Share

KENALAN SAMA PACARNYA

Mataku membulat karena spekulasi yang ku ciptakan sendiri. Namun segera kutepis jauh-jauh pikiran itu. Masa iya Bude atau Bu Arini enggak bilang kalau dia bisu?

Karena suasana terus hening, aku juga mau melihat ponselku, biar nggak garing. Tapi ini kan hari pertama aku bekerja. Aku tidak mau memberikan kesan yang buruk karena sibuk dengan ponsel.

Daripada garing sendiri, lebih baik aku mencoba ngobrol sama Pak Darmo.

"Tempatnya jauh ya, Pak?" tanyaku basa-basi.

"Nggak kok Mbak, lima belas menit lagi juga sampai."

"Lha kok mesti berangkat pagi Pak? Memang sudah ada yang buka?" Aku penasaran.

"Memang buka sejak pagi, Mbak. Banyaknya yang main golf pagi, biar nggak panas."

"Ooo ...." Aku menggangguk. Padahal, aku kepinginnya Mas Kenzi menjawab apa gitu, biar enggak garing. Tapi dia bergeming dan tetap mengutak-atik ponselnya.

"Ternyata kamu bawel juga, ya!" Tiba-tiba saja dia bersuara.

Ish, syukurlah ... ternyata dia bisa bicara.

Tapi apa yang dia bilang? Aku bawel?

Kenapa kalimat pertama yang keluar dari mulutnya begitu?

"Maaf Mas Kenzi, kata Bu Arini saya memang harus bawel. Saya kan susternya Mas Kenzi."

"Mami ada-ada aja ya, Pak!" cetusnya pada Pak Darmo sambil geleng-geleng kepala.

"Itu bentuk perhatian Ibu Arini, Mas!" sahut Pak Darmo sambil tertawa kecil.

Tampaknya, Mas Kenzi ini orang baik. Sama seperti Bu Arini. Terbukti, seperti tidak ada jarak saat dia berbicara dengan Pak Darmo.

***

Begitu mobil tiba di klub golf, sebelum turun, Mas Kenzi memintaku untuk ikut bersamanya. Sedangkan Pak Darmo, diminta menunggu kami di mobil.

Ini kali pertamaku masuk ke klub golf. Tidak ada yang bisa aku lakukan, kecuali mengekor Mas Kenzi. Takut hilang!

"Kamu ikut saya ke lapangan!" titahnya tanpa menoleh sedikitpun. 

Mulai sekarang, aku harus peka. Mana tahu dia tiba-tiba bicara seperti tadi.

"I—iya Mas."

Saat dia berganti pakaian di loker, aku menunggunya untuk beberapa saat. Kalau aku jadi Mas Kenzi, aku milih pakai pakaian golf dari rumah. Biar praktis!

Setelah itu kami berjalan menuju mobil kecil yang akan membawa kami ke lapangan.

Sementara seorang pramu golf wanita bernama Nina, sudah siap berdiri di belakang mobil.

Begitu tiba di lapangan, mataku meluas menikmati pemandangan di sini. Jadi begini ya lapangan golf itu? Aku nggak bisa bayangin, bisa jadi berapa kamar ini kalau dibikin kontrakan?

Kata Nina, hari ini lapangan tidak terlalu ramai. Tapi karena masih pagi, ada satu flight yang ada di depan kami.

Saat tengah menunggu giliran, aku mencoba mencairkan suasana.

"Mas Kenzi, kenapa cuma main sendiri?"

Karena aku melihat pemain lain yang bermain dengan teman-temannya. Sementara dia hanya sendiri. 

"Iya, saya hanya ingin latihan untuk menghadapi turnamen besok."

Aku hanya mengangguk saja. Masalah turnamen yang dia terangkan, embuhlah! Yang penting aku sudah manggut-manggut.

Duduk di mobil kecil bersama Mas ganteng yang mirip aktor Korea, bikin aku berdebar terus. Makanya, aku berusaha menutupinya dengan bertanya apa saja.

Mana wanginya kebangetan! Aku yakin, pasti parfum yang dia pakai nggak ada di indoagustus!

Aku juga terheran-heran sama Mas Kenzi ini. Main sendiri, bangun pagi-pagi, bikin sibuk orang serumah. Ya ampun ... horang kaya ribetnya setengah mati!

Baru saja aku hendak bertanya lagi, ponsel Mas Kenzi berdering.

"Ya sayang!" ucapnya terdengar manis. Itu pasti dari pacarnya! Uluh-uluh ... 

"..."

"Aku golf sendiri!"

"..."

"Cemburu? Aku ajak suster yang kemarin aku bilang."

"..."

"Video call? tunggu sebentar!" 

Mas Kenzi menutup speaker handphone dan mengatakan kalau pacarnya ingin video call denganku.

Ish, kenapa harus video call?

"Dis, pacar saya mau lihat kamu. Namanya Alsha. Ini!"

Mas Kenzi lalu mengarahkan layar ponselnya ke wajahku. Di sana, aku melihat seorang wanita yang terlihat sangat cantik, meski tidak melihatnya secara keseluruhan. 

Rambutnya yang berwarna kecoklatan, tampak panjang tergerai selaras dengan wajahnya yang menawan.

Yah, nggak ada harapan ini mah, pacarnya cantik begitu! Aku aja sebagai wanita nggak bosan lihatnya!

Aduh Disty, kamu mikir apa lagian! 

"Mbak, jadi kamu susternya Kenzi?" tanyanya di seberang sana. Kelihatan banget basa-basinya.

"I—iya." Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku. Melihat wajah pacar Mas Kenzi membuatku serba salah.

Tapi sepertinya, Mas Kenzi menyadari semuanya.

"Biasa aja, Mbak. Pacarku ini enggak gigit, iya kan, sayang?"

What? Apa dia bilang? Mbak? Perasaan dari tadi nggak manggil Mbak, giliran ada pacarnya aja, bisa berubah begitu!

"Mbak, jagain pacar aku ya. Jangan sampai lupa makan, apalagi lupa sama aku!" pesannya di seberang sana.

"Iya."

 Heeuh 

Setelah mereka kembali bicara, Mas Kenzi  menyudahi sambungan video karena harus mulai permainan.

Aku pun memerhatikan caranya bermain dan  memegang stik golf. Keren banget Mas Kenzi, dia kelihatan tambah ganteng! Duh, sayang pacar orang!

Baru beberapa hole yang dia mainkan, aku udah capek lihatnya. Padahal, sejak tadi aku hanya diam di car, ngobrol sama Nina. Tanya-tanya tentang permainan golf. Setidaknya, walaupun tidak ada kesempatan bermain, aku bisa paham istilah dalam permainan ini.

Sedangkan bayi besarku itu, dia lebih sering jalan di lapangan. Kakinya terbuat dari besi kayaknya, nggak ada capek-capeknya!

"Nin, Pak Kenzi sering main disini?" tanyaku kepo saat sedang berdua bersama Nina, sementara Mas Kenzi sedang ke toilet. Nina ini ternyata seumuran sama aku, jadi kami tidak merasa canggung satu sama lain.

"Sebulan sekali dia pasti main Mbak. Tapi biasanya sama teman-temannya, atau sama pacarnya ...."

"Oooh, begitu ... Terus, Pak Kenzi pernah marah nggak? Atau berbuat nggak sopan gitu?" Aku semakin kepo. Tapi Nina malah diam saja dan tidak menjawab pertanyaanku.

"Kamu itu kalau mau kepo bisa sama saya, nggak usah tanya Nina!" Tiba-tiba terdengar suara Mas Kenzi dari arah belakang.

Duh!

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status