"Hah, bagaimana ini, aku telat tiga puluh lima menit."
Seorang wanita memakai kemeja putih yang sudah tidak putih lagi, ia segera berlari menuju lift di sebelah kanan lobi sebuah perusahaan kenamaan di negara tersebut.
Semua orang memandang aneh pada wanita itu, bukan karena ia datang terlambat, tapi karena pakaian yang dipakainya dianggap kumuh oleh orang yang memandangnya dengan tatapan aneh.
Bahkan ketika berada di dalam lift pun orang yang berada di dalamnya saling berbisik satu sama lain memandangi wanita itu dari ujung kepala ke ujung kaki.
Mereka pikir perusahaan elit seperti perusahaan itu tidak layak ditempati oleh seseorang seperti makhluk aneh di hadapan mereka itu.
Wanita itu segera keluar ketika pintu lift yang menuju lantai sembilan itu terbuka, ia merasa bisa bernafas lega setelah beberapa saat yang lalu terkurung di dalam lift yang berisikan orang-orang yang menurutnya memandang dirinya seperti memandang seekor ayam yang memiliki kaki empat.
Ia bertanya pada seorang paruh baya yang berseragam biru muda yang sedang mendorong troli yang berisikan berbagai macam alat kebersihan itu.
"Permisi, bisa tunjukan saya dimana itu ruang wawancara?" tanya wanita itu dengan tergesa-gesa.
Wanita paruh baya itu menunjukan letak ruangan HRD, dan dia segera menuju ke ruangan itu setengah berlari.
Wanita itu mogok pintu, setelah ada seseorang dari dalam yang menyuruhnya untuk masuk, dia segera masuk.
Dua orang di ruangan itu yang bertugas mewawancarai calon karyawan yang melihat dari atas sampai bawah persis seperti semua karyawan yang berpapadan dengannya ketika di lobi dan di lift.
Merasa mendapat pandangan yang aneh dari kedua orang di depannya, wanita itu segera memperkenalkan dirinya dan menyampaikan maksud dan tujuannya datang ke perusahaan tersebut.
"Baik, Ibu Aneta, kamu tau kesalahan kamu apa?" tanya salah satu orang yang duduk di depan Aneta.
"Sangat tau Pak, tapi tolong beri saya satu kesempatan, Bapak lihat kan saya tidak diragukan lagi kemampuannya, saya sudah lampirkan beberapa prestasi saya di perusahaan sebelumnya, dan di situ juga terdapat nilai yang sangat bagus ketika saya melewati pendidikan,'' jelas Aneta panjang lebar.
Ya, Aneta merasa harus mendapatkan pekerjaan ini, karena di sinilah ia akan mendapat gaji yang sangat fantastis untuk kehidupannya bersama Bryan, untuk biaya sehari-harinya dan untuk biaya masa depan Bryan.
"Tapi maaf Bu, disini peraturan adalah peraturan , belum menjadi karyawan saja anda sudah terlambat, apalagi nanti setelah anda resmi jadi karyawan disini."
Aneta menunduk, memilin rok di bagian bawah lututnya dengan sangat gelisah, dia tahu kalau wawancara ini sangat penting untuk masa depan, tapi di sisi lain mengantar Bryan ke rumah sakit juga tak kalah penting.
"Dengan sangat menyesal kami nyatakan anda tidak dapat bekerja di perusahaan ini.''
Pundak Aneta melemas, ia merasa sangat menyesal berada di keadaan serba terjepit di pagi hari tadi, ia lalu pamit undur diri dan keluar dari ruangan tersebut.
Saat di lobi perusahaan, para karyawan wanita sedang menunggu kedatangan seorang pria tampan yang baru diangkat satu minggu yang lalu menjadi CEO baru di perusahaan tersebut.
Reksa Anderson, pria muda berusia dua puluh delapan tahun yang terpaksa mengikuti kemauan sang ayah, Hendarto Anderson untuk meneruskan perusahaan yang telah dirintisnya bersama sahabat karibnya yang telah tiada.
tok...tok...tok…
"Pak, saya membawa berkas yang perlu anda tanda tangani,'' ujar Alex sambil menyerahkan beberapa berkas penting untuk Reksa.
"Dan ini beberapa data dari calon karyawan yang interview hari ini.''
"Bawa pergi saja, Lex, dan katakan pada bagian HRD untuk memilih karyawan yang berbobot untuk perusahaan ini.'' pinta Reksa pada sekretarisnya itu.
Alex mengangguk mengiyakan ucapan sang bos, menerima berkas yang sudah di tanda tangani dan segera keluar dari ruangan itu.
Reksa menghela nafas, bukan ini yang dia inginkan, jabatan sebagai CEO dan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap perusahaan yang bergantung pada dirinya sendiri.
Sejujurnya dia lebih nyaman menjadi dokter di Singapura, berinteraksi dengan pasien anak-anak, menurutnya lebih menyenangkan daripada harus mengurus perusahaan besar seperti sekarang ini.
Ya, dua minggu yang lalu Reksa masih berstatus sebagai dokter anak di negara Singapura , namun karena sang ayah yang terus menerus meminta Reksa pulang, akhirnya dengan berat hati Reksa melepaskan jas putih kebanggaannya demi permintaan sang ayah.
Bukan tanpa alasan Reksa memilih menjadi dokter di Singapura, ia awalnya mencari seorang gadis yang ia pikir sedang mengandung anaknya ke Singapura, dan sampai pada akhirnya ia memilih untuk melanjutkan kuliahnya di sana dan bekerja di sana pula sebagai dokter karena ia pikir pada saat lulus kuliah nanti, mungkin dia sudah lahir dan sedang tumbuh.
Ia pikir, ia akan dengan mudah menemukan keberadaan sang anak karena pekerjaannya sebagai dokter akan mempertemukannya dengan anak kecil yang berbeda setiap harinya.
Tapi semua tak terlupakan yang ia bayangkan, selama enam tahun tinggal di Singapura, ia tak pernah mendapat titik terang di mana wanita yang ia cari bersama dengan anaknya berada.
Sampai pada akhirnya Hendarto menyuruh anaknya pulang karena ia sudah tidak bisa mentolerir lagi alasan sang anak tetap tinggal di sana.
Di saat sedang memikirkan masa lalunya yang belum ia temukan, Reksa di hadapkan pada kenyataan kalau sang ayah ternyata mempunyai penyakit yang lumayan menarik perhatiannya, karena menurut dokter keluarga, Hendarto sering sekali kumat, ketika sedang mempunyai beban pikiran yang cukup menguras hati dan pikirannya.
Dering ponsel Reksa berkata, meminta supaya sang pemilik untuk segera mengangkatnya, dilihatnya sebuah nama yang sebenarnya ia sendiri malas untuk berbicara dengan si pemilik nama itu, namun ia malas berdebat telepon jika tersebut tidak segera diangkat, dan dengan terpaksa ia harus mengangkat telepon itu.
"Ada apa?"
"..."
"Aku sedang sibuk, cepat katakan ada apa kau meneleponku?"
"..."
"Terserah kau saja"
Setelah berbicara seperti itu, Reksa langsung mematikan teleponnya.
Ia lebih memilih pantry daripada harus memikirkan Calista, anak pemilik rumah sakit sekaligus dokter muda rekan Reksa sewaktu masih bekerja di Singapura.
Ya, selama ini Reksa memilih membuat kopi sendiri ke pantry, daripada menyuruh sekretarisnya membuatkan kopi, karena hanya Reksa sendiri yang tau takaran kopi yang menurutnya.
Ketika baru akan berdiri, tanpa sengaja matanya menangkap sebuah kertas formulir berisi data diri dari calon karyawannya, mungkin tidak sengaja di jatuhkan Alex saat keruangannya tadi.
Reksa mengambil kertas itu dan berniat untuk mengembalikan pada Alex yang mempunyai meja kerja di depan ruangan CEO.
Namun ketika Reksa menghentikan kertas itu, dia begitu terkejut melihat foto yang ada di ancaman formulir tersebut.
Reksa segera berjalan cepat menuju pintu yang ada di depannya, dan ia langsung menanyakan perihal calon karyawan yang data dirinya berada di tangannya saat ini."Alex, apakah calon karyawan yang bernama Aneta diterima kerja disini?" tanya Reksa ketika pintu ruangannya terbuka sempurna."Ini adalah daftar nama karyawan yang baru saja diterima, Pak.'' Alex menyerahkan selembar kertas pada atasannya itu."Kenapa Aneta tidak diterima, bukankah disini nilai dan pengalamannya sangat bagus.""Cepat panggil Aneta kemari, dan langsung suruh bertemu dengan saya,'' imbuh Reksa setengah memaksa.Alex lalu menelpon bagian HRD, setelah Reksa kembali ke ruangannya.Alex sangat tidak paham dengan jalan pikiran si bos, ia pikir mungkin sang atasan memiliki hubungan spesial dengan wanita bernama Aneta tadi, tapi sewaktu mengingat penjelasan HRD perihal alasan tidak diterimanya Aneta, ia jadi meragukan pemikirannya itu, karena Aneta bukanlah tipe sang atasan sama sekali, apalagi mengingat kalau Aneta te
Pagi harinya ketika Aneta pergi ke kantor yang kemarin sempat menolaknya, dan ia sendiri juga bingung, kenapa ia dipanggil lagi ke perusahaan, apakah ia membuat kesalahan?, bekerja saja belum, bagaimana bisa membuat masalah, ia saja baru akan di interview sudah ditolak lebih dulu. Aneta langsung menuju lantai bagian HRD, seperti biasa penampilannya yang ia pikir sudah cukup rapi, menjadi perhatian para karyawan di perusahaan tersebut, pasalnya di sana adalah perusahaan elit yang isinya para karyawan yang mementingkan penampilan mereka. Setelah mengetuk pintu sebanyak tiga kali, Aneta masuk ke ruangan itu. Disana sudah ada dua orang kemarin yang langsung menolak dirinya tanpa mau mendengarkan penjelasan Aneta, ada rasa marah ketika ia mengetahui kalau perusahaan itu lebih mementingkan penampilan daripada kinerjanya, namun ia bisa apa. Aneta menganggukkan kepalanya sambil tersenyum tanda menyapa pada dua orang di depannya, walaupun ia tidak suka pada mereka, tapi ia harus tetap bers
"Oke boy ... ayo ikut Om ke dalam, lalu pilihlah kue kesukaan ibumu, dan simpanlah uang itu untuk jajanmu, ya,'' ucap Reksa mengusap pucuk kepala Gabriel, ada rasa yang tak biasa dalam hati Reksa ketika ia melakukan hal itu pada Gabriel.Gabriel pun berbinar, ia sangat bahagia, namun sedetik kemudian senyum itu menyurut, ia kembali menunduk."Apa ada yang salah?" tanya Reksa ketika mendapati raut muka Gabriel berubah."Aku tidak bisa menerimanya secara gratisan, kata ibu, itu tidak baik.""Ah, bagaimana kalau bayarnya pakai uang ini saja, lalu Om membayar kurangannya ... Om tidak keberatan kan?'' usul Gabriel penuh harap.Reksa tersenyum lebar lalu meraih tubuh kecil Gabriel dan dibawa ke dalam gendongannya, mereka berdua pun masuk ke dalam dan mulai memilih kue yang di maksud oleh Gabriel.Sejenak ia tertegun mendapati Gabriel memilih kue yang sama dengan yang ia beli tadi untuk dirinya dan Aneta.Setelah memastikan kalau kue itu benar kue kesukaan Ibu Gabriel, Reksa lalu membayar ke
Setelah menutup pintu dan mengusir Jasson dari ruangannya, Reksa kembali menghampiri Aneta dan kembali melanjutkan percakapan yang sempat tertunda, dan disitulah Reksa memikirkan bisikan Jasson tadi dan ia baru memperhatikan penampilan Aneta yang menurutnya jauh dari kata layak bagi seorang Aneta yang ia kenal berasal dari keluarga yang memang tidak sekaya orang tuanya, tapi orang tua Aneta juga orang terpandang dan disegani di masyarakat tempat Aneta tinggal, karena memang sang ayah yang berprofesi sebagai dosen tempat ia kuliah dulu dan kakak kandung Aneta adalah calon TNI AL pada saat itu. "Mmm Net, boleh aku bertanya sesuatu?" "Tanya saja Sa, begitu saja minta ijin.'' Aneta menggelengkan kepala sambil asyik menikmati brownies yang tadi di belikan oleh Reksa. "Kamu selama ini kemana saja, tujuh tahun lalu, aku mendatangi rumahmu seperti biasa aku bermain waktu itu, tapi om Cahyadi bilang, kamu sudah tidak tinggal di sana lagi, apa kalian waktu itu ada masalah?" Aneta seketika me
Hari ini adalah hari minggu, Aneta libur kantor dan Gabriel libur sekolah, sebenarnya hari ini di sekolah Gabriel ada ekstrakulikuler, namun Gabriel sengaja izin untuk tidak ikut karena ia ingin menemani Ibunya di hari libur ini.Di hari pertama usia Ibunya genap dua puluh delapan tahun, ia mulai mempunyai pikiran untuk mencarikan Ibunya pendamping serta calon ayah yang baik untuk masa depan mereka nanti.Memang pemikiran Gabriel sangat berbeda dengan anak seusianya, dan itulah perbedaan anak yang bisa dikatakan broken home itu dengan anak lainnya, ia begitu memikirkan Ibunya karena sedari kecil memang ia hanya kenal Aneta sebagai Ibu sekaligus Ayah bagi dirinya, dan ia sangat menyayangi Aneta.Pagi ini seperti biasa Ibunya memasak di dapur dengan bahan seadanya, tapi untung lah Gabriel bukan tipe anak yang memilih dalam hal makan, ia selalu memakan apa saja yang dimasakkan Aneta untuk dirinya, walau kadang hanya satu butir telur yang dicampur dengan setengah plastik terigu lalu digor
Aneta masih tidak habis pikir, anak sekecil itu mau menjodohkan dirinya dengan pria asing yang sering Gabriel panggil dengan sebutan om baik.Entah apa reaksi Reksa jika dia tahu kalau dirinya akan dijodohkan dengan wanita yang sebenarnya sudah ia kenal dari dulu itu.Seperti sekarang di taman tempat tujuan mereka jalan-jalan, tak hentinya Gabriel selalu mempromosikan tentang Reksa dengan segala hal baik yang ia ceritakan pada ibunya saat ini.''Sudah berapa kali kamu menceritakan tentang hal itu pada mama, Briel?'' ucap Aneta santai sambil menopang dagunya menggunakan tangan kanannya sambil membuang muka ke arah lain.Gabriel berdecak, ia pikir akan sangat menyenangkan jika mempunyai ayah dan ibu lengkap, tapi melihat raut wajah ibunya, ia menjadi putus asa untuk mewujudkan mimpinya itu.Gabriel terdiam, ia tidak lagi membicarakan om baik hati, dan Aneta paham akan suasana hati anaknya.Aneta duduk mendekat Gabriel, merangkul pundak anak itu, dan mengusapnya pelan.''Apa yang sedang
Aneta yang saat ini sedang sibuk pun bingung menghadapi situasi saat ini, apalagi dirinya adalah pegawai baru dan tidak enak jika ijin terus pada atasannya.Aneta mulai gelisah, ia juga tidak bisa berkonsentrasi dengan pekerjaan yang ada di depannya.''Apa ada masalah,'' tanya Rianti yang sejak tadi melihat rekan kerjanya itu hilang fokus.''Anakku hilang, aku bingung mau ijin tapi tidak berani.''''Apa? Kamu sudah menikah, Net?''''Aku sedang tidak ingin membicarakan statusku, aku hanya ingin segera keluar dari sini.''''Aneta … kamu dipanggil pak Jasson.'' Suara manajer di divisi Aneta tiba-tiba datang dan itu sangat mengagetkan semua orang, apalagi mendengar Aneta di panggil wakil CEO, semua orang bertanya-tanya, hal apa yang membuat Aneta di panggil orang paling kece di perusahaan itu, apalagi Aneta karyawan baru.Tanpa menjawab perintah dari managernya, Aneta pun langsung pamit pada manajernya untuk menghadap pak Jasson.Aneta yang selama perjalanan menuju ruangan Jasson pun tida
''Astaga ….'' Calista nampak kebingungan, ia merasa kalau ia menyetir pelan sekali karena memang jalanan ini sedang ramai pada jam-jam seperti ini, namun seorang anak kecil tiba-tiba berlari dan hampir saja ditabrak olehnya.''Kau tidak apa-apa, Boy?'' Calista turun dari mobil lalu berjongkok dan segera membangunkan pria kecil yang sedang terduduk karena merasa sangat kaget.Takut disalahkan oleh penduduk warga setempat, Calista langsung menggendong dan membawa Gabriel menuju mobilnya, lalu mereka pergi meninggalkan tempat itu.''Kenapa Aunty membawaku, aku tidak kenal denganmu. Kata mamaku, aku tidak boleh dekat atau pergi dengan orang asing,'' kata Gabriel polos.''Lalu dimana mamamu, kenapa dia tidak menjagamu dan malah membiarkan dirimu menyeberang jalan sendirian, tidak bertanggung jawab sama sekali,'' balas Calista sambil menyetir.''Jangan salahkan mamaku, Aunty. Mamaku adalah mama terbaik yang pernah ada.''Perdebatan kecil pun terjadi selama perjalanan mereka menuju entah kema