Share

Part 3

Penulis: Oscar
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-19 13:17:47

"Mas, pulang kuliah, Ayu kerja di restoran, ya?" pintaku saat kami bersantai di balkon kamar. 

"Ngapain kerja, Yu. Kalau mau apa-apa bilang aja sama, Mas," sahutnya dengan lembut. 

"Biar nggak bosan, Mas. Dari dulu Ayu ingin sekali bekerja bantu Ibu sama Bapak. Tapi nggak pernah diijinin."

"Itu kan karena kamu harus fokus kuliah dulu."

"Lho, Mas kok tau?"

"Tau dong. Semua orang tua kan inginnya begitu."

"Boleh ya, Mas?"

"Belum ada lowongan yang kosong, Yu. Lagian kan kamu kuliahnya pagi. Gimana mau kerja di kantor?"

Kenapa sih Mas Aryo selalu peka. Selalu tahu tentang keinginan dan cita-citaku bekerja sebagai pegawai kantor. 

"Ayu kan belum jadi sarjana, Mas. Mana mungkin Ayu minta posisi di kantor."

Lagi pula mana mungkin aku berani, sedangkan aku tahu bahwa Fandi sudah duluan bekerja di kantor mereka. Aku tidak mungkin bertemu dengannya. Apa lagi membiarkan Mas Aryo sampai tahu kalau kami pernah pacaran. 

"Boleh ya, Mas?" Aku kembali merengek. 

Dia diam sejenak, lalu tersenyum mengangguk. 

"Nanti Mas bilang sama SPV nya, ya. Biar dia yang nentuin kamu di posisi mana."

"Makasih ya, Mas." Aku memeluknya dengan erat. 

"Oh iya, Mas. Boleh minta sesuatu lagi nggak?"

"Apa lagi, Yu?"

"Jangan bilang, kalau Ayu istrinya Mas Aryo, ya?"

.

Sepulang kuliah aku langsung menuju restoran. Menemui seorang wanita muda yang tak lain adalah SPV yang disebut Mas Aryo semalam. 

"Untuk saat ini posisi yang lain masih full. Jadi sementara ini, kamu kerjanya jadi 'joker' dulu," ucap wanita berkulit kuning langsat itu. 

Joker? Apa itu? 

Setahuku joker adalah badut psikopat di film Batman. Apa maksudnya saat ini aku menjadi tukang potong dan mencincang ayam laksana seorang psikopat?

Ish, apa-apaan ini. Padahal bayangan menyentuh ayam kemarin sudah terbang bersama angin, begitu aku tahu kalau suamiku adalah Bos 'ayam kampus'. Masa aku harus bekerja seperti itu lagi. 

Ada hasrat tuk mengurungkan niat. Ternyata meniti karir di awal bekerja itu memang sulit. Apa lagi tanpa ijazah sarjana. Semua orang pasti memandang rendah dan sepele dengan kemampuan kita. 

"Bagaimana? Bersedia?"

"Maaf, Bu. Saya tidak bisa memotong ayam. Biasanya kalau ke pasar minta dibersihkan dan dipotong sekalian sama penjualnya," sahutku penuh sesal. 

"Yang nyuruh kamu motong ayam siapa?" Kulihat matanya menyipit memandangku. 

Apa aku salah? 

"Jadi, joker itu apa, Bu?"

"Joker itu istilah untuk karyawan yang kerjanya ke sana kemari. Kadang jadi waittress, kadang menggantikan kasir, kadang yang menyambut tamu sebagai greeter. Sudah mengerti?"

Oh, begitu. Jadi istilah itu seperti pada permainan kartu. Lambang joker bisa masuk ke permainan mana saja, tanpa harus menunggu lambang yang sama dengan lambang yang lain. 

Haish, apa sih. Kenapa harus memakai filosofis segala. Bilang saja kalau posisiku sekarang sebagai pesuruh atau jongos. Kenapa harus memakai istilah yang mengerikan. Tapi ya sudahlah. Tak ada salahnya mencoba. Kalau mau sukses kan harus mulai dari bawah dulu. Sembari menunggu Ijazah sarjanaku tahun depan. 

"Iya, Bu. Saya bersedia."

"Baguslah. Satu lagi, ya. Nama kamu Ayu, kan?"

"Iya, Bu. Saya Ayu."

"Jangan panggil saya Ibu. Panggil aja Mbak Sinta. Saya masih singel."

Ouh... Tidak penting!

.

Hari ini aku mulai bekerja, setelah melakukan Interview kemarin. Tak apa menjadi pesuruh, yang penting di rumah Mas Aryo tetap memperlakukanku seperti nyonya Bos. 

"Ayu, tolong lap meja delapan, ya!"

"Ayu, angkat piring kotor di lesehan, ya!"

"Ayu, meja nomor dua puluh minta bill!"

"Ayu, antar minuman ini ke ruang VIP."

"Ayu!"

"Ayu!"

"Ayu!"

Huft... Aku terduduk lemas di sudut dapur tempat cuci piring, setelah mengantarkan setumpuk piring kotor. Ternyata ini tidak mudah. Tapi sudah terlanjur malu sama Mas Aryo. 

Kemarin dia sudah memperingatkan. Namun aku tetap bersikeras dan meyakinkan bahwa aku ini seorang pekerja keras. Gengsi dong kalau harus menarik ucapanku kembali karena masalah sepele seperti ini. 

Baru juga beberapa hari. Lama-kelamaan aku pasti terbiasa. 

.

"Capek, Yu?" tanya Mas Aryo sembari memijat kakiku yang sedang rebahan di atas ranjang. 

Aku mengangguk dengan bibir mengerucut. Dia tertawa. Dicubitnya pipiku dengan gemas. 

"Ya udah. Nggak usah kerja. Nanti kalau butuh apa-apa tinggal bilang sama Mas."

"Ayu nggak papa, Mas. Pekerjaan kek gitu gampang. Ayu udah biasa kok ngerjain pekerjaan rumah kaya gitu. Cuman jumlahnya lebih banyak aja," sanggahku dengan menggerakkan bola mata ke atas. 

Lagi-lagi Mas Aryo tertawa. 

"Ish, istri Mas ini makin hari makin nggemesin aja. Lucu," ucapnya lagi. Kali ini dengan menarik hidungku. 

"Lama-lama juga terbiasa kok. Mas Aryo tenang aja. Ayu kuat. Pokoknya Mas Aryo jangan khawatir. Ayu profesional. Meskipun Ayu istri Bos Ayam, tapi ayu tetap nurut kaya anak ayam."

Dia tak henti-hentinya tertawa. 

Ya, aku harus kuat. Kasihan Ibu dan Bapak kalau terus-terusan memberikan uang padaku. Eh, tapi setelah menikah, Ibu dan Bapak masih mengirim uang tidak, ya? Terus, uang kuliah siapa yang bayar?

Mana mungkin kutanyakan hal ini pada suamiku. Bisa-bisa dia benar-benar menganggapku matrealistis. Walaupun itu benar. Tapi kan tidak harus ditunjukkan sekarang juga.

Aku harus benar-benar membuat Mas Aryo bangga dan tidak sia-sia memperistri wanita sepertiku. 

.

Semakin hari semakin terbiasa. Di hari ke tujuh aku bekerja, sudah bisa menyesuaikan diri. Karyawan lain banyak yang membantu. Kecuali seseembak yang tidak mau dipanggil Ibu. 

Semuanya berjalan lancar-lancar saja. Bahkan saat berpapasan dengan suami sendiri. Kami pura-pura tidak saling mengenal. Walaupun terkadang Mas Aryo nakal dengan mencolek daguku saat bersisian. 

Duh, kalau dilihat orang bagaimana? Apa lagi terkadang aku juga ikut-ikutan nakal dengan mencubit perutnya sambil lalu. Eh! 

Tapi untungnya semua tidak terjadi masalah. Meski aku dan Fandi bekerja pada Bos yang sama, tapi kami tidak pernah bertemu sekali pun. 

Dia hanya bertugas di kantor pusat. Tak pernah terjun langsung ke Restoran. Jadi semuanya aman-aman saja. Fandi tidak akan tahu aku bekerja di sini. Dan Mas Aryo pun juga tidak akan menyadari kalau sebelum menikah dengannya, aku masih punya pacar yang sekarang ini juga menjadi anak buahnya. 

Lagi pula, setelah percakapan aku dan Fandi malam itu, dia langsung memblokir nomorku. Mungkin sangat sakit hati dan tak ingin lagi berhubungan denganku. 

Sejak saat itu kami putus kontak. Dan kurasa memang itu lah jalan yang terbaik. 

"Perhatian semuanya." Si Mbak yang tidak mau dipanggil Ibu itu mulai memulai pengumuman. Sore ini seluruh kru mengadakan briefing. 

"Kita kedatangan menejer baru. Mulai sekarang, kalian harus menjaga sikap. Mengerti?" Kami semua mengangguk. 

Tak lama muncullah dua orang pria berpostur yang hampir sama tinggi. Mereka berjalan dari arah kantor sang pemilik. Dan aku mengenal keduanya. Apakah salah satu dari mereka adalah menejer baru yang disebutkan Mbak Supervisor tadi? 

Ya, dua orang laki-laki yang kini berdiri dihadapan kami adalah Mas Aryo_suamiku_dan juga....Fandi. 

                            ********

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ayam Kampus Suamiku   Part 30

    Aku dan Mas Aryo sama-sama menoleh, lalu saling berpandangan dengan heran. Para penggibah dan pembuli dari dapur tadi mengejar dan menyusul kami. Dengan wajah memelas, mereka menyesali apa yang sudah mereka perbuat.“Mau apa kalian?” tanya mas Aryo dengan sinis. “Maafkan kami, Pak Aryo. Kami tidak tahu tentang masalah ini sebelumnya,” ucap sang ketua memimpin jawaban.“Terserah!” ketus suamiku. Kemudian kembali merangkul bahuku untuk menaiki anak tangga. “Tunggu, Pak.” Mas Aryo menghentikan langkahnya. “ Ijinkan kami kembali bekerja di sini.”Cih! Dasar tidak tahu malu. Menjilat ludah sendiri. Jorok sekali. Seenaknya saja berkata seperti itu. Aku tidak akan sudi dan tidak akan pernah membiarkannya."Apa kurang jelas yang aku bicarakan tadi? Apa pun yang terjadi, aku tak akan pernah menerima kalian lagi. Jadi, cepat kosongkan dapur sekarang juga!" Mas Aryo kembali merangkul bahuku dan berjalan dengan cepat hingga mereka jauh tertinggal di lantai bawah."Huft... Ayu gemetaran, Mas," r

  • Ayam Kampus Suamiku   Part 29

    Mata nenek sihir itu langsung membelalak. Terperanjat kaget mendengar ucapan tegas dari Mas Aryo. Bukan hanya tegas, akan tetapi terdengar begitu emosi dan marah. “A_apa maksud kamu, Mas? M..maksud saya Pak. Anda sedang bercanda, kan?” Wajahnya langsung memucat seperti buntut ayam yang baru saja direbus. Bibirnya bergetar ketakutan. Aku menarik sudut bibir, melirik ke arahnya yang tadi bersikap sangat angkuh.“Apa aku terlihat sedang bercanda?” Mas Aryo menantang ucapannya dengan tegas.“Ta..tapi....” “Tidak ada tapi-tapian. Tidak ada maaf bagi kamu yang sudah berani menampar Ayu!”“Aku punya alasan, Mas. Kenapa Mas malah membela dia?” Kini nenek sihir kawe super itu tak lagi bicara dengan bahasa formal.Mendengar dari gaya bicaranya, sepertinya mereka memang sudah akrab sejak awal.“Aku tidak menerima alasan apa pun. Kamu sudah sangat keterlaluan. Aku bisa saja terima kalau Ayu dihukum karena kesalahan dalam bekerja. Tapi, tidak dengan urusan pribadinya.”“Tapi dia bukan wanita ba

  • Ayam Kampus Suamiku   Part 28

    Wina mengernyit heran. Memandangi wajahku yang tenang dan tak terlihat gusar seperti biasanya.“Jangan main-main, Yu. Aku serius. Kamu nggak tahu bagaimana Mbak Sinta itu. Dia selalu menggunakan kekuasaan untuk menyingkirkan orang-orang yang tidak dia suka.” Dia masih saja terlihat cemas.“Eh, tapi ngomong-ngomong, Pak Fandi beneran nggak datang?”“Iya, Yu .Mana nggak ada kabar sama sekali. Kompak banget sih kalian. Suka ngilang tiba-tiba tanpa ngasi tahu,” ledeknya.“Hush! Nanti suamiku dengar lho.” Aku terkikik geli.“Dih, canggih amat suami kamu,sampe masang penyadap segala. Suami kamu mafia, ya?” Kami berdua kembali terkikik.Eh, tapi kenapa Fandi tidak masuk hari ini? Apa karena kejadian tadi pagi? Apa dia begitu shock, hingga tak datang dan menghindari aku dan Mas AryoKan, lagi-lagi aku merasa bersalah. Kenapa sih, Fandi harus mencampur adukkan urusan pribadi dengan urusan pekerjaan. Padahal selama ini Mas Aryo tak pernah melakukan hal yang bukan-bukan untuk mempersulitnya. Pa

  • Ayam Kampus Suamiku   Part 27

    Reaksi macam apa itu? Nggak mungkin Mas Aryo tidak tahu apa yang terjadi saat itu. Bukankah dia selalu mengawasi setiap gerak-gerikku, bahkan seluruh karyawan dari monitor CCTV di ruangannya? Lalu, kenapa dia bersikap seolah-olah baru mendengar semua ini dariku?“Katakan, Ayu. Kapan Sinta melakukan semua itu sama kamu?” Tangannya masih setia berada di pipiku, bekas tamparan Mbak super.“Mas Aryo jangan pura-pura. Semua orang melihatnya.”“Iya, tapi kapan? Sumpah, Sayang. Mas nggak tahu apa-apa soal itu. Sekarang cepat katakan, kapan dan jam berapa dia melalukan itu.”“Kemarin sore. Sebelum Ayu nyerahin uang itu. Jangan bilang, kalau Mas pura-pura nggak liat. Ayu sama sekali nggak percaya.” Emosiku kembali meluap. Lalu menepiskan tangannya dari wajahku.“Sore kemarin Mas sedang keluar, Yu. Dari sebelum kamu datang, Mas sudah berangkat ke kandang, karena ada pertemuan para distributor. Hari hampir senja baru Mas kembali. Itu pun Mas nggak sempat ngecek cctv. Kamu liat sendiri kan, Mas

  • Ayam Kampus Suamiku   Part 26

    Mas Aryo sudah berdiri kokoh dengan wajah tegang di hadapan kami. Matanya terus-menerus menatap tanganku yang masih memegangi lengan Fandi agar tubuhnya tak rubuh. Lalu, aku bergegas menarik peganganku, agar pikirannya tak semakin salah paham sama Fandi."Mas Aryo ngapain di sini? Ayu nggak mau pulang. Mas Aryo nggak punya hak lagi menyuruh Ayu balik ke rumah Mas Aryo. Semua permintaan Mas Aryo udah Ayu turutin. Ayu nggak punya hutang apa-apa lagi, kan?" Aku mengucapkan langsung ke titik permasalahan."Tega kamu, Yu. Mengkhianati Mas dengan cara seperti ini. Atau jangan-jangan, kalian sekongkol ingin mempermainkan Mas selama ini?" tudingnya dengan wajah penuh amarah."Udah la, Mas. Mas Aryo nggak usah cari-cari alasan lagi buat nyalahin Ayu. Mas Aryo boleh bilang apa pun ke orang tua Ayu. Ayu terima semuanya. Tapi setelah ini, Mas Aryo nggak usah nyari-nyari Ayu lagi!"Aku melangkah pergi meninggalkan mereka berdua. Tak jadi masuk ke kampus untuk mengajukan cuti. Lalu tiba-tiba saja t

  • Ayam Kampus Suamiku   Part 25

    Dia sangat kaget dengan kelakuanku. Lalu, memungut amplop tadi. Menghitung lembaran demi lembaran uang merah yang aku berikan. Mas Aryo tampak tercenung sejenak, seperti sedang memikirkan sesuatu, lalu mengangguk.Dia bahkan tak bertanya sama sekali dari mana aku mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu sekejap."Jangan main-main dengan kata cerai, Ayu! Kita selesaikan di rumah saja, nanti!" Dia memasukkan uang itu ke dalam laci. Lalu membereskan kertas-kertas yang berserakan di atas meja dan menutup laptopnya."Mas tunggu di rumah!" tegasnya kemudian. Dia melangkah pergi meninggalkan ruangan, tanpa memberi penjelasan apa-apa sama sekali. Meninggalkanku sendiri, tanpa mengucapkan sepatah katapun lagi. Apa dia pikir aku masih mau pulang ke rumah itu, setelah semua yang aku alami beberapa hari ini?.Sepulang kerja, aku langsung menuju tempat kost-kosan yang baru. Masih bisa kutempuh dengan berjalan kaki dari restoran, karena posisinya masih satu lingkungan dengan area kampus. Aku memb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status