Alhasil, Seno menjadi pusat perhatian. Kini, semua orang memperhatikannya, terkejut karena pria yang barusan diremehkan dan dianggap miskin itu memiliki kartu hitam yang merupakan kartu sakti orang-orang kaya.
Ada yang menduga-duga identitas asli pria tersebut selagi memandangnya kagum, tapi ada juga yang belum bisa menerima fakta itu. Namun, Seno sama sekali tidak peduli. Ia saja juga sama terkejutnya seperti mereka. Ia begitu tidak menyangka kalau kartu hitam itu bisa digunakan. Dengan kata lain, kartu hitam itu asli! Di saat ini, Seno mengerjap tatkala semua perkataan wanita tadi tiba-tiba saja terlintas di benaknya yang membuat kepalanya seketika dipenuhi banyak pertanyaan. Namun, Seno buru-buru menghalaunya sebab perasaan haru langsung menggantikannya. Itu berarti ia sudah tidak akan dipusingkan dengan mencari uang ke mana lagi setelah ini. Felicia tentu saja akan segera dioperasi dan sembuh. Sementara itu, Darren dan petugas rumah sakit itu tiba-tiba tersadar. Begitu teringat dengan apa yang mereka berdua lakukan kepada Seno tadi, wajah keduanya berubah ketakutan. Gawat! Ternyata black card itu asli! Demikian, mereka berdua dalam masalah besar sekarang! Tidak menginginkan sesuatu buruk terjadi pada keduanya, petugas itu buru-buru mendekati Seno dan langsung membungkuk hormat. "Pak Seno, saya minta maaf atas sikap saya tadi kepada anda..." Begitu pula dengan Darren yang juga melakukan hal yang sama. "Maafkan saya juga, Pak Seno. Kami akan segera menyiapkan donor jantung untuk anak anda dan mempersiapkan operasi–" Seno yang tengah merasakan perasaanya campur aduk tiba-tiba tersadar. "Tidak perlu! Aku sudah terlanjur sakit hati dan kecewa dengan pelayanan buruk rumah sakit ini! Aku mau memindahkan anakku ke rumah sakit yang pelayanannya jauh lebih baik!" Seno langsung memotong perkataan Darren yang membuat semua orang terperanjat. Terlebih Darren dan petugas itu yang terang saja kian panik! Bagaimana ini? Seno tersinggung akan perlakuan mereka tadi! "Untuk menebus kesalahan kami, kami mohon, ijinkan kami mempersiapkan operasi pada anak an–" "Sudah kukatakan kalau aku tidak mau anakku dioperasi di rumah sakit ini! Aku sudah membayar lunas tunggakan selama satu minggu! Jadi, aku sudah tidak punya urusan dengan kalian lagi!" Tanpa menunggu respon dari mereka, Seno balik badan dan pergi. Darren dan petugas itu pun hanya bisa menatap kepergian Seno dengan perasaan bersalah. Juga menyesal. Di lorong rumah sakit, saat Seno tengah berjalan menuju kamar inap anaknya, tiba-tiba terdengar seruan wanita memanggil namanya. "Kak Seno!" Panggilan itu membuat Seno berhenti dengan terkejut dan berbalik. Tampak wanita tadi yang mengaku sebagai adiknya tengah berlari ke arahnya. Melihat kemunculan Andin, Seno mengernyitkan wajah. "Ada apa Nona menemuiku lagi? Kenapa belum pergi juga?" tanya Seno heran sekaligus terkejut. Andin menghela napas. "Aku tidak mungkin meninggalkan Kakak sendirian yang sedang dalam kesulitan!" Andin memutuskan tidak jadi pergi dari rumah sakit itu. Diam-diam, dia menyaksikan kejadian Seno yang dihina-hina oleh petugas dan manager rumah sakit. Sebab tidak mau terjadi hal yang tak diinginkan, Andin memilih tidak ikut campur. Disisi lain, Andin sangat lega. Pasalnya, Seno menggunakan kartu hitam pemberiannya. Demikian, Andin berharap Seno akan sedikit percaya. Di titik ini, Seno memejamkan mata saat Andin kembali memanggilnya dengan sebutan Kakak. Meski kini ia sedikit memikirkan perkataan wanita itu karena kartu hitam itu asli, tapi ia masih belum bisa mempercayai kalau dirinya adalah anak pertama dari Aliando Aryaprasaja! Setelah terdiam beberapa saat, Seno kembali membuka mata dan berkata, "Meski kartu hitam pemberian dari Nona asli, dapat digunakan! Tapi, jangan harap, aku akan langsung percaya dengan apa yang semua Nona katakan itu!" Andin tersenyum seraya menggeleng. "Tidak masalah, Kak. Aku akan terus meyakinkan Kakak sampai Kakak percaya!" Tidak sedikit pun Andin tersinggung akan bentakan Seno. Hal tersebut membuat Seno semakin tidak mengerti. Andin lanjut bicara, "Kakak mau memindahkan Felicia ke rumah sakit lain, bukan?" "Kalau begitu, biar aku yang urus. Aku akan memindahkan Felicia ke rumah sakit milik keluarga kita, Kak. Di sana, jangan tanyakan lagi, semua fasilitas jauh lebih lengkap dan donor jantung untuk Felicia juga sudah dipersiapkan!" Mendengar perkataan Andin, Seno hanya bisa tercengang. Mendadak, kepalanya begitu pusing. "Terserah Nona saja. Sekarang, bantu aku memindahkan Felicia ke rumah sakit yang Nona maksud itu," ucap Seno tak peduli akan perkataan Andin yang masih belum bisa ia terima seraya menggaruk pelipisnya yang tak gatal. Sedangkan Andin terang saja girang bukan main. *** Dengan dibantu Andin beserta pengawal dan sopirnya, Seno membawa Felicia ke rumah sakit Serinity Medical Group yang kata Andin adalah rumah sakit milik keluarganya. Setibanya di sana, Felicia langsung diberikan pelayanan terbaik. Sementara Dokter dan suster langsung mempersiapkan operasi. "Di mana Mama, Pa?" tanya Felicia lirih seraya mengedar pandangan, mencari seseorang yang dimaksud. Mengelus rambut anaknya, Seno berujar, "Mama sedang pulang, sayang. Nanti Mama akan ke sini kok," Andin yang melihat pemandangan itu seketika meneteskan air mata. Ia jadi tidak sabar ingin segera membawa Seno, Shinta dan Felicia ke hadapan orang tuanya. Tiba-tiba, Seno tersentak kala teringat kejadian di parkiran rumah sakit sebelumnya. Mendadak, ia mengkhawatirkan sesuatu. Aku harus segera pulang untuk membuat Shinta supaya tidak perlu menikah dengan Nathan demi mendapatkan biaya operasi Felicia! Ucap Seno dalam hati. Selain itu, ia juga hendak mengambil baju-baju dan barang-barang milik Felicia di sana. Setelah berfikir sebentar, Seno menatap Andin untuk beberapa saat. Apakah tidak masalah kalau ia menitipkan Felicia pada wanita asing ini? Akan tetapi, sepertinya Andin tidak ada niatan jahat kepada Felicia mau pun kepada dirinya. Malahan langsung berbuat baik. Kelewat batas malahan! "Aku mau minta tolong pada Nona untuk menjaga Felicia selagi aku pulang ke rumah istriku untuk mengambil baju dan barang-barang miliknya," kata Seno ragu. "Percayakan Felicia padaku, Kak. Kakak pergi saja," jawab Andin bersemangat, "oh ya, sebaiknya Kakak pergi ke sana dengan diantar oleh sopirku saja." "Tidak usah. Aku bisa sendiri." "Hmmm…baik lah." Setibanya di rumah mertuanya, Seno mendapati kedua mertua, Shinta, Ronald–yang merupakan kakak laki-lakinya Shinta–serta seorang pria muda berjas mewah yang tidak lain adalah Nathan tengah berkumpul di ruang tamu. Saat melihat sosok Seno, semua orang langsung melemparkan tatapan sinis dan jijik kepadanya.Ratna menarik napas dalam-dalam, berusaha mengendalikan emosinya. Lalu, ia menatap Ronald kembali dengan ekspresi wajah datar. "Kalau itu kami pun tahu. Apalagi kami berasal dari keluarga berada dan nomor satu di kota yang dipimpin Ayah," ujar Ratna dengan nada sengau. Kesan angkuh ia tunjukan. Ratna sengaja berkata dan bersikap demikian, sebab ingin membungkam mulut kakaknya Shinta itu. Ia benar-benar tidak suka melihat bagaimana pria itu menghina Seno tadi! Namun, ia berhenti sejenak, seolah memberi kesempatan pada Ronald untuk mencerna kata-katanya. "Jadi, kuminta pada anda untuk tak perlu ikut campur dengan masalah keluarga kami. Kami yang lebih paham dengan apa yang akan kami lakukan terhadap kepala keluarga kami!" Perkataan Ratna yang menohok juga seakan tidak mengindahkan sarannya barusan terang saja membuat Ronald naik pitam. "Anda..., " Ronald menunjuk Ratna dengan jari gemetar dan wajah mengeras. "Kenapa bisa anda sebegitu percayanya dengan penipu ini, hah!?" Tersenyu
Dengan pandangan memicing, Ratna berujar, "Siapa dari anggota keluarga kami yang telah meminjamkan uang kepada Seno, Nona?" Shinta terdiam sejenak sebelum kemudian menjawab, "Soal itu aku tidak tahu, Nona. Seno hanya mengatakan jika dia dapat pinjaman uang dari temannya yang dulu ia tinggal di rumah keluarganya ketika masih bersekolah." Shinta buru-buru menambahkan. "Tapi akan kutanyakan kepada Seno saat dia sudah pulang nanti." Jika Seno mengatakan dari temannya, itu berarti kakaknya! "Baik lah." Ratna akhirnya bicara, "Aku tidak tahu soal hal itu. Makanya, aku kaget dan bingung begitu mendengarnya." Shinta, dengan rahang mengeras berkata, "Kami janji, Nona. Kami akan kembalikan uang itu secepatnya setelah kondisi keuangan perusahaan keluarga kami membaik dan kembali sehat." Dua puluh menit lebih, akhirnya seseorang yang ditunggu-tunggu sampai juga. "Nona Ratna," ucap Seno terkejut begitu melihat wanita itu. "Maaf sudah menunggu lama. Ada acara mendadak di kantor tadi dan baru
Mendengar hal tersebut, kening Seno berkerut. "Seorang wanita? Datang ke rumah hendak bertemu denganku?" ulang Seno hendak memastikan. Dia kemudian menambahkan. "Siapa, Shin?" "Namanya Ratna, Sen dan katanya, dia adalah anaknya walikota bernama Pak Zulfikar," jelas Shinta. "Keluarga yang dulu kamu tinggali ketika kamu bersekolah itu!" Sontak, Seno tertegun. Seketika teringat dengan wanita yang barusan disebut oleh istrinya, jika memang benar adalah anaknya Zulfikar, sang walikota. Lebih tepatnya, anak kedua. Ada perlu apa Nona Ratna tiba-tiba ingin bertemu denganku? Gumam Seno. Pasalnya, Seno sudah tidak pernah berkomunikasi dengannya lagi setelah ia menikah. Pun sudah tidak memiliki nomor ponselnya. Ia hanya memiliki nomor ponsel Marchel saja, kakaknya. Yang ia jadikan seseorang yang meminjamkan uang 10 miliar untuk menyuntikan dana ke perusahaan keluarga sang istri. Seno pun bertanya maksud dan tujuan wanita itu hendak bertemu dengan dirinya dan Shinta menjelaskan kalau Ratna
Di saat ini, mulut Seno ternganga tak percaya setelah membaca selembar kertas di tangannya yang merupakan laporan hasil test DNA. Bagaimana tidak, hasil rapid DNA menyatakan bahwa Aliando Aryaprasaja adalah Ayah biologisnya! Demikian, ia benar-benar anak kandung juga pertama dari pasangan salah satu keluarga terkaya di negara ini, Aliando dan Nadine! Aliando, dengan kedua mata berkaca-kaca menepuk pundak Seno dan berkata, "Sekarang kamu percaya, Liam?" Mendengar hal tersebut, Seno seketika tersadar. Namun, ia tidak langsung menjawab. Lidahnya masih terasa kelu. Alhasil, ia hanya membalas dengan anggukan kepala pelan. Nadine, dengan terisak memeluk Seno. "Terima kasih ya Tuhan. Karena telah mempertemukan kami kembali dengan anak pertama kami yang hilang," "Mama dan papa tidak akan melepaskanmu lagi setelah ini, Liam. Kami tidak akan membiarkanmu berpisah dengan kami lagi. Kami akan terus menjagamu!" Sementara Andin juga buru-buru memeluk Seno dari belakang. "Aku senang
Mendadak, kemarahan dan kekecewaan yang beberapa saat lalu Seno rasakan terhadap keduanya langsung menguap. Seno, dengan pandangan menunduk ke bawah berujar, "M-maafkan saya T-tuan Besar Aliando. Saya tidak tahu kalau ternyata orang berpengaruh di negara ini seperti anda pernah menjalani kehidupan dari kasta, status bawah dan bernasib sama seperti saya–" "Panggil aku dengan sebutan Papa mulai sekarang, Liam! Jangan Tuan Besar Aliando!" pinta Aliando cepat menyela perkataan Seno. "Begitu juga padaku, Liam. Jangan panggil aku dengan sebutan Nyonya Besar lagi. Panggil aku dengan sebutan mama. Aku adalah mamamu!" ucap Nadine menambahi suaminya. Seno baru mendongak menatap kedua orang itu secara bergantian seraya mengangguk pelan dengan senyum kecut di bibirnya. Ia belum bisa memanggil keduanya dengan sebutan demikian sebab mereka belum melakukan test DNA. Di saat ini, Aliando merangkul pundak Seno dan berkata, "Papa paham mengapa kamu sempat marah, kecewa kepada kami tadi, Liam." S
Seno, Andin, Aliando dan Nadine tengah duduk di sofa yang sama di ruang keluarga. Wajah-wajah penuh haru terpancar sangat jelas. Sedangkan Seno justru tampak bingung sekaligus terkejut. Ia masih berusaha mencerna apa yang tengah terjadi pada dirinya saat ini juga perkataan semua anggota keluarga Aliando Aryaprasaja. Sebelumnya, mereka mengobrol panjang lebar. Terlebih, pasangan suami istri itu yang bercerita kepada Seno. Mengungkapkan kebahagiaan yang tengah dirasakan dan kerinduan mendalam terhadap sosok anak mereka berdua yang hilang sejak masih kecil yang tidak lain adalah Seno. Aliando dan Nadine juga menceritakan mengapa Seno bisa hilang. Mereka berdua langsung menceritakan hal itu sebab begitu sedih tatkala mengetahui Seno hilang ingatan dari Andin. Demikian, mereka berdua berharap, dengan Seno mendengar cerita tersebut, dapat dengan cepat membantu memulihkan ingatannya. Namun, tiba-tiba, Seno marah sekaligus kecewa dengan mereka berdua. Mengapa ia baru ditemukan sekaran