Assalamualaikum wr.wb
Halo teman-teman semua. Gimana kisah Ayuna dan Om Eugene pada suka enggak? Terimaksih untuk semuannya yang telah mengiringi terbitnya salah satu cerita hallu Autor yang entah muncul dari mana. Autor seneng banyak yang suka. Walaupun bahasa Autot masih berantakan dan bikin sakit mata. Tapi Autor seneng ada yang tetep baca cerbung ini.
Tapi Maaf Para Penggemar cerbung ' Ayuna My Little Wife' Ada pengumuman yang sangat sedih untuk kalian semua. Saya sebagai Autor akan break sebentar di karnakan ada tugas di kehidupan nyata yang menunggu. Yang harus saya kerjakan sekitar dua minggu. Sebenarnnya gak tega pisah sama Yuna sama Om Eugene. Apalagi membuat para pembaca setia Cerbung ini selalu menunggu.
Sekali lagi Mohon pengertiannya untuk para Reader semua. Mungkin dua minggu kedepan saya kembali bisa Update bab baru. Dan bisa menghibur kalian kembali. Terimakasih untuk semuanya. Dan semoga kalian bisa sabar menunggu.
Jangan Lupa kasih bintang yang banyak untuk cerbung receh saya. Dan rajin-rajin koment ya Guys agar Autor makin seneng nulisnya. Kalau ada kesalahan atau apa-apa gitu, enggak papa langsung komen dibawah. Siap membalas mua kritikan dan saran.
Walaikumsallam wr.wb
Assalamualaikum Wr.WbHallo teman-teman semua, saya selaku Autor ‘Ayuna My Little Wife ‘ mengucapkan Minal Aidzin Wal faizin mohon maaf lahir dan batin. Maaf mungkin selama ini Autor pernah ada salah. Di maafinkan?🤗🤗 Ada kabar gembira ni... untuk para penggemar cerita receh Autor. Insya’ Allah besok akan lanjut Update cerita terbaru ‘Ayuna My Little Wife’. Hore!😍😍😍Akhirnya bisa lanjut juga menghallunya...heheh...Aduh Pasti udah lama ni nunggu cerita Om Eugene dan gadis penyuka jerapa. Tetep baca cerita receh Autor kan? walaupun udah lama gak Update. Tahu sendiri kan, Autor masih sibuk dengan kehidupan nyata. Maaf ya!!!Pokoknya jangan Lupa besok ya!😊😊Pantengin AMLW. Besok pasti Update🤗🤗🤗😊
Langit semakin gelap, awan-awan tipis bertaburan di langit. Sebuah jendela kamar hotel menunjukkan seorang dua lawan jenis saling melempar pandang. Tangan kekar Pria berdada lebar itu mencengkeram lengan gadis di depannya. Atmosfer kamar hotel 103 terasa berbeda. Ayuna menelan ludah kasar melihat mata Eugene tak berkedip melihat dirinya. Dada Ayuna berdebar sangat kencang, seperti orang yang yang sedang melakukan lomba maraton.“Bagaimana? Apa kamu mau praktek aja?” Mata gadis itu semakin membulat. Jemarinya mencengkeram seprai berwarna bunga-bunga. Tak henti-henti tenggorokannya menelan saliva kasar. Tatapan mata lelaki itu bagaikan elang yang mengobrak-abrik manik Hazel. Hembusan nafas Eugene terasa sangat jelas di depan wajah.Perut kecil Ayuna terasa sakit. Seperti ada sesuatu yang ia tahan, berusah untuk keluar. Gadis itu beralih megang perutnya. Menekan erat perut datar itu. Dahi Ayuna pun tertekuk, bibirnya bergetar karena menahan r
Matahari muncul dari ufuk timur. Perlahan-lahan langit mulai menunjukkan warna orange. Ada sebuah gundukan di atas sofa yang di tutup selimut. Saat gundukan itu menggeliat, tampak kaki dan tangan miliknya. Pelan-pelan gundukan itu semakin menggeliat. Tak menyadari ia berada di ujung sofa. Ia pun akhirnya terjatuh dengan posisi tengkurap. Dada gadis itu terasa sangat sakit. Mau tidak mau, ia pun bangun. Sebuah suara decit pintu kamar mandi terdengar. Gadis itu mendongak dengan posisi tengkurap. Di lihat seorang pria sedang berdiri di depannya dengan jarak 2 langkah. Pinggang lelaki itu terlilit handuk membuat Ayuna meneguk saliva, dan tersenyum lebar menunjukkan gigi geriginya.“Cepetan mandi. jangan senyum-senyum kayak orang gila.” Eugene pun melewati badan Ayuna yang tengkurap.Ayuna memayungkan mulut, pertanda sangat sebal dengan sikap Eugene. “Jika kau tak segera mandi, akan aku tinggal di hotel ini.” Mendengar ancaman Eugene membuat Ay
Daun-daun berguguran. Tiupan angin menerbangkan debu-debu halus. Sebuah aspal hitam legam sepi. Hanya ada satu mobil sedan sedang berhenti di tepi-tepian jalan. Bodi mobil terbuka dengan mengeluarkan asap. Terlihat seorang lelaki mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Frustrasi dengan sesuatu yang ia alami. Sedangkan Sang Istri memilih duduk di atas batu besar sambil menghapus sisa air mata. Gadis itu terdiam tak bergeming. Masih ada rasa ketakutan dalam diri Ayuna.Eugene melirik Sang Istri, ada rasa kasihan yang tiba-tiba hadir. Lelaki itu kemudian jongkok. Menyamakan posisinya dengan Sang Istri. Memegang kedua pundak Ayuna, lalu mengangkat dagu Ayuna. “Maaf kan saya tadi Ya?” ujar Pria bertubuh tinggi tegap.Gadis berkulit sawo matang itu mengangguk pelan. Ujung jempol Ayuna menghapus bercak butiran kristal di pipi Ayuna. “Kalau gitu jangan nangis lagi ya?” Gadis itu mengangguk kembali.Eugene pun kembali bangkit lalu berusaha
“Udah selesai Nek!” ujar Ayuna antusias sambil mengelap telapak tangannya yang basah.“Ya udah sekarang langsung tidur aja, biar ini semua nenek yang beresin.”“Tapi Nek?”“Udah sana masuk, sekalian bilang ke Kakak mu untuk tidur di kamar Kakek dan Bejo.”“Baik Nek.” Ayuna melangkah panjang layaknya tentara. Kepala Ayuna menoleh kanan dan kiri, mencari sosok Sang Suami yang ia akui sebagai Kakaknya. Entah dosa apa tidak jika ia tak mengakui suaminya sendiri. Ayuna terlalu sebal dengan Eugene hingga melakukan tindakan seperti itu.Dari luar rumah sederhana Nenek dan Kakek. Terlihat Eugene mencengkeram Ngerat lengan Bejo. Pria gondrong itu malah tertawa sambil setengah meringis.“Mas!” panggil Ayuna membuat Eugene melepaskan cengkeramannya. Namun, tetap menatap sinis pada Bejo.“Ada apa? Tegang banget.&rd
Butiran-butiran kristal embun jatuh di dedaunan. Mentari tersenyum hangat pada permukaan bumi. Burung kenari bertengger di dahan-dahan pohon. Menimbulkan suara merdu yang saling bersahutan satu sama lain. Sisa hawa dingin masih membekas. Seorang gadis keluar dari kamar, sambil merapatkan jaket tebal miliknya.Mata besar itu semakin melebar. Mencari Sang Nenek yang lebih dulu bangun. Mata Ayuna sedikit bengkak, tadi malam gadis itu tak bisa tidur Nyenyak. Kasur kapuk itu sangat keras di tambah selimut tipis yang tak bisa meredam rasa dingin.Gadis itu berdiri tepat di depan kamar tempat Eugene tidur, Bejo keluar menyimbahkan kain yang berfungsi sebagai pintu, “Giman Nyenyak tadi tidurnya?”“Iya,” dusta Ayuna gadis itu.“Mau ikut?”“Kamana ?”“Mancing.”“Yuna pengen macing.”“Baiklah kau tunggu di sini aku mau mengambil alat pancing.”Ayuna pun menunggu di kursi kayu ruang tamu. Mata gadis itu berkali-kali mencuri
Mata hazel itu berembun karena tak tega berpisah dengan Sang Nenek yang sudah Ayuna anggap seperti Neneknya sendiri. Tangan keriput itu memeluk erat tubuh kecil Ayuna. Hati Nenek Purna terasa sedih karena haru berpisah dengan gadis yang sudah di anggap cucu sendiri, walaupun mereka hanya tinggal sebentar.“Nek!” tegur Bejo, mengingatkan Sang Nenek untuk tak larut dalam kesedihan. Dan menandakan bahwa ada seseorang yang menunggu gadis itu.Wanita beruban itu melepaskan pelukannya, lalu memegang kedua pundak Ayuna. “Sudah lah Cah Ayu (gadis cantik) jangan nangis terus, nanti Nenek ikut nangis loh .” Punggung jari ibu itu menghapus sudut pipi Ayuna. Menghapus jejak kesedihan di wajahnya.“Baik Nek!” Menunjukkan gigi gerigi dam senyum lebar. Memberi tanda bahwa ia akan baik-baik saja.“Gitu dong senyum.”Eugene hanya memandangi Ayuna dari dekat mobil. Setelah memberikan pelukan te
Semilir Angin berembus di penjuru arah. Menerbangkan kain-kain yang menutup kamar Ayuna. Bangun kamar mereka mirip rumah panggung yang berada di atas pesisir pantai. Jika Ayuna membuka jendela, ia bisa melihat pemandangan yang sangat menarik dari lautan biru di bawah sinar rembulan. Rembulan bagaikan raja malam yang membimbing komet dan bintang untuk bertaburan di langit secara sempurna tanpa berebut satu sama lain.Ayuna duduk di depan cermin. Menaburkan pipi dengan bedak tipis. Lalu memoles bibir dengan lipstik berwarna matte. Senyum gadis itu mengembang, karena akan ada acara penyambutan untuk mereka . Ia melangkah pelan keluar kamar, kaki itu menginjak jembatan kayu satu persatu. Menengok kanan dan kiri mencari Sang Suami. Dari tadi lelaki itu menghilang. Entah ke mana, atau dia sedang berdiam diri di suatu tempatGadis sawo matang itu berpapasan dengan Seorang pelayan Resort yang berpakaian tradisional kota SB. “Mbak!” t