Share

Tangan di Borgol

Pria beralih tebal itu mengamuk. Menyapu seluruh barang dengan lengannya yang kokoh. Membanting gelas kaca yang ada di atas meja. Kobaran api membara dari balik Manik berwarna amber, memancarkan letupan kemarahan yang berada di ubun-ubun. Panggilan Sang Kekasih menggema dari balik layar pipih. Meraih benda komunikasi canggih masa kini. Menatap  nanar foto Sang Kekasih depan layar. Menyungging senyum kebencian dan melempar benda pipih itu ke lantai hingga pecah menjadi dua bagian.

Eugene marah, lelaki itu adalah  seorang polisi terkenal di kota A. Dan merupakan anak bungsu dari keluarga Smith. Eugene menjatuhkan pantat kasar di atas kursi. Memasukkan jemari berotot itu ke dalam rambut, mengacak-ngacak dengan kasar. Lalu memegang kepala karena penat, membayangkan Pengkhianatan Violet. Bayangan Sang Kekasih terlintas, Saat Violet bercumbu mesra dengan selingkuhannya tepat di depan mata Eugene. Padahal 2 hari lagi, ia berniat  melamar Violet. Namun, tuhan berkata lain. Rasa sakit itu masih terasa di dalam dada. Gadis yang sudah menjalin kasih selama lima tahun lamanya, ternyata bermain api di belakang.

Suara decitan  pintu terbuka, seorang lelaki beruban masuk. Berjalan dengan tongkat  kayu di depannya. Lalu duduk di depan Eugene. “Bagaimana, apa kamu mau menuruti permintaan Papa? Ini persyaratan papa yang terakhir jika kamu tetap ingin jadi polisi. Jika kamu tak mau, maka Papa akan menyeretmu perusahaan. Kasihan kakak mu kewalahan.”

“Dia tak tak akan kewalahan. Pasti Pria itu senang jika aku tak ikut campur perusahaan,” batin Eugene dalam hati.

“Dan juga, sekarang kau tak punya kekasih yang bisa kau pertahankan bukan?” Eugene kaget, bagaimana Sang Papanya tahu hubungan dirinya dengan Violet telah kandas.

Smith  berdiri mengeluarkan foto, di dorong foto itu agar lebih dekat dengan Eugene.  Gadis bermata Hazel dan berambut kepang. Membuat wajah Eugene tersentak. “Jangan bilang ini gadis yang harus aku nikahi?”

“Benar sekali, kau sangat pintar.”

“Enggak, enggak mungkin. dia masih bocah. Aku tak mungkin menikah dengannya. Dia bukan tipe ku," tandas Eugene  kesal.

“Mau atau tidak mau, kau harus menikah dengannya. Nama, alamat dan sekolahnya ada di balik foto. Kau harus membawanya segera  pada Papa.”

Smith melangkah pelan dengan menggunakan tongkat.  Sedangkan Eugene semakin frustrasi, ia  tak bisa membayangkan menikah dengan seorang bocah. Padahal ia sangat menyukai gadis seksi, bukan gadis yang masih di bawah umur. Bahkan ia seperti tak memiliki bentuk yang mempesona. Namun, jika ia tak menuruti Papanya. Ia akan jatuh ke dalam penjara menyeramkan, bekerja di perusahaan.  Eugene berpikir keras, “Atau Papa sengaja membuatku menyerah menikah dengan gadis kecil ini agar aku menyerah pada keinginanku.”

Eugene berdiri sambi berkacak pinggang, “Baiklah Ruth Smith, aku tak akan menyerah. Aku akan menikahi gadis ini. Mungkin dengan ini bisa menjadi caraku balas dendam dengan Violet. Gadis itu akan menyesal karena telah selingkuh di belakang ku.”  Eugene menyungging senyum mematikan bagai bisa ular.

***

“Lepasin Yuna!” Ayuna memberontak dalam gendongan Eugene. Pria itu terpaksa membawa gadis tersebut dengan cara kasar. Tangan kekar Eugene kewalahan karena tubuh Ayuna yang sangat berenergi.  Begitu banyak latihan yang ia jalani ketika masuk dunia kepolisian. Tapi bagi Eugene, membawa Ayuna ke rumah orang tuannya paling sulit.

Gadis itu tak lelah memberontak dan menjerit, hingga Eugene bingung bagaimana menenangkan gadis kecil tersebut.

“Yuna tahu, pasti Loe ni Om-om mesum kan?”

Semua mata memandang ke arah Eugene,  membuatnya malu. Karena lelaki itu tak bergeming, membuat Ayuna  pasrah, namun ia akan kabur saat pria aneh yang menggendong nya lengah. Mereka sampai di depan mobil Lamborgini. Eugene melempar Ayuna ke dalam mobil. Menyadari dirinya sudah terlepas dari  tangan lelaki mesum itu. Ayuna memberi ancang-ancang untuk keluar. Melihat Om mesum yang menggendongnya lengah. Ayuna buru-buru keluar dari mobil. Gadis itu berlari secepat kilat. Namun, langkah panjang mengejarnya dari belakang dengan sangat cepat dan menangkap tubuh mungil Ayuna.

“Dia ini orang apa roadrunner!”

[Roadrunner adalah jenis burung yang merupakan pelari tercepat dalam kartun.]

 Eugene menggendong tubuh Ayuna dari belakang dengan  susah payah. Walaupun terlihat kecil tapi badannya cukup berisi dan padat.

“Lepasin Yuna Om, beneran deh. Nanti Yuna beliin permen banyak buat Om.” Eugene tak bergeming. Ia malah mengambil benda yang di miliki semua polisi.

“Loh mau di apa in tangan Yuna?” Eugene memborgol satu tangan  Ayuna dan yang satunya di borgol pada bagian  mobil.  Otomatis Ayuna tak bisa bergerak  karena tangannya di borgol.

 Eugene mengelap dahinya yang berkeringat. Belum menikah saja sudah berbuat ulah seperti ini, apalagi sudah menikah. Pasti hidup Eugene berasa dalam neraka.

Eugene berlari menuju kursi kemudi. Membuka pintu mobil lalu masuk ke dalam. Memutar kunci dan menancap gas mobil mahal tersebut. Mobil mahal itu bergerak  meninggalkan pelataran Mall.

“Om, Yuna salah apa sih? Atau jangan-jangan Om pembunuh bayaran ya? Terus mau bunuh Yuna,” tebak Yuna membuat Eugene menggeleng-geleng kepala.

“Ah Yuna tahu, Om surutnya Bu Eda. Mata-matain Yuna kan? Jujur aja Om, Yuna enggak bakal marah.”

“You can not stop?” Menoleh ke arah Ayuna. Gadis itu menunjukkan gigi geriginya.

“Om bisa enggak pakai bahasa manusia, Yuna enggak ngerti tadi artinya apa?” Telapak tangan Eugene memukul dahi dengan kasar. Pusing dengan gadis di sampingnya yang begitu labil. Lelaki itu geleng-geleng kepala.

Eugene fokus mengemudi.  Ayuna mendadak diam membuat Eugene lega. Ia bisa menenangkan pikiran. Ada suara teriak-teriak yang mengganggu yang sangat bising. Eugene mengintip dari balik spion. Dua orang siswi dengan seragam mirip Ayuna, membuntuti mobil Eugene sambil berteriak-teriak dan mengangkat bendera warna putih. Membuat mata amber itu sempurna mendelik.

“Turunkan teman kami, atau mobil Anda akan saya bakar. Berikan Yuna pada kami!” teriak Toby dan Wanda.

Eugene memukul-mukul mengacak-ngacak rambut. Lelaki itu sangat pusing berhadapan dengan remaja-remaja zaman sekarang . Dia di sini seperti tersangka penculikan. Biasanya Eugene mengejar penjahat, sekarang ia malah di kejar. Itu pun oleh murid-murid sekolah. Eugene mengeram marah.

“Kenapa Om?”

“Itu temen mu!”

Ayuna menoleh ke belakang, ia melihat teman-temannya berapi-api sambil mengibarkan bendera putih. “Sistalove, aku sayang kalian,” runtuk Ayuna senang. “Makanya Om, jangan nyari masalah sama Ayuna. Pasukan Ayuna beraksi.”

“Saya enggak nyari masalah,  saya hanya ingin membawa kamu ke orang tua saya.”

“Hah! Mau bawa Yuna ke orang tua Om. Duh jangan-jangan, Yuna mau di jadiin baby sister buat kakek-kakek. Jujur Om, Yuna enggak bisa merawat kakek-kakek . Mending Yuna ngerawat  Om deh.” Eugene menoleh menatap Ayuna dengan tatapan horor.

“Jangan liet gitu dong Om, nanti naksir.” Eugene melempar wajah ke depan. Dan fokus menancap gas. Lelaki itu menambah kecepatan agar bisa menghindar dari teman-teman Ayuna yang semakin mendekat.

60 menit berlalu, Mobil Lamborgini sudah sampai di depan mansion bergaya barat dengan air mancur berada tepat di depan pintu utama. Hersya sekilas takjub. Karena mansion  tersebut lebih bagus dan mewah dari pada tempat tinggalnya. Tiba-tiba sebuah motor matic berhenti di samping mobil Eugene.

Wanda turun dari motor, dan menghampiri Mobil Eugene. Mengetuk-ngetuk kaca mobil sangat keras. “Hai, mau di bawa ke mana teman ku?”

Eugene mendorong pintu mobil, lelaki itu mengeluarkan kaki lebih dulu dan berdiri tegap.

Dua siswa itu berdiri di depan Eugene, “ Saya jelaskan sekali lagi, saya tidak akan melakukan hal yang macam-macam pada teman kalian. Ini rumah orang tua saya, jika kalian enggak percaya, kalian bisa tunggu di sini.”

Toby dan Wanda saling melempar pandang satu sama lain, lalu melirik Sang Sahabat yang mengangguk dari balik mobil. “Tapi, kenapa kau memborgol Yuna?”

“Temanmu itu selalu mau kabur dari saya, dan saya memborgolnya agar tak kabur.” Toby dan Wanda pun mengangguk. Akhirnya mereka berdua mengizinkan Eugene membawa Ayuna ke dalam. Eugene berlari ke pintu samping. Lalu membukakan borgol Ayuna dan menyuruh gadis itu mengikutinya dari belakang.

Pintu besar itu terbuka, Ayuna mengikuti Eugene dari belakang. Lelaki itu berjalan sangat cepat, mansion itu sangat luas seperti lapangan sepak bola. Membuat Ayuna cakep melangkah, “Ini masih jauh Om. Yuna capek..”

“Enggak.”

Suara derup jantung Ayuna terpompa sangat cepat. Setiap langkah sangat berat. Gadis itu bertanya tanya kenapa dia di panggil pria kaya tersebut. Ada perasaan takut menjalar. Ayuna menarik nafas satu tarikan, bersama dengan menelan ludah kasar. Saat Ayuna berada di depan pintu .


Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status