“Ih Mba, diajak ngobrol dari tadi gak diperhatiin,” keluh Dean dengan wajah masam.“Bukan begitu, mba hanya sedang memikirkan apa mba bisa buka usaha sendiri?”Dean menatap kakak barunya dengan senyum tipis. “Mba tenang saja, Dean akan bantu sebisa Dean. Mba gak sendirian kok.” Clarita tersenyum lega mendengar jawaban dari Dean.Seusai makan siang, Dean meminta ijin untuk mengurus masalah pembayaran rumah. Kini tinggal Clarita bersama baby twin di dalam tumah type 36 itu. Clarita memilih merapikan barang-barang seraya mengawasi putra dan putrinya. Setelah selesai merapikan barang bawaannya, Clarita mulai mencatat keperluan usaha kecilnya, ia mencatat semua hal yang berkaitan dengan usahanya. Mulai dari mencatat modal, kemungkinan laba yang akan ia terima, biaya promosi dan biaya peralatan seperti; packaging, biaya pengiriman dan lain-lain.Di lain tempat, Atma teng
“Apa?” tanya Bara seraya menepuk pundak Atma. Atma tak berucap apapun, ia hanya berlalu meninggalkan Bara dan kerumunan. Bara dengan sigap mengejar sahabatnya itu. Ia mengedarkan pandangannya mencari sosok yang baru saja bersamanya. “Bar, gue suka dia, Bar. Gue tahu ini salah, tetapi gue suka sama dia, Bar!” ujar Atma kala seseorang duduk di sampingnya. Pria berpakaian kaos oblong yang dibalut oleh jaket jeans bermerk itu menundukkan kepalanya lengan kekarnya bertumpu untuk menopang kepalanya. “Gue paham kok, Bar. Lu gak salah kok, setiap orang berhak menaruh perasaan kepada siapapun, asal ia tidak memaksakan kehendaknya.” Bara menepuh punggung Atma. Ia tak menyangka jika sahabatnya yang dikenal sebagai sosok dingin, tak tersentuh bahkan sosok yang anti dengan wanita kini telah jatuh hati pada sosok wanita beranak dua. “Lagipula kita gak tahu ‘kan status Clarita itu apa? Mungkin saja dia jand
Atma menatap Bara bingung, ia ingin mempercayai Bara namun rasa curiganya jauh lebih besar. “Percaya sama gue!” ujar Bara seraya menatap Bara tenang.“Permisi pak, ada yang bisa saya bantu?” tanya security seraya mengangguk sopan. Atma menatap datar security itu.“Selamat sore pak, maaf jika kami harus datang se-petang ini. Kami sudah membuat janji pada pihak marketing, tetapi mereka terjebak macet sehingga beliau meminta untuk kami datang terlebih dahulu.”Security tersebut tampak mengerutkan keningnya bingung. “Kalau boleh tahu unit berapa ya, Pak?”Bara tampak berpikir sejenak, kemudian ia menyebutkan nomor rumah yang masih kosong. “201 pak, saya sudah memesannya sejak seminggu lalu. Dan saya ingin melihatnya sekali lagi sebelum saya membelinya.”Security tersebut pamit sejenak, ia masuk dan berbincang singkat d
Suara tangisan baby twin mengalihkan perhatian Clarita, wanita bergegas masuk ke dalam rumah, tak lupa ia mengunci pagar dan menutup kembali pintu utama rumahnya. Ia menghampiri baby Yandra yang menangis dengan mata terpejam. Dengan sigap, wanita berusia 22 tahun itu melepas apronnya dan bergegas mengendong Yandra. Ia meraih botol asi yang selalu tersedia di lemari pendingin kecil di kamarnya, Dean membelikannya dengan maksud agar sang Kakak tak perlu kesulitan jika menyimpan asi juga mempersingkat waktu jika baby twin menangis di tengah malam.Clarita menggendong putrinya dengan lembut, ia mengusap lembut punggung Yandra seraya menimangnya dengan nyanyian lirih. Tak lama tangisan putranya mereda, kini ia bisa bernapas lega. Setelah Yandra kembali tertidur pulas, Clarita meletakkannya kembali ke atas kasur dan menjaganya dengan guling. Setelah itu ia kembali mengenakan apronnya dan berjalan menuju dapur.Ia harus segera menyelesaikan sample
“Ya saya?” jawab Clarita tanpa rasa takut. “Sekarang anda silakan memilih pergi dari sini dan jangan ganggu adik saya atau anda nekad dan saya akan pastikan anda akan meringkuk di penjara.”Pria itu meringis mendengar ancaman dari wanita yang ia pikir kakak dari Dean. Tanpa mengucapkan kata, pria itu segera berlalu menggunakan motor trail miliknya. Dean menghela napas lega, ia memeluk Clarita dengan tubuh bergetar. Clarita membalas dekapan adiknya dan mengusap punggung sang adik lembut.Interaksi Clarita dan Dean ternyata menjadi pemandangan bagi pria yang masih menunggu barang-barangnya tiba. Atma dan Bara mengamati kejadian tersebut dari depan rumahnya. Bara menatap Clarita tak percaya, wanita yang ia kira lemah ternyata mampu bersikap tegas, bahkan ia tak berani menatap lama tatapan Clarita yang begitu mematikan.“Gila, ternyata doski Atma versi cewek! Tajam banget bos! Sudah kayak pisau
Clarita terus mengingat ucapan Bu Rt, ia memikirkan pria yang telah merenggut mahkota berharganya. Clarita tak bisa sepenuhnya menyalahkan pria itu, karena dirinya juga menikmati malam di mana semua penderitaannya dimulai. Walau ia dalam pengaruh obat perangsang namun tetap saja, ia menikmati dan mengizinkan pria itu menyentuh setiap lekuk tubuhnya.Sama halnya dengan Clarita, pria berwajah tampan yang kini tengah duduk di balkon rumahnya itu memikirkan ucapan Bu rt. Ia juga menyadari kesamaan wajahnya dengan Yandra walaupun hanya sepintas lalu. “Jay!” pekik Atma dari balik pintu kamarnya. “Gue masuk ya?” tanyanya setelah itu membuka pintu kamar Atma.“Gue belum bilang iya,” sindir Atma kala sahabatnya duduk di ranjang kamarnya.“Toh lu juga bilang iya ‘kan? By the way, gue kepikiran sama ucapan bu rt deh, jangan-jangan cewek yang selama ini lu cari itu Clarita. Se
Mobil Atma melaju membelah jalanan kota Semarang, di sampingnya duduk seorang wanita dengan bayi mungil dipelukannya, sedangkan dikursi belakang terdapat bayi mungil yang tengah tertidur lelap. Sesekali Atma dan wanita itu menoleh mengamati pergerakan kecil dari bayi mungil itu.“Cla, boleh aku berbicara?” tanya Atma dengan nada lembut.Kening wanita yang duduk di sampingnya berkerut, menandakan jika ia bingung dengan sikap ataupun pembicaraan pria yang berada dibalik stir kemudi. “Kenapa?” tanyanya setelah sekian menit terdiam.“Ke mana suami atau ayahmu?” tanya dengan berhati-hati. “Jika kau tak mau menceritakannya tak apa, aku hanya sedikit penasaran.”Clarita membuang mukanya, ia menatap jalanan pagi itu. Hijaunya tanaman di tepi jalan, dihiasi dengan kursi taman juga beberapa pedagang kaki lima yang berjejer rapi di tempatnya. “Aku … t
Clarita bergerak mundur, ia seakan takut dengan sosok yang berdiri di depannya. Dengan cepat, Clarita membalik tubuhnya dan berjalan menjauhi wanita yang mengenakan setelan kantor. Atma yang tak mengerti pun memilih untuk mengikuti langkah kaki Clarita. Wanita berusia 22 tahun itu berjalan tak tentu arah, ia nyaris menabrak rak berisi barang pecah jika saja Atma tak menahan bahunya.“Peganglah.” Atma mengulurkan tangannya, karena panik Clarita pun mengikuti ucapan Atma. Wanita itu menoleh sejenak, lantas kembali berjalan cepat dengan bantuan Atma.Wanita itu tampak mengikuti langkah kaki Clarita, wanita berpakaian kantoran itu bahkan meninggalkan trolli belanjaannya.“Clarita tunggu!! Clarita tunggu!” pekiknya seraya mengejar Clarita yang semakin menjauh darinya. “Cla dengarin aku dulu‼ Cla kamu gak bisa kabur-kaburan terus‼ Cla ini bukan salah aku‼” ujarnya. Suaranya yang menggema ten