ibunya.

Aneta mencubit hidung Gabriel gemas, ia tidak menyangka anak yang dulu pernah tidak ia inginkan hadir di kehidupannya itu membawa kebahagiaan tersendiri dalam hidup Aneta.

"Dimakan dulu, Briel ... katanya tadi ngajak ke taman.'' Aneta mengusap lembut kepala Gabriel.

"Beneran Ma?" Aneta mengangguk dan tersenyum lebar.

"Yeayy ....'' Gabriel mencium seluruh wajah Ibunya, baginya jalan-jalan walaupun hanya ke taman adalah suatu kebahagiaan untuk Gabriel karena ia jarang sekali bahkan hampir tidak pernah merasakan yang namanya jalan-jalan.

Gabriel segera menghabiskan sarapan yang tadi di buatkan oleh Ibunya.

Sementara Aneta sedang bersiap-siap di dalam kamar, datanglah seorang pria berkaos hitam dan memakai celana jeans yang mengetuk pintu kontrakan Aneta yang terbuka sedikit itu, karena ia pikir pintu itu tidak terkunci dan tidak ada orang yang menyahut ketukan pintu darinya, ia membuka pintu itu perlahan dan mencoba untuk melihat apa ada orang di dalam ataukah tidak.

Sejenak pria itu membuka kacamata hitamnya dan tertegun melihat seorang bocah makan dengan lahap tanpa menyadari ada seseorang yang memperhatikan dirinya dari pintu. 

Pria itu memandang seluruh ruangan disana,bukan seluruh ruangan, tepatnya hanyalah sebuah ruangan, ruang tamu sekaligus ruang keluarga dan dapur, di tempat itulah Aneta membesarkan anaknya seorang diri.

"Hai boy ....'' Sapaan itu mengejutkan seorang anak kecil yang sedang asyik menikmati sarapan paginya.

''Oh hai uncle baik hati, kau membuatku kaget ... ayo masuklah.'' Gabriel berdiri dan berlari ke arah Reksa.

Reksa menyambut tangan Gabriel dengan pelukan hangat, lalu menggendong anak itu dan berjalan masuk kedalam rumah.

Gabriel menyuruh Reksa duduk di hadapannya.

''Uncle, aku minta maaf tidak bisa memberikan makanan yang satunya ini padamu, karena makanan ini milik ibuku,'' seru Gabriel tidak enak hati pada paman baik di hadapannya itu.

Reksa tersenyum hangat mengagumi sifat anak kecil di hadapannya kini. ''Tidak masalah boy … tapi dimana ibumu?''

Belum sempat menjawab pertanyaan dari Gabriel, Reksa sudah mendapatkan telepon dari klien.

Reksa menepuk pelan jidatnya sambil mengambil handphone dari saku celananya, dia lupa kalau hari ini dirinya ada janji dengan klien penting untuk acara besok pagi yaitu acara ulang tahun perusahaan.

Reksa menempelkan handphone pintar itu ke kupingnya. ''Saya lupa maaf saya akan segera kesana.''

Reksa mematikan dan menyimpan handphonenya kembali, di lihatnya pria kecil dihadapannya yang juga sedang melihat pria matang itu.

''Apa ada masalah uncle?''

''Ya…dan maaf tidak bisa menemanimu di hari libur seperti janjiku kemarin.'' Reksa sangat menyesal.

''No uncle, aku tidak apa-apa, serius,'' ucap Gabriel meyakinkan seseorang yang ia pikir sangat cocok jika menjadi ayahnya.

''Tapi apa uncle tidak ingin menemui ibuku dulu?''

''Sebenarnya aku sangat ingin, boy.''

''Tapi maaf aku sedang buru-buru untuk saat ini.''

''Baiklah uncle, hati-hati dijalan....'' Gabriel melambaikan tangan pada Reksa yang sudah mulai berjalan keluar rumah.

Pintu kamar diruangan itu terbuka, muncul Aneta yang sudah siap memakai baju terbaik yang ia punya.

Aneta tersenyum pada putra tampannya itu.

''Ma, coba tebak siapa yang tadi baru saja datang?'' seru Gabriel saat melihat ibunya itu duduk di depannya dan mengambil piring makanan untuk dirinya sendiri.

''Memang siapa, Briel?'' tanya Aneta sambil mulai memasukkan nasi kedalam mulutnya.

''Kenapa mata mama merah?'' Seru Gabriel yang sontak membuat Aneta menghentikan kunyahannya, namun sedetik kemudian Aneta mencoba menetralkan raut wajahnya.

''Mata mama tadi kena debu, Briel....''

''Bohong….''

''Benar sayang, mama tidak bohong.''

''Sekarang lanjutkan makanmu Briel, lalu kita berangkat ke taman, oke....''

''Baiklah,'' jawab Gabriel lesu.

Sebenarnya Aneta tahu apa yang ada dipikiran Gabriel, ia tahu kalau anaknya itu tidak percaya pada Aneta, tapi Aneta memilih untuk mengalihkan pembicaraan mereka supaya Gabriel tidak memikirkan apa yang menjadi topik pembahasan mereka tadi, walau itu sangat sulit.

Dan tanpa Gabriel tahu siapa penyebab mata merah Aneta yang sebenarnya.

Aneta akui dirinya terlalu pengecut untuk mengakui semuanya di depan Gabriel, dia takut jika putranya itu membenci dirinya bahkan meninggalkan dirinya jika tahu om baik yang ia kenal selama ini adalah ayah kandungnya.

Apalagi Reksa punya segalanya yang Aneta tak punya.

Sebenarnya dia tak ingin menjadi manusia egois yang memisahkan anak dan ayah, namun semua itu ia lakukan demi menjaga Gabriel agar tetap menjadi anaknya. 

''Apakah mama tahu tadi om baik datang?'' Walaupun masih kecewa dengan Aneta yang tidak mau jujur, tapi Gabriel mencoba memulai pembicaraan.

Aneta susah payah menelan nasi yang masuk ke dalam kerongkongannya ketika Gabriel kembali membicarakan hal yang tidak ingin ia bicarakan, ia meraih gelas berisi air putih lalu meminumnya dengan cepat.

''Aku punya rencana untuk menjodohkannya dengan mama.''

Byurr … Aneta seketika menyemburkan air yang baru saja di minumnya di hadapan Gabriel.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status