Nina tersenyum miring ke arah Seno sembari melipat tangan di depan dada. "Kamu pulang karena tidak berhasil mendapatkan uangnya, 'Kan? Berubah pikiran mau tanda tangan, benalu?" cibir Nina.
Darius, seraya tergelak menimpali, "Cih! Berlagak menolak bercerai dengan Shinta! Tapi apa? Ujung-ujungnya kau menjilat ludahmu sendiri, akhirnya datang kepada kami hendak bersujud meminta uang untuk operasi Felicia!" Sementara itu, Shinta di tempatnya terbeliak. Lalu, ia menggigit bibir. Kentara cemas. Apakah yang dikatakan kedua orang tuanya barusan itu benar? Jika Seno pulang karena setuju bercerai dengannya? Kala memikirkan hal itu, Shinta menundukan kepala. Wajahnya berubah lesu. Kemudian, Shinta meremas ujung roknya, tiba-tiba saja ia merasa tak rela... Sebenarnya, ia bersikap seakan setuju untuk bercerai dengan Seno sekaligus mendesak suaminya itu sebab paksaan dari kedua orang tuanya demi mendapatkan biaya operasi Felicia. Di saat ini, Ronald bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menghampiri Seno seraya berkata, "Cepat kau tanda tangani dokumen perceraianmu dengan Shinta itu sampah karena aku sudah muak memiliki adik ipar yang tidak berguna sepertimu!" Dengan mendelik, dia kemudian menambahkan, "Karena setelah ini, kami akan menikahkan Shinta dengan Nathan yang akan membahagiakan Shinta! Tidak sepertimu yang bisanya cuma membuat Shinta menderita!" Nathan yang mendengar itu tak elak tersenyum lebar sekaligus puas. Keinginan untuk segera memiliki Shinta yang merupakan primadona semua pria di kota ini sudah ada di depan mata, juga menyingkirkan suaminya yang miskin dan tidak berguna itu! Sementara Seno terang saja geram. "Jangan harap hal itu akan terjadi, Kak!" jawab Seno dengan gigi gemeretak. Sontak, perkataan Seno membuat wajah semua orang mengeras. Menatap semua orang yang ada di situ secara bergantian, Seno lanjut berkata, "Dan aku pulang bukan karena mau tanda tangan dokumen perceraian atau pun bersujud kepada kalian untuk mendapatkan uang operasi Felicia. Melainkan, mengambil baju dan barang-barang milik Felicia. Selain itu–" Seno tidak melanjutkan kalimatnya, tatapannya malah terpaku pada dokumen perceraian yang kini ada di atas meja. Dengan muka merah padam, Seno berjalan ke arah sana dan segera meraihnya. Melihat itu, semua orang saling pandang. Bertanya-tanya, apa yang akan dilakukan Seno dengan dokumen itu? Tiba-tiba... Mata semua orang kompak melebar! Bagaimana tidak, Seno merobek dokumen perceraian itu! "Apa yang kau lakukan, sampah!" teriak Ronald penuh emosi menggebu. Kemudian, dia bergegas menghampiri Seno dan langsung mencengkram kerah baju adik iparnya. "Memang tolol kau, Seno! Dokumen itu yang akan membuatmu mendapatkan biaya operasi anakmu! Tapi kau malah merobeknya?! Punya otak atau tidak sih kamu?!" Mendapati Kakak iparnya murka kepadanya, Seno tidak gentar sedikit pun. Kini ia sudah tidak mengkhawatirkan soal biaya operasi lagi. Tidak hanya itu, ia juga bisa membatalkan perjanjian keluarga istrinya dengan Nathan! Seno menggeleng seraya tersenyum kecut. "Aku tidak peduli, Kak. Aku tidak akan menjadikan Shinta sebagai alat tukar dan aku, akan mempertahankan, memperjuangkan orang-orang tersayangku bagaimana pun caranya!" wajah Seno begitu tegas. Semua orang terperangah dengan keberanian Seno. Baru kali ini pria itu menunjukan perlawanan. Akan tetapi, menurut anggota keluarga itu adalah tindakan gila! Mendengar hal tersebut, cengkraman Ronald pada baju Seno tak elak mengerat. "Kau benar-benar tolol, Seno! Pantas saja, kau menjadi menantu benalu!" Nina, dengan muka memerah karena marah menimpali, "Kau benar-benar Ayah yang buruk Seno yang cuma mementingkan egomu saja! Benar apa yang dikatakan Ronald, pantas saja jika kau begitu tidak berguna di keluarga ini!" Seno menoleh ke arah ibu mertuanya dengan wajah masam. "Aku cuma mementingkan egoku saja, Bu? Justru yang hanya mementingkan ego itu Ibu, Ayah dan Kakak. Kalian tidak mempedulikan perasaanku sama sekali, juga perasaan Shinta dan Felicia!" "Eh benalu! Tidak kah kau sadar kalau kesembuhan anakmu itu hanya bisa didapat dari bantuan Nak Nathan?! Seharusnya kau berterima kasih padanya! Sekarang, jangan harap Nak Nathan masih mengasihanimu!" bentak Darius menambahi istrinya. Seno memandang remeh perkataan Ayah mertuanya. "Tidak sudi aku berterima kasih kepada orang yang mau merebut istriku, Yah!" Seketika semua orang terperanjat! Bertanya-tanya, kenapa Ivan tiba-tiba berani menjawab? Tidak seperti biasanya! Sementara wajah Nathan terang saja buruk. Nathan yang tidak mau rencananya gagal akhirnya tidak tahan untuk tidak ikutan mencibir Seno. "Shinta itu tidak bahagia menikah denganmu, miskin. Dia menikah denganmu karena terpaksa. Sudah lah hanya menjadi beban bagi Shinta saja. Kau juga sudah membuat hidup Shinta hancur dan menderita. Dan kau itu juga sudah diusir dari keluarga ini! Jadi, enyah lah kau dari hidup Shinta suami berengsek!" Seno langsung melemparkan tatapan mematikan ke arah pria itu. "Cih! Percaya diri sekali kau mengatakan hal demikian?" "Asal kau tau saja, kalau Felicia, adalah bukti cinta Shinta padaku. Kau tidak tahu apa yang sudah kami lalui bersama selama 6 tahun pernikahan kami. Justru, kalau Shinta menikah denganmu, dia akan sangat tersiksa! Tapi, tak akan kubiarkan hal itu terjadi!" "Sialan kau! Berani kau kepadaku?!" Nathan melotot marah. "Seno! Kurang ajar sekali kau berkata seperti itu kepada Nak Nathan!" bentak Darius dengan suara menggelegar menambahi Nathan. Melihat sikap Seno seperti itu, Shinta langsung berdiri dari tempat duduknya dan menarik tangan suaminya menjauh dari sana, tidak ingin semuanya menjadi semakin parah. "Tidak kah kau memikirkan kesembuhan Felicia, Seno?! Padahal, sebentar lagi kita akan mendapatkan uangnya. Tapi kau malah mengagalkannya!" seru Shinta dengan suara serak tidak habis pikir. Seno menatap Shinta untuk beberapa saat. "Aku sangat-sangat memikirkan kesembuhan, Felicia, Shinta." "Tapi tidak dengan bantuan dari pria itu! Dia akan merebutmu dariku, jelas aku tidak rela!" tegas Seno seraya menunjuk ke arah Nathan. Shinta mendengus. "Nyawa Felicia tidak akan selamat tanpa operasi itu, Seno! Kamu tau itu, 'Kan? Kamu pikir, aku peduli dengan pernikahan kita dengan kondisi Felicia saat ini?!" sergah Shinta putus asa. Seno terdiam. Ia tahu bahwa sang istri bersikap seperti itu karena terpaksa. Tidak punya pilihan lain selain menuruti kedua orang tuanya. Tiba-tiba, Seno berpikir. Apa aku beritahu Shinta saja kalau Felicia sedang dioperasi? Akan tetapi, Seno buru-buru menggeleng. Ia memutuskan akan memberitahu Shinta dan keluarganya jika sang anak sudah selesai dioperasi. Kini Seno kembali menatap Shinta dengan lekat dan tersenyum tak berdaya, "Sekarang, kamu tidak perlu khawatir lagi soal biaya operasi Felicia, Shinta. Biar aku yang urus. Aku janji, Felicia akan dioperasi dan sembuh tanpa bantuan dari pria itu!" Mendengar hal tersebut, Shinta menggeleng dengan wajah masam. Malah semakin tidak mengerti. Jelas-jelas hanya Nathan lah yang dapat memberikan uang operasi Felicia kepada mereka saat ini! "Aku tidak akan membiarkan Shinta semakin terbelenggu olehmu, miskin. Apa kau tidak sadar juga kalau Shinta itu sudah ingin segera bercerai denganmu?!" tiba-tiba Nathan berujar sambil bangkit berdiri dan berjalan menghampiri keduanya. Berdiri di hadapan Seno, Nathan menuding muka pria itu. "Jadi jangan menyulitkan dia untuk bahagia denganku!" Usai mengatakan hal itu, Nathan beralih menghadap Shinta. Lalu, ia meraih tangan wanita itu dan menciumnya. Selagi Shinta tersentak kaget, sementara Seno mendelik. Dan apa yang Nathan lakukan selanjutnya kepada Shinta membuat Seno semakin meradang. Bagaimana tidak, Nathan dengan berani melingkarkan tangannya dan memeluk tubuh Shinta. Tiba-tiba... BUGH! Seno melayangkan pukulan keras pada rahang Nathan yang membuat pria itu terjerembab ke belakang. Seketika semua orang kompak membelalakan matanya!Di dalam kamar, kedua insan itu tengah saling melingkarkan tangan di pinggang sang pasangan. Juga saling mengulas senyum lebar, sesekali tertawa, dengan kedua mata sembab. Kini, kebahagiaan tengah menyelimuti diri pasangan suami istri itu yang baru mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Bagaimana tidak, sudah berkali-kali rumah tangga keduanya diterpa badai, tapi pada akhirnya tak tergoyahkan. Kehidupan rumah tangga yang sebelumnya dipenuhi dengan intrik drama kini telah berhasil mereka berdua lewati. Selama bertahun-tahun, Seno hidup sebagai menantu yang dicap sampah di keluarga Herlambang. Namun sekarang, julukan menatu parasit, beban dan tak berguna, sudah tidak akan tersemat padanya. Identitas Seno yang perlahan mulai terkuak, membuatnya tidak akan dihina-hina dan direndahkan. Bahkan, sebentar lagi, ia akan berubah menjadi sosok yang paling ditakuti sekaligus dipuja-puja banyak orang! "Akhirnya, ya, Sen. Kita sudah sampai di titik ini. Titik di mana kamu sendiri sudah
Mereka bertiga tersentak, lagi-lagi teringat dengan apa yang dilakukan Seno semenjak itu kembali bermunculan di benak masing-masing, menghantam bagai ombak. Selagi hal itu terjadi, seketika sekujur tubuh mereka bertiga merinding parah. Jelas keluarganya Seno memang sangat kaya. Dibuktikan dengan Seno yang dapat mengeluarkan uang bermiliar-miliaran dengan begitu mudah. Kira-kira, apa nama keluarga itu? Pasti, masuk jajaran keluarga konglomerat penguasa Eldoria. Bahkan, negara ini. Sembari jarinya menunjuk ke arah depan rumah, Ronald, berkata, "Jadi, mobil sport itu adalah milikmu sendiri, Sen? Bukan mobil rental?" Pandangan Seno beralih menatap Kakak iparnya. Lalu, ia mengangguk dan menjawab. "Benar." Kemudian, dia menambahkan. "Itu mobilku sendiri. Bukan mobil rental." Sebelumnya, Seno mengatakan kalau mobil sport yang ia bawa ke acara ulang tahun Nenek Herlambang adalah mobil rental. Namun, mereka menjadi bertanya-tanya, setelah mobil sport itu ada di rumah mereka selama berh
Pagi hari, anggota keluarga Darius terlihat duduk di meja makan. Tengah sarapan. Selesai semua orang menandaskan piring masing-masing, Shinta menoleh ke arah Seno yang duduk di sampingnya. Dia memberi kode dengan gerakan mata. Begitu melihat sang suami menganggukan kepala seraya tersenyum kecil, Shinta balas tersenyum dengan rahang mengeras. Lalu, ia beralih menatap anggota keluarganya satu persatu di hadapannya. Shinta lebih dulu menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri sebelum bercerita. Setelah siap, ia memberitahu jika Seno bukan cucu kandung Kakek Mahendra kepada kedua orang tua dan Kakaknya. Selagi semua orang terbelalak, Shinta melanjutkan cerita tentang Seno yang ditemukan di dalam hutan oleh Kakek Mahendra saat dia masih kecil dalam keadaan hilang ingatan, lalu diasuh dan dirawat oleh Kakek Mahendra sampai besar dan akhirnya menikah dengan dirinya. Shinta menjelaskan jika beberapa bulan yang lalu, ada seorang perempuan yang datang kepada Seno mengaku sebagai adi
Namun, akhirnya Tuan Besar Macan Sakti memilih untuk tidak memberitahu Ferdi. Ia tidak mau terlibat lagi. Juga mencari aman. "Saya tidak jadi membunuh Seno dan menghancurkan keluarga Herlambang! Akan saya lupakan soal balas dendam atas kematian semua anak buah saya di pabrik!" ucap Tuan Besar Macan Sakti tegas. Di ujung telepon, Ferdi terperanjat. Dia tidak mengerti dengan apa yang ada dalam pikiran ketua mafia itu. Bukan kah dia begitu berambisi tadi? Akan melakukan hal demikian? Ferdi pun menebak jika ada yang tidak beres! "Kenapa anda berubah pikiran? Apa yang terjadi?!" cecar Ferdi bingung sekaligus penasaran. "Apa karena Seno mendapatkan bantuan dari seseorang yang anda maksud itu?" "Tapi, seharusnya Seno dan keluarga Herlambang sedang lengah kali ini karena merasa menang. Begitu pula dengan seseorang yang membantunya. Anda bisa menggunakan kesempatan itu untuk menyerang mereka. Ini lah saatnya, Tuan Besar Macan Sakti!" Awalnya memang begitu, tapi tentu saja ketua mafia M
Di saat ini, Shinta tengah bersandar pada tepi ranjang dengan pandangan lurus ke depan. Terdiam. Sibuk dengan pikirannya. Dia sudah sadar beberapa menit yang lalu. Sedangkan Seno duduk di sampingnya. Sesekali, ia akan menoleh sebentar ke arah Shinta hanya sekadar untuk memastikan kondisi sang istri. Seno baru saja menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Shinta sekaligus menjelaskan bagian yang tadi terlewatkan. Awalnya, Seno tidak ingin melanjutkan sebab takut Shinta akan pingsan lagi. Namun, Shinta memaksa. Berjanji jika tidak akan pingsan lagi. Kali ini lebih siap. "Astaga, ini serasa mimpi, Sen," Akhirnya, Shinta angkat suara setelah hening menyelimuti keduanya. Kemudian, ia menghadap Seno dan menambahkan. "Suamiku adalah anak dari keluarga yang paling kaya dan berpengaruh di negara ini?!" Seno tersenyum kecil. "Aku sendiri saja, kadang masih tidak menyangka kalau hidupku akan jadi seperti ini, sayang. Tak pernah terpikirkan sedikit pun sebelumnya di benakku kalau aku
Shinta meringis kesakitan. Buru-buru ia memegangi pelipisnya. Seno hendak mendekat ketika sebuah tangan sudah terangkat di depannya. Shinta, seraya menggeleng berkata, "Aku tidak apa-apa. Lanjutkan saja." Tanpa menatap ke arah suaminya, Shinta menambahkan, "Lalu, kapan tepatnya kamu mengetahui kedua orang tua kandungmu?" Setelah memastikan tidak terjadi hal buruk pada istrinya, Seno menceritakan apa yang terjadi saat ia sedang mencari uang untuk biaya operasi Felicia. Yang mana ia ditemui oleh seorang wanita yang mengaku sebagai adik perempuannya dan mengatakan identitasnya yang sebenarnya. Seno juga akhirnya jujur tentang siapa Tara yang sebenarnya bernama Andin yang merupakan anak perempuan dari keluarga Aliando Aryaprasaja yang tak lain adalah adik perempuannya. Lalu, Seno juga menjelaskan tentang adiknya itu yang memberikan kartu nama, kartu ATM yang berisi uang 1 triliun dan kartu hitam tanpa batas kepadanya. Oleh sebab itu, ia selalu bisa mendapatkan uang dengan cepat ka