Share

Part 6

Author: Afsana qalbi
last update Huling Na-update: 2023-07-28 15:43:12

Kami semua sudah berkumpul di ruang guru, tinggal menunggu pak kepala sekolah keluar dari ruangannya agar sidang ini di mulai. Aku duduk bersebelahan dengan Tari. Sedangkan Thalita duduk di tengah-tengah dua dayangnya, Suri dan Nora yang di batasi satu meja panjang dari kami. Dan di hadapan kami berlima, belasan guru sudah menempati tempat duduknya masing-masing. Silih berganti memperhatikanku dan Thalita, dan saling berbisik-bisik.

 

Aku fikir memasuki ruang guru tidak akan semenegangkan ini karena aku jelas tidak bersalah. Namun nyatanya jantungku masih saja deg-degan tidak karuan. Apalagi, tepat di hadapanku ada pak Askari yang sedari tadi sering kali mencuri pandang. Hingga membuatku semakin serba salah.

 

"Kita pasti menang, Beb. Tenang sajalah." terdengar Suri menenangkan Thalita yang tak kalah tegangnya dariku. Tangannya tampak meremas ke dua tangan sahabatnya seraya bibirnya yang terus bergerak sedari tadi. Mungkin saja ia berdzikir minta perlindungan. Eh, apa mungkin manusia selicik dia akan di lindungi?

 

"Tapi kok aku takut gini ya. Padahal aku yakin kalau kita bakalan menang karena kepala sekolahnya kan ayahku." balas Thalita setelah menghembuskan nafasnya.

 

"Mungkin karena belum pernah masuk kantor aja. Tenang....Tenang....Kita pasti menang." Nora menimpali.

 

"Tapi malu banget tau di sidang begini di hadapan pak Askari. Serasa menjatuhkan harga diri. Entar dikiranya aku anak gak baik lagi."

 

"Santai aja, beb. Senakal apapun kamu kami yakin kok kalau pak Askari akan kepincut juga sama kamu. Kamu kan cantik, kaya, pintar lagi. Sempurna deh pokoknya." puji Suri mengacungkan dua jempolnya.

 

"Yakin?"

 

"Ya, harus dong."

 

"Huffh...Okelah!"

 

Aku dan Tari hanya mendengarkan obrolan mereka. Meski di dalam sini ada gurat kesal di saat mendengarnya menyebut-nyebut nama pak Askari. Padahal pak Askari sendiri bukan siapa-siapaku. Keluarga bukan, tetangga juga bukan.

 

Menit berikutnya, seorang lelaki bertubuh gempal yang menggunakan jas casual dan kaca mata  bening tampak keluar dari sebuah ruangan. Beliau berdiri di depan pintu ruangannya yang sudah tertutup seraya menyisir ke arah kami berlima dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Mungkin beliau sudah mengetahui permasalahan ini.

 

Jantungku semakin berdentum tak teratur. Secara aku bukanlah anak dari seorang guru apalagi anak kepala sekolah seperti Thalita yang mungkin akan mendapat pembelaan. Takut saja, jika hukum di sekolah ini sama saja dengan hukum di negara konoha. Bukan yang bersalah yang menerima ganjaran, melainkan yang bukan siapa-siapa. 

 

Kehadiran pak kepala sekolah di ruangan ini, tidak satupun di antara kami yang berani mengangkat kepala. Baik Thalita maupun para guru. Sepertinya beliau memang kepala sekolah yang bersahaja, lantas banyak orang yang menyegani dirinya. 

 

Mungkin saja begitu. Bukan karena sebaliknya.

 

"Ehm...!!"

 

Hampir saja jantungku melompat kala mendengar batuk pak kepala sekolah yang rasanya seperti di sengaja. Ingin aku menoleh, tapi hatiku menyuruh jangan. Kira-kira, apa yang akan terjadi di detik berikutnya?

 

"Thalita....."

 

Pak kepala sekolah memanggil putrinya.  Lalu, diam sesaat dan menoleh ke arahku. Ku tarik ulur nafas berulang kali dengan meremas sebelah tangan Tari seolah di sana bisa ku dapatkan kekuatan.

 

Tidak sabar menunggu lanjutan ucapannya, namun rasa takut malah semakin besar.

 

"Meminta maaflah pada Maryam!"

 

Deg!

 

Kepalaku reflek terangkat begitupun dengan Thalita dan kedua sahabatnya.

 

Kenapa tiba-tiba?

 

Tidak perlukah kami menunjukkan buktinya terlebih dahulu supaya lebih jelas pada semuanya siapa yang bersalah? 

 

"Kenapa malah Itha yang meminta maaf, Yah?"

 

Thalita bangkit dari tempat duduknya. Ia menatapku sinis seolah akulah yang merayu ayahnya  agar berkata seperti itu.

 

"Jangan panggil saya Ayah jika di dalam sekolah. Bukankah sudah saya beritahu sebelumnya?"

 

Suara pak Fajri terdengar datar, namun penuh penekanan. Sorot matanya yang tajam bahkan tak surut memandangi wajah putrinya.

 

"Karena kamulah yang bersalah. Lebih baik meminta maaf sekarang!" imbuh beliau lagi.

 

Anehnya, bukan rasa lega yang timbul melainkan rasa penasaran. Aneh saja, beliau menyuruh putrinya yang meminta maaf padahal belum ada sesi pertanyaan pada ke dua belah pihak.

 

"Tidak mau. Dia yang bersalah kenapa harus aku yang meminta maaf? Eh, kamu....Pelet apa yang kamu kasih ke ayahku agar dia membelamu?"

 

Thalita berkacak pinggang dengan sebelah tangannya. Sedangkan tangan yang satunya ia gunakan untuk menunjuk-nunjuk wajahku. Suaranya melengking layaknya orang kesetanan, tidak ia hiraukan siapa saja yang tengah duduk di hadapannya.

 

Sebagian guru mulai terlihat mengelus dada, dan yang lainnya berjalan ke arah Thalita untuk menenangkannya.

 

"Sabar, Tha. Dengarkan dulu pak kepala sekolah berbicara. Kita selesaikan baik-baik." ujar bu Dewi mengelus punggungnya.

 

"Bagaimana mungkin aku bisa sabar sedangkan di sini aku tersudutkan? seharusnya dia yang meminta maaf padaku karena telah membuatku terluka." bantahnya yang masih menatapku dengan tajam.

 

 

"THALITHA!!"

 

 

Kami semua kembali tertunduk. Suara pak Fajri menggelegar dengan sorot matanya yang sudah memerah menahan amarah.

 

"Cepat minta maaf pada Maryam. Jangan banyak alasan!!"

 

 

Thalita tak lagi bersuara. Ia menundukkan kepalanya sesaat dan memukul meja di hadapannya hingga bunga mawar rias dengan vas kaca itu terjatuh dan beradu dengan lantai.

 

 

PRANG!!!

 

 

"Jijik meminta maaf sama orang miskin sepertinya!"

 

Thalita berlari meninggalkan ruangan yang di susul oleh dua sahabatnya. Sedangkan pak Fajri seketika memegangi dadanya dengan ke dua tangan dan hampir tumbang ke lantai jika saja pak Askari tidak cepat menahan tubuhnya.

 

"Ta...Li...Ta..."

 

Masih terdengar suara lirih pak Fajri memanggil nama putrinya, dan detik kemudian kedua matanya langsung terpejam tak sadarkan diri.

 

Semua guru mulai panik, menghubungi pihak rumah sakit meminta pertolongan. Ya Tuhan....Lindungi pak Fajri. Dia orang baik.

 

_____

 

 

"Pak Fajri terkena serangan jantung, Bu?"

 

Aku cukup kaget saat mendengar cerita dari bu Dewi. Pasalnya, selama ini pak Fajri terlihat sehat-sehat saja. Mungkin tadi karena kaget saja melihat tingkah putrinya hingga penyakitnya tiba-tiba kambuh. Kasihan sekali.

 

"Iya, Mar. Kita do'akan saja semoga beliau baik-baik saja." jawab bu Dewi. Posisi kami kini masih di ruang guru. Setelah pak Fajri di larikan ke rumah sakit, aku mengurungkan niat untuk langsung keluar dari sini karena masih ada yang ingin aku pertanyakan.

 

"Bu, boleh tidak Maryam bertanya sesuatu?" tanyaku pada bu Dewi setelah perbincangan mengenai pak Fajri berhenti.

 

"Boleh, Mar. Ada apa?"

 

"Kenapa pak Fajri malah menyuruh Thalita meminta maaf padaku padahal kami belum menceritakan permasalahannya?"

 

"Kan ada cctv di kelas, Mar."

 

Hah?

 

Ada cctv di dalam kelas? Kira-kira dimananya? Rasanya aku sudah pernah memeriksa ruangan itu apakah ada di kasih cctv, namun tidak kelihatan olehku.

 

 

Bersambung

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Ayahku Tidak Tamat SD   Part 45

    "Terima aja, kali bisa ngilangin suntuk." sahut Tari. Mendengarnya, aku kembali berfikir. "Bagaimana kalau dia punya niat buruk?""Masa iya kak Vino kayak gitu?""Yah, namanya juga laki-laki." aku bergidik ngeri mengatakan itu. Pasalnya, akhir-akhir ini sudah cukup banyak para remaja yang punya kelakuan di luar batas. Berprilaku brutal, mengedepankan ego, emosi, dan juga nafsunya. Hingga tak sedikit para wanita yang menjadi korban akibat peegaulan yang tak terjaga.Ku tahu wanita di dalam Islam sangat dijaga kehormatannya, karena dalam Islam wanita dipandang sebagai perhiasan yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Sebagai bukti bahwa wanita didalam Islam diwajibkan untuk menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya, secara tidak langsung semua itu menandakan bahwa wanita dalam Islam adalah suatu hal yang berharga.Wanita di dalam Islam memiliki aurat yang harus dijaganya dari orang-orang yang bukan mahramnya. Karena dikhawatirkan bisa mengundang hawa nafsu kaum A

  • Ayahku Tidak Tamat SD   Part 44

    "Belajar yang baik. Saya yakin suatu saat nanti kamu bakalan menjadi gadis yang sukses dan mendapatkan jodoh yang terbaik."Pak Askari mengelus kepalaku. Ia tersenyum namun bukan denganku. Ku tahu kalau sebentar lagi ia akan menjadi milik wanita lain, namun salahkah jika perasaan ini masih memiliki sisa cinta untuknya? Di balkon ruang kelas ini, aku dan pak Askari menikmati hembusan angin dengan segelintir cahaya yang menyapa kulit. Tak ada perjanjian awalnya, tiba-tiba setelah bel istirahat berbunyi beliau menemuiku dan mengajakku berbicara empat mata.Satu minggu setelah kepergian ayah, aku baru masuk sekolah hari ini. Itupun bukan karena batin dan fisik kembali kuat namun tuntutan pendidikan yang harus bagaimanapun akan aku kejar. Selain demi menjalani permintaan terakhir ayah, tentunya demi masa depan. Ku harap, akan ada pelangi yang menerpa setelah sekian lama di guyur hujan. Semangat memang mungkin sudah berkurang, tapi bukankah tetap akan sampai walau hanya berjalan terseok-seo

  • Ayahku Tidak Tamat SD   Part 43

    [Mar...Kalau sudah pulang sekolah, datang ke rumah sakit, ya. Ayah nanyain kamu dari tadi.]Satu pesan dari ibu di aplikasi hijau membuatku segera menukar seragam sekolah. Sebenarnya belum sampai lima menit aku tiba di rumah, namun sebelum mengganti baju aku lebih dulu menyantap makan siang karena saat di sekolah malas ke kantin. Sekejam itu rupanya jika bermasalah dengan hati. Pantas saja orang-orang bilang lebih baik sakit gigi dari pada sakit hati.Di rumah ini hanya ada aku dan Bibi. Bang Rofiq memang dari semalam belum juga pulang dari rumah sakit karena tak mau membiarkan ibu di sana sendirian. Sedangkan para pekerja perkebunan yang biasa nginap di sini sudah kembali bekerja. Hari ini adalah hari panen sawit dan coklat yang mana besok pagi harus di antarkan langsung ke pabriknya."Mbak Anjela tadi jam sepuluh pulang loh, Neng. Tahu, kan?"Saat aku memasang kaos kaki baru, bibi mendatangiku. Ia tengah membawa mangkok kecil berisi bibit cabe rawit juga bibit terong kampung."Pulan

  • Ayahku Tidak Tamat SD   Part 42

    Usai kedatangan pak Fajri ke rumah sakit, akhirnya pihak polisi memutuskan untuk mengamankan Thalita di penjara. Pak Fajri lah sebenarnya yang ikut mengurus semua permasalahan ini, sedangkan aku masih saja sungkan untuk mengusut lebih jauh karena Thalita anaknya pak Fajri. "Saya ikhlas jika Thalita menerima semua ganjaran atas apa yang sudah ia lakukan. Saya akan ikut mencari keberadaannya agar segera di proses hukum." titah pak Fajri waktu itu."Maaf, Pak. Anggap saja apa yang sudah menimpa kami ini sebagai musibah. Masalah Thalita, sudah kami maafkan." ujar ibu berusaha menenangkan. Tapi, pak Fajri tidak mau menerima kalimat ibu. Katanya, Thalita hanya akan terus-terusan merasa enjoy jika setiap kesalahannya di beri maaf.Dua hari setelah pertemuan itu, akjirnya jejak Thalita bisa kami ketahui. Rupanya, ia berada di rumah kosan bu Meri yang berada tak jauh dari komplek Rizano."Akhirnya musuh terbesarmu minggat juga, Say. Gak sabar melihatmu hidup tenang kayak dulu lagi." ujar Tari

  • Ayahku Tidak Tamat SD   Part 41

    "Maaf, Pak. Maryam tidak bisa jika syaratnya harus seperti itu." tukasku dengan bibir bergetar. Dalam hati ini cukup perih mengatakan kalimat itu, namun apa daya? Pendidikanku harus aku utamakan. Seperti Tari bilang, andai pak Askari benar-benar menyukaiku pastilah ia sabar menungguku dan bisa menenangkan mama Renata.Kepala pak Askari seketika mendongak. Matanya tak kalah berkaca-kaca dan siap turun membasahi wajahnya. "Ja-jadi kamu mau mundur?""Jika syaratnya seperti itu, saya mundur. Maaf, Pak."Aku membungkukkan sedikit kepala dengan kedua tangan aku telungkupkan. Lalu, beranjak dari kursi dan mengajak Tari untuk pulang. Percuma berlama-lama berada di sini. Hanya akan menambah goresan di hati yang akan susah di sembuhkan. Aku percaya, jika pak Askari tidaklah akan memilihku di bandingkan mamanya. Karena ia tipe lelaki yang tak bisa membantah keinginan orangtua ataupun kakak-kakaknya selama ini.Dari halaman cave ini, aku masih melihat pak Askari berdiri di samping meja yang sedar

  • Ayahku Tidak Tamat SD   Part 40

    Aku tidak menyangka jika ponsel ini milik Thalita. Ponsel yang dulunya ia bilang hilang karena aku curi. Kini, malah ada di tanganku. Membuat kecurigaan besar jika ialah pelaku kebakaran waktu itu."Kita harus menyelidiki semua ini, Say. Jangan biarkan lagi penjahat seperti Thalita berkeliaran." ujar Tari antusias."Terus kita harus ke kantor polisi sekarang?"Ia mengangguk. Lalu mengajakku berangkat menuju kantor polisi yang ada di pusat kabupaten. Kata Tari, kasus ini akan mudah di selidiki jika kami pergi ke kantor kabupaten. Soalnya di sana ada adik ibunya yang bekerja sebagai polisi daerah.Cukup tiga puluh menit waktu yang kami butuhkan untuk sampai di halaman kantor. Untungnya, pamannya Tari mudah kami jumpai karena ia tengah berada di lapangan bersama teamnya.Permasalahan ini langsung di adukan oleh Tari seditel mungkin. Tak lupa ia menyerahkan barang bukti yang aku temukan pagi tadi juga membeberkan masalah demi masalah yang selama ini Thalita torehkan."Baiklah. Sekarang ka

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status