Share

8. Lucas Mengamuk

Suasana makan malam terasa menyenangkan. Usai kejadian tadi siang aktivitas kembali seperti biasa seolah kejadian tadi tidak ada. Meski begitu Lucas tidak bisa melupakannya dan ia sepanjang hari di kamar memikirkannya.

"Lucas!" panggil Anna dengan suara keras membuat Lucas terlonjak kaget. "Ada apa? Daritadi ibu dan ayah memanggil tapi Lucas diam saja. Apa kau sakit?"

Lucas menggelengkan kepala. Astaga terlalu larut berpikir membuat ia tidak fokus. Ia merutuki dirinya dalam hati. Kepalanya menggeleng lalu menjawab pertanyaan ibunya, "tadi Ibu janji membuatkan aku pai apel."

"Astaga ... kau membuat ibu khawatir Lucas. Tenang saja pai apel mu sudah siap. Tunggu habiskan makanmu lalu kau boleh menyantapnya."

"Eh ... ayah juga mau pai apel!" sahut Peter dengan rengekan yang membuat Anna terkekeh geli.

"Semua akan kebagian. Ayo lanjutkan makannya!" Usai mengatakan itu mereka kembali menikmati makan malam mereka.

Tak jarang selingan candaan terlontar di meja makan tersebut. Memang dalam etika bangsawan hal itu tidaklah sopan. Namun untuk Chester mereka menganggap waktu makan adalah wadah untuk membangun komunikasi antara anggota keluarga. Akan tetapi jika mereka tengah berada di sebuah pesta formal tentu tidak akan seperti itu. Mereka tetap mengikuti etiket bangsawan.

Makan malam mereka telah berakhir. Kini mereka bertiga pindah ke ruang kerja Peter. Sebenarnya Lucas sudah diminta kembali ke kamar untuk istirahat tapi ia menolak. Lucas tahu pasti malam ini kedua orangtuanya akan membahas kejadian tadi siang. Ia juga penasaran tentang keberadaan wanita itu.

"Aku sudah meminta Matthew mengurus semua tadi. Untuk masalah korban, bagaimana menurutmu?" tanya Peter pada Anna.

Suara dentingan cangkir terdengar saat Anna selesai menyesap tehnya. "Untuk anak-anak dan dua gadis remaja sepertinya bisa kita kirim ke yayasan milik ayahku. Di sana mereka akan mendapatkan pendidikan yang akan berguna untuk masa depannya. Lalu untuk wanita itu dia meminta pekerjaan, mungkin kita bisa memberikannya."

"Baiklah, aku akan mempercayakan hal ini padamu. Katakan padaku jika kau butuh sesuatu." Peter menggenggam tangan Anna lalu mengelusnya.

"Ibu, bibi yang tadi mau kerja di sini?"

Anna menoleh pada putranya yang sedang menikmati pai apelnya. Tadi ia membuatkan satu loyang khusus untuknya. Setelah memakan satu iris usai makan malam, putranya itu mengekorinya dan Peter ke ruang kerja lalu meminta dibawakan sepotong pai apel lagi.

"Hmm ... menurut Lucas bagaimana?"

Kepala laki-laki itu menggeleng keras lalu menjawab, "aku tidak suka, dia terlihat menyeramkan."

"Tidak akan kubiarkan dia memasuki Chester!" ucap Lucas dalam hati. Seperti rencananya yang akan menghalangi wanita itu memasuki kediaman Chester. Ia tidak akan membiarkan kesempatan itu datang yang dimanfaatkan olehnya untuk menggoda ayahnya hingga mengakibatkan kematian ibunya.

Anna mengelus rambut hitam milik putranya itu. Ia tatap lembut kedua mata biru yang diturunkan oleh suaminya. "Lucas tidak boleh bicara seperti itu. Bagaimana bisa kau menilai orang dari penampilannya? Lagipula dia membutuhkan bantuan kita."

Kepalanya bergerak menggeleng. "Kalau begitu kirim ke tempat lain saja! Di mana pun asal tidak di sini!" tuntutnya dengan keras.

Mata itu memancarkan kegelisahan serta ketakutan. Hal itu membuat Anna mengerutkan kening dengan pikiran bingung. "Kenapa tidak boleh di sini?"

"Tidak boleh! Aku tidak suka!" Penolakan Lucas yang semakin besar pun makin menimbulkan banyak pertanyaan dalam otaknya. Apa anaknya ini sedang tantrum?

"Lucas pernah bertemu dengannya? Apa dia pernah berbuat jahat padamu?"

Lucas terkejut. Ia terdiam tak tahu bagaimana menjawab pertanyaan ibunya. Tidak mungkin ia bilang jika kehadiran wanita itu akan menghancurkan keluarga mereka. Lalu bagaimana dengan fenomena aneh dirinya yang terlempar mundur ke masa lalu. Pertanyaan itu berulang-ulang terus terputar dalam otaknya. Ia tak dapat menemukan jawaban yang tepat. Maka pilihannya adalah mengamuk seperti anak kecil.

"Pokoknya tidak mau! Lucas tidak suka bibi itu. Dia terlihat seperti orang jahat!" raung Lucas tiba-tiba yang membuat Anna dan Peter terkejut.

"Lucas!" hardik keras Anna. "Ibu tidak suka dengan sikap seperti itu!"

Tangan Peter terulur menepuk pelan punggung Anna mencoba menenangkannya. Sedangkan Lucas terkejut mendapati ucapan keras dari ibunya. Entah karena sosoknya yang berada di tubuh seorang anak kecil dirinya menjadi sensitif. Ditambah kecemasan yang semakin meluap dalam dirinya mengubahnya menjadi genangan air pada matanya. Tanpa sadar ia menangis. Lucas pun berteriak dengan sesenggukan masih dengan penolakan yang sama.

Melihat keadaan antara istri dan anaknya itu, Peter segera turun tangan untuk menengahi. Ia berbisik pada Anna bahwa dirinya akan menenangkan Lucas begitupula meminta istrinya untuk meredakan gejolak emosinya. Peter yang melihat Anna bersiap memarahi putranya segera mengambil langkah memisahkan mereka.

Saat Peter akan menggendong Lucas rupanya putranya malah memberontak berteriak membencinya lalu pergi berlari keluar dari ruangannya. Sesaat Peter terkejut mendengar ucapan Lucas tadi. Namun ia segera tersadar lalu beranjak menyusul tapi ditahan oleh Anna.

"Biarkan dia Peter. Dia sedang meluapkan emosinya. Sungguh aku tidak tahu apa yang sedang terjadi padanya." Ann mengurut pelan pelipisnya. Pusing di kepala menderanya. "Tidak biasanya ia seperti ini. Hanya karena wanita itu dia bisa seemosi ini."

Peter menghela napas lalu menarik Anna dalam pelukannya. Dengan lembut tangannya mengelus dan menepuk punggung istrinya. Merasakan pelukan hangat dan tepukan lembut dari suaminya sejenak membantu Anna meringankan rasa berat pada kepalanya.

*****

Beberapa hari kemudian setelah kejadian itu, Lucas akhirnya tersadar akan kelakuannya itu. Teriakan yang ia keluarkan bahkan kemarahan yang ditujukan pada ayahnya tidak bisa dibenarkan. Tak peduli kebenciannya dulu pada ayahnya pada kehidupan pertama, pria itu tidak akan mengetahuinya. Jadi hal itu akan sia-sia saja.

Terdengar suara pintu kamarnya diketuk tak lama masuklah Marie pelayan pribadi ibunya. "Tuan Muda, ada tamu untuk Anda."

"Tamu untukku?" tanya Lucas dengan heran. Siapa yang menjadi tamunya? Ia merasa belum mengenal siapapun. Waktu bersosialisasinya hanya ketika ia menghadiri undangan teh atau pesta. Bertemu dengan anak-anak bangsawan yang bahkan tidak berhubungan akrab.

Sesampainya di ruang tamu Lucas mendapati dua orang duduk berdampingan. Seorang anak laki-laki tengah menyeka pipi anak perempuan yang sedang menikmati kue kering di tangannya. Laki-laki tersebut menyadari kehadirannya lantas berdiri menarik perempuan di sampingnya untuk memberi salam.

Lucas membalas salam mereka dan melangkah menghampiri mereka. Ia terkejut mendapati Max dan Alice di kediamannya. Tak menunggu lama pertanyaannya pun terjawab oleh Marie. "Nyonya Duchess mengundang Tuan Muda dan Nona Muda Anderson untuk bermain dengan Tuan Muda." Usai menyampaikan perkataannya Marie pamit undur diri meninggalkan tiga anak bangsawan tersebut.

Mereka bertiga duduk dengan canggung. Pertemuan pertama mereka hanya singkat, tidak ada pertukaran kata. Apalagi dengan gadis di hadapannya itu. Ia duduk tegak terlihat tegang, kepalanya menunduk namun ia bisa melihat wajahnya yang memerah.

"Saya mendengar Anda mendapatkan kuda dari Marquess Leonardo sebagai hadiah ulang tahun?" celetuk Max memecah keheningan.

"Ya benar, saya mendapatkan kuda dari kakek. Ada apa?" Lucas menatap laki-laki yang tiga tahun lebih tua darinya dengan pandangan bingung.

"Bolehkah jika anda mengijinkan saya untuk melihatnya. Saya dengar kuda dari Marquess Leonardo adalah yang terbaik."

Lucas menggelengkan kepala. "Sayang sekali kuda itu ada di kediaman Leonardo. Kakekku mengatakan aku boleh membawanya jika sudah bisa menaikinya. Tapi jika Anda ingin Chester juga memiliki kuda yang tak kalah bagus dengan Leonardo."

"Tentu saja saya tidak akan menolak--- " ucapan Max terpotong oleh Alice menggenggam tangannya.

"Kakak, aku takut," bisiknya pada kakaknya namun dapat terdengar oleh Lucas.

"Jangan khawatir ada kakak. Lagipula kuda di sini pasti sudah jinak." Max menoleh pada Lucas dan berkata, "maafkan adik saya. Dia punya sedikit ketakutan karena pernah diserang oleh kuda yang mengamuk."

Lucas manggut-manggut. "Tenang saja, semua kuda kami sudah jinak. Lagipula banyak penjaga di sana, kau akan baik-baik saja," tenangnya dengan senyum ramah. Melihat kecemasan Alice membuat Lucas ingin menenangkannya. Ia seolah berlaku seperti kakak yang sedang menenangkan adiknya. Lagipula usianya sudah menginjak dua puluh dua tahun meski berada di tubuh anak kecil lima tahun.

"Mari kita pergi!" ajak Lucas yang diangguki oleh Max dan Alice yang hanya pasrah menuruti.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status