Home / Romansa / Ayah untuk Noah / 1. Ada apa dengan Bali?

Share

1. Ada apa dengan Bali?

Author: Ruby jane
last update Last Updated: 2023-05-20 14:31:37

Rachel menarik koper kecilnya keluar dari rumah, dengan tangan kiri yang menggandeng tangan mungil Noah.

Seperti biasa, wanita itu selalu menitipkan anaknya pada tetangga sebelum berangkat bekerja. Noah juga sudah berpakaian sekolah dengan rapi. Nanti tinggal diantar oleh tetangganya saja.

“Bu, Rachel berangkat dulu ya. Titip Noah. Ini uang jajannya, sama uang belanja buat Ibu,” ujar Rachel, seraya memberikan lima lembar uang berwarna merah. Namun wanita lansia berumur 60 tahun itu malah menolaknya.

“Udah, nggak usah repot- repot. Sana, berangkat kerja! Ibu masih mampu beliin Noah jajan,” tolaknya, seraya mendorong tangan Rachel.

“Jangan gitu, Bu. Rachel nggak pulang selama tiga hari. Jangan buat Rachel merasa nggak enak. Noah itu jajannya banyak.”

“Halah, banyak berapa sih? Paling cuma lima puluh ribu.”

Rachel menghembuskan napasnya kasar. Kemudian tanpa banyak bicara lagi, wanita itu langsung meletakkan uangnya di atas meja, dan langsung berlari keluar rumah.

“Noah, Bunda berangkat dulu ya! Yang pinter! Jangan buat Eyang marah,” teriaknya. Membuat wanita lansia itu hanya bisa geleng- geleng kepala.

Namanya Ida. Seorang janda sebatang kara yang ditinggal mati oleh suami dan juga anaknya. Aktivitas Ida sehari- hari diisi dengan mengasuh Noah saja. Ia sudah tidak perlu bekerja lagi, karena peninggalan Almarhum suaminya sudah banyak. Termasuk rumah kontrakan yang sedang ditempati oleh Rachel saat ini.

Karena sudah selama lima tahun menemani Rachel dan juga Noah, ia sudah menganggap mereka seperti keluarga sendiri. Noah adalah penghibur hatinya, di saat ia merasa kesepian dan merasa tidak punya siapa- siapa di dunia ini.

***

“Barangnya udah dimasukin ke dalam mobil semua?” tanya Rachel pada sang Bos yang masih sibuk merapikan bajunya di depan kaca.

“Udah,” jawabnya singkat. Dengan wajah yang sangat datar seperti biasanya.

Menurut Rachel, dari pada disebut manusia, lelaki satu ini lebih pantas disebut kulkas seribu pintu. Karena sikapnya yang selalu dingin melebihi kutub utara.

“Udah jam delapan lebih lima menit, Pak. Pesawat kita berangkat jam sepuluh lebih dua menit,” ujar Rachel. Memperingatkan lelaki itu agar segera menyelesaikan urusan pribadinya. Karena perjalanan menuju Bandara membutuhkan waktu yang cukup lama.

“Tolong bawakan iPad saya,” suruhnya.

Rachel lantas mengambil iPad yang tergeletak di atas meja. Kemudian setelah itu, ia langsung berjalan keluar rumah. Menyusul Alan yang sudah keluar duluan.

Buru- buru, Rachel langsung memasuki mobil yang sudah terparkir di depan rumah. Karena sang Bos dan sopirnya sudah berada di dalam, dan mesin mobil sudah dinyalakan. Kemudian setelah itu, mobil langsung melaju pergi meninggalkan pekarangan rumah Alan.

“Pulang dari Hong Kong, saya mau ngajak Noah liburan ke Bali,” ujar Alan. Mulai membuka pembicaraan.

“Tapi sekolah Noah belum libur,” balas Rachel.

“Sebentar aja. Cuma dua hari. Kalau kamu nggak ada kesibukan lain, mau ikut juga nggak papa.”

“Nggak usah, Pak. Noah aja. Saya udah janji, mau ngantar Ibu check up ke Rumah sakit.”

“Emang kamu nggak kangen sama Bali?”

Rachel menundukkan kepalanya. Siapa yang tidak rindu dengan kampung halaman yang sudah ia tinggalkan selama bertahun- tahun? Rachel rindu, rindu sekali. Rindu ketika berenang di pantai bersama kakaknya, rindu ketika bersepeda disekitar pantai dengan teman- temannya. Dan masih banyak lagi, kenangan- kenangan indah yang telah ia buat selama hidup di sana.

Namun sayangnya, selain menyimpan banyak kenangan indah, Bali juga menyimpan banyak luka yang membuatnya trauma hingga saat ini.

“Udah hampir enam tahun, kamu lost contact sama keluarga kamu. Emang kamu nggak pengen cari mereka dan berdamai sama masa lalu?” tanya Alan. Membuat Rachel langsung menatapnya sinis.

“Keluarga yang mana maksud Bapak? Saya nggak punya keluarga lain. Keluarga saya cuma Noah sama Ibu,” ketus Rachel.

Seketika Alan langsung memilih untuk bungkam. Ia tidak bermaksud untuk menyinggung masa lalu Rachel, ia hanya berusaha untuk membujuk wanita itu agar mau ikut berlibur ke Bali. Namun sepertinya ia salah berbicara.

Setelah selama satu jam lebih berada di perjalanan dengan situasi yang sangat canggung, akhirnya mereka tiba di Bandara Soekarno Hatta. Dengan segera, Rachel langsung mengeluarkan kopernya dan koper Alan. Kemudian ia mengambil troli, lalu meletakkan kopernya di sana. Setelah itu, ia langsung mendorong trolinya dan berjalan mengikuti Alan di belakangnya.

***

Sementara itu di sisi lain, Noah yang tadinya asik bermain dengan teman- temannya di sekolah, tiba- tiba menangis dan berlari menghampiri eyangnya yang sedang duduk menunggunya bersama Ibu- ibu yang lain.

“Loh, kenapa nangis?” tanya salah satu Ibu- ibu tersebut.

Noah tidak menjawab. Wajahnya disembunyikan di leher sang Eyang sembari menangis terisak.

“Kenapa? Siapa yang nakal? Biar Eyang marahin,” ujar Ida.

“Dipukul sama Kiano?” tanya Ibu- ibu berkacamata. Lantaran anak yang bernama Kiano itu memang terkenal sangat nakal.

Noah menggelengkan kepala. Hingga membuat Ibu- ibu tersebut semakin penasaran. Karena tidak biasanya, Noah menangis seperti ini. Bocah itu selalu terlihat ceria di depan orang lain. Sekalipun dipukul oleh temannya, bocah itu akan tetap tersenyum.

“Kangen bundanya mungkin,” sahut Ibu- ibu yang lain.

“Nggak mungkinm lah. Orang bundanya baru berangkat tadi pagi,” bantah Ida.

“Emang bundanya ke mana sih? Perasaan nggak pernah ada di rumah.”

“Kerja. Cari duit,” sahut Ida.

“Kerjanya di mana? Kok jarang pulang.”  

“Kerjanya itu bolak- balik ke Luar negeri. Makanya jarang pulang ke rumah,” jelas Ida.

“Jadi apa? Pramugari?”

“Bukan. Jadi Asisten pribadinya orang kaya,” jawab Ida.

“Oh, kirain jadi Pramugari. Berarti banyak dong duitnya, kalau jadi Asisten pribadi kayak gitu.”

“Ya mana saya tau. Orang saya nggak pernah nanya,” balas Ida sedikit ketus.

“Bisa kali Nek, pinjamin uang ke bundanya Noah. Saya lagi butuh duit nih, buat bayar cicilan motor.”

Nah kan, sudah Ida duga jika endingnya akan seperti ini. Ia sudah hapal dengan kelakuan Ibu- ibu di sekolah ini, yang hobi berhutang dan susah untuk membayar.

“Saya nggak berani. Kalau butuh, pinjam aja sendiri,” ketus Ida.

“Eyang... teleponin Bunda,” rengek Noah.

“Tuh, kan. Kangen sama bundanya,” sahut Ibu- ibu berkacamata.

Ida tak menanggapinya. Kemudian ia mengajak Noah untuk pulang ke rumah, karena ia lupa tidak membawa ponselnya.

Beruntungnya, jarak antara sekolah dengan rumahnya tidak terlalu jauh. Jadi bisa ditempuh dengan berjalan kaki.

Sesampainya di rumah, Ida lantas membuka ponselnya dan menghubungi nomor Rachel. Setelah panggilannya berhasil tersambung, ia langsung memberikan ponsel tersebut pada bocah itu.

“Bunda...” panggil Noah, dengan nada bicara yang memelas.

“Kenapa, Nak?”

“Noah mau nanya, boleh?”

“Boleh dong, Sayang. Mau nanya apa emang?”

“Ayah Noah di mana?” 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ayah untuk Noah   58. Akhir dari sebuah cerita

    Sudah ada lima polisi yang melakukan pemeriksaan di taman belakang rumah Santi. Menurut Polisi, terjadinya ledakan tersebut dikarenakan ada sebuah bom kecil yang dilempar ke taman tersebut. Dan setelah di cek di CCTV, ternyata benar. Ada sebuah benda bulat kecil yang dilempar dari arah luar. Akan tetapi, orang yang melempar tersebut tidak terlihat di kamera CCTV. Jadi mereka semua belum tahu, siapa pelaku pelemparan bom tersebut.“Tante, masuk dulu yuk. Ada yang mau aku omongin. Itu biar diatur sama Pak Polisi.” Alan mengajak Cindy untuk masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Rachel dan Santi yang ikut berjalan di belakang mereka.Mereka duduk di ruang keluarga. Rachel berdampingan dengan Alan, dan Cindy berdampingan dengan Santi. Sementara itu, Noah asik bermain sendiri.Sebelum berbicara, Alan menghela napasnya terlebih dahulu. “Dalang dari pelaku yang memukul Rachel udah tertangkap,” ucapnya.“SIAPA?” tanya mereka berbarengan.Alan kembali menghela napasnya lagi. Melihat wajah Santi, i

  • Ayah untuk Noah   57. Dalang sesungguhnya

    Alan mengepalkan tangannya kuat dengan wajah yang memerah menahan amarah. Kemudian tanpa basa- basi, ia langsung keluar dari ruangan tersebut dan berjalan menuju tempat di mana mobil sewanya terparkir.Alan mengendarai mobilnya seperti orang kesurupan. Ia sudah tidak peduli lagi, jika dirinya akan ditangkap oleh Polisi ataupun dimarahi orang lain. Lagi pula jalanan juga sedang sepi, hanya ada beberapa kendaraan saja yang lewat.“Vid, lo ke Bali ya, sekarang. Gue pesenin tiket.” Alan berbicara dengan temannya lewat telepon sambil terus menyetir.“Ngapain?” tanya orang itu, yang tak lain adalah David. “Ada urusan penting. Gue butuh bantuan lo.”“Ck. Gue males. Lagi nggak mood ke mana- mana.” “Gue kasih uang saku sejuta.”“Kurang.” “Dua juta.”“Tambahin dikit.” Alan berdecak kesal. “Sialan lo! Lama- lama jadi ngelunjak.”“Yaudah, kalau nggak mau nambahin ya gue ogah ke sana.” “Dua juta setengah.”“Nanggung amat. Tiga juta kek.”Alan mendesis kesal. Karena malas bernegoisasi lama-

  • Ayah untuk Noah   56. Sang Pahlawan

    Rachel merintih kesakitan sambil memegangi punggungnya. Ia bahkan sampai tidak sanggup berdiri karena saking sakitnya. Ia tidak tahu, siapa orang jahat yang baru saja memukulnya, karena wajah kedua orang itu ditutupi oleh topeng berwarna hitam.“To- long ...” rintih Rachel dengan suara yang terputus- putus. Berharap ada orang yang melihatnya lalu menolongnya.Ia menoleh ke belakang dan melihat kedua orang itu mulai mengangkat tongkat yang dipegangnya lagi. Seolah bersiap untuk kembali menghajar Rachel. Melihat itu, Rachel sontak mengeluarkan semua energinya untuk berteriak.“AAAAA!” teriaknya kencang dengan mata yang terpejam erat.Bersamaan dengan itu, terdengar suara gebukan berkali- kali yang begitu kencang. Namun anehnya, ia tak merasakan sakit sama sekali. Karena penasaran, Rachel pun akhirnya membuka matanya dengan perlahan. Tongkat tersebut tidak mendarat di tubuhnya, melainkan tergeletak di bawah bersama sang pemiliknya. Entah apa yang sudah terjadi, sampai kedua penjahat itu

  • Ayah untuk Noah   55. Gangguan orang jahat

    Aku tentu saja terkejut mendengar perkataan Nena. Ah tidak, bukan aku saja. Semua orang yang berada di dalam ruangan ini juga terkejut mendengarnya. Bahkan Airin saat ini sudah menatapku dengan tatapan yang sangat tajam.“Maksud Nena?” tanyaku. Aku ingin memastikan, apakah ia salah berbicara atau tidak.“Nena nggak mau harta benda Nena jatuh ke tangan orang yang salah. Cukup mereka bertiga aja yang membuat Nena hampir jatuh miskin,” ucapnya sambil melirik Mama, Papa dan juga Airin yang sedang menundukkan kepala.“Tapi─” Aku ingin memprotes, tapi Nena langsung memotong ucapanku.“Cuma kamu, satu- satunya orang yang Nena percaya. Nena tau, kamu bukan orang yang gila harta. Maka dari itu, Nena percayakan semuanya ke kamu. Tolong dijaga dengan baik, karena itu hasil dari kerja keras Kakek kamu dulu.”Aku menundukkan kepala. Diberi tanggung jawab sebesar ini tentu saja membuatku merasa sangat terbebani. Apalagi masih ada pewaris yang lebih layak mendapatkannya, yaitu Mama. Kalau Om Radit s

  • Ayah untuk Noah   54. Keputusan Nena

    Tatapan tajam dan penuh kebencian saling dilempar oleh Airin dan Rachel layaknya singa yang bertemu dengan harimau. Raut wajah Rachel menyiratkan sebuah emosi yang begitu besar, begitu juga dengan Airin, wanita itu juga tampak sangat kesal dengan wanita di depannya yang berstatus sebagai adiknya ini.Sementara itu, sang Mama hanya menatap mereka pilu. Menyaksikan pertengkaran yang akan terjadi antara dua bersaudara yang lahir dalam rahim yang sama. Sedih? Tentu saja. Ia merasa gagal menjadi orang tua karena tidak bisa mendidik anak- anaknya dengan baik. Seharusnya mereka berdua bisa tumbuh menjadi saudara yang saling menyayangi satu sama lain. Namun apa daya, mereka berdua sudah terlanjur saling membenci satu sama lain.“Gue rasa, lo nggak perlu ikut campur urusan gue sama Mama,” ujar Airin.“Gue rasa, gue juga punya hak buat ikut campur urusan ini,” balas Rachel. Kemudian Rachel berdiri, menghadap Airin dengan tangan yang dilipat di depan dada, tak lupa dengan senyuman miring yang me

  • Ayah untuk Noah   53. Khawatir

    “Halo ...”Panggilan sudah tersambung, tapi Rachel hanya mendengar suara kebisingan. Ya, setelah membaca pesan yang dikirim oleh Alan, wanita itu langsung bergegas menghubunginya.Khawatir? Tentu saja. Siapa yang tidak khawatir ketika mendapat kabar seperti itu dari orang yang kita sayang. Rasanya Rachel ingin terbang ke Singapore sekarang juga.“Halo ...” Panggil Rachel sekali lagi. Namun belum ada sahutan dari Alan.“Alan, are you okay?” Nada bicara Rachel terdengar mulai panik, lantaran pria itu tak kunjung membalas ucapannya. Ia takut sesuatu yang buruk terjadi pada pria itu.Hingga satu menit kemudian, panggilan masih tersambung tapi yang Rachel dengar hanyalah suara bising. Ia tidak mau mematikan sambungan teleponnya, ia akan menunggu sampai suara pria itu terdengar di telinganya.Beberapa menit kemudian ....“Chel?” Rachel yang sedang melamun refleks langsung menegakkan tubuhnya ketika mendengar suara Alan yang memanggil namanya.“Kamu di mana? Gimana keadaan kamu sekarang? K

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status