Beranda / Romansa / BABY SITTER MAS GANTENG / KENALAN SAMA PACARNYA

Share

KENALAN SAMA PACARNYA

Penulis: Mommy Alkai
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-06 05:36:16

Mataku membulat karena spekulasi yang ku ciptakan sendiri. Namun segera kutepis jauh-jauh pikiran itu. Masa iya Bude atau Bu Arini enggak bilang kalau dia bisu?

Karena suasana terus hening, aku juga mau melihat ponselku, biar nggak garing. Tapi ini kan hari pertama aku bekerja. Aku tidak mau memberikan kesan yang buruk karena sibuk dengan ponsel.

Daripada garing sendiri, lebih baik aku mencoba ngobrol sama Pak Darmo.

"Tempatnya jauh ya, Pak?" tanyaku basa-basi.

"Nggak kok Mbak, lima belas menit lagi juga sampai."

"Lha kok mesti berangkat pagi Pak? Memang sudah ada yang buka?" Aku penasaran.

"Memang buka sejak pagi, Mbak. Banyaknya yang main golf pagi, biar nggak panas."

"Ooo ...." Aku menggangguk. Padahal, aku kepinginnya Mas Kenzi menjawab apa gitu, biar enggak garing. Tapi dia bergeming dan tetap mengutak-atik ponselnya.

"Ternyata kamu bawel juga, ya!" Tiba-tiba saja dia bersuara.

Ish, syukurlah ... ternyata dia bisa bicara.

Tapi apa yang dia bilang? Aku bawel?

Kenapa kalimat pertama yang keluar dari mulutnya begitu?

"Maaf Mas Kenzi, kata Bu Arini saya memang harus bawel. Saya kan susternya Mas Kenzi."

"Mami ada-ada aja ya, Pak!" cetusnya pada Pak Darmo sambil geleng-geleng kepala.

"Itu bentuk perhatian Ibu Arini, Mas!" sahut Pak Darmo sambil tertawa kecil.

Tampaknya, Mas Kenzi ini orang baik. Sama seperti Bu Arini. Terbukti, seperti tidak ada jarak saat dia berbicara dengan Pak Darmo.

***

Begitu mobil tiba di klub golf, sebelum turun, Mas Kenzi memintaku untuk ikut bersamanya. Sedangkan Pak Darmo, diminta menunggu kami di mobil.

Ini kali pertamaku masuk ke klub golf. Tidak ada yang bisa aku lakukan, kecuali mengekor Mas Kenzi. Takut hilang!

"Kamu ikut saya ke lapangan!" titahnya tanpa menoleh sedikitpun. 

Mulai sekarang, aku harus peka. Mana tahu dia tiba-tiba bicara seperti tadi.

"I—iya Mas."

Saat dia berganti pakaian di loker, aku menunggunya untuk beberapa saat. Kalau aku jadi Mas Kenzi, aku milih pakai pakaian golf dari rumah. Biar praktis!

Setelah itu kami berjalan menuju mobil kecil yang akan membawa kami ke lapangan.

Sementara seorang pramu golf wanita bernama Nina, sudah siap berdiri di belakang mobil.

Begitu tiba di lapangan, mataku meluas menikmati pemandangan di sini. Jadi begini ya lapangan golf itu? Aku nggak bisa bayangin, bisa jadi berapa kamar ini kalau dibikin kontrakan?

Kata Nina, hari ini lapangan tidak terlalu ramai. Tapi karena masih pagi, ada satu flight yang ada di depan kami.

Saat tengah menunggu giliran, aku mencoba mencairkan suasana.

"Mas Kenzi, kenapa cuma main sendiri?"

Karena aku melihat pemain lain yang bermain dengan teman-temannya. Sementara dia hanya sendiri. 

"Iya, saya hanya ingin latihan untuk menghadapi turnamen besok."

Aku hanya mengangguk saja. Masalah turnamen yang dia terangkan, embuhlah! Yang penting aku sudah manggut-manggut.

Duduk di mobil kecil bersama Mas ganteng yang mirip aktor Korea, bikin aku berdebar terus. Makanya, aku berusaha menutupinya dengan bertanya apa saja.

Mana wanginya kebangetan! Aku yakin, pasti parfum yang dia pakai nggak ada di indoagustus!

Aku juga terheran-heran sama Mas Kenzi ini. Main sendiri, bangun pagi-pagi, bikin sibuk orang serumah. Ya ampun ... horang kaya ribetnya setengah mati!

Baru saja aku hendak bertanya lagi, ponsel Mas Kenzi berdering.

"Ya sayang!" ucapnya terdengar manis. Itu pasti dari pacarnya! Uluh-uluh ... 

"..."

"Aku golf sendiri!"

"..."

"Cemburu? Aku ajak suster yang kemarin aku bilang."

"..."

"Video call? tunggu sebentar!" 

Mas Kenzi menutup speaker handphone dan mengatakan kalau pacarnya ingin video call denganku.

Ish, kenapa harus video call?

"Dis, pacar saya mau lihat kamu. Namanya Alsha. Ini!"

Mas Kenzi lalu mengarahkan layar ponselnya ke wajahku. Di sana, aku melihat seorang wanita yang terlihat sangat cantik, meski tidak melihatnya secara keseluruhan. 

Rambutnya yang berwarna kecoklatan, tampak panjang tergerai selaras dengan wajahnya yang menawan.

Yah, nggak ada harapan ini mah, pacarnya cantik begitu! Aku aja sebagai wanita nggak bosan lihatnya!

Aduh Disty, kamu mikir apa lagian! 

"Mbak, jadi kamu susternya Kenzi?" tanyanya di seberang sana. Kelihatan banget basa-basinya.

"I—iya." Hanya itu yang bisa keluar dari mulutku. Melihat wajah pacar Mas Kenzi membuatku serba salah.

Tapi sepertinya, Mas Kenzi menyadari semuanya.

"Biasa aja, Mbak. Pacarku ini enggak gigit, iya kan, sayang?"

What? Apa dia bilang? Mbak? Perasaan dari tadi nggak manggil Mbak, giliran ada pacarnya aja, bisa berubah begitu!

"Mbak, jagain pacar aku ya. Jangan sampai lupa makan, apalagi lupa sama aku!" pesannya di seberang sana.

"Iya."

 Heeuh 

Setelah mereka kembali bicara, Mas Kenzi  menyudahi sambungan video karena harus mulai permainan.

Aku pun memerhatikan caranya bermain dan  memegang stik golf. Keren banget Mas Kenzi, dia kelihatan tambah ganteng! Duh, sayang pacar orang!

Baru beberapa hole yang dia mainkan, aku udah capek lihatnya. Padahal, sejak tadi aku hanya diam di car, ngobrol sama Nina. Tanya-tanya tentang permainan golf. Setidaknya, walaupun tidak ada kesempatan bermain, aku bisa paham istilah dalam permainan ini.

Sedangkan bayi besarku itu, dia lebih sering jalan di lapangan. Kakinya terbuat dari besi kayaknya, nggak ada capek-capeknya!

"Nin, Pak Kenzi sering main disini?" tanyaku kepo saat sedang berdua bersama Nina, sementara Mas Kenzi sedang ke toilet. Nina ini ternyata seumuran sama aku, jadi kami tidak merasa canggung satu sama lain.

"Sebulan sekali dia pasti main Mbak. Tapi biasanya sama teman-temannya, atau sama pacarnya ...."

"Oooh, begitu ... Terus, Pak Kenzi pernah marah nggak? Atau berbuat nggak sopan gitu?" Aku semakin kepo. Tapi Nina malah diam saja dan tidak menjawab pertanyaanku.

"Kamu itu kalau mau kepo bisa sama saya, nggak usah tanya Nina!" Tiba-tiba terdengar suara Mas Kenzi dari arah belakang.

Duh!

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • BABY SITTER MAS GANTENG   SIKAP ADI

    Setelah menyalami mereka, aku dan Mas Kenzi langsung kembali ke rumah. Berganti pakaian, lalu mengajak Ibu, Deni dan Dinda jalan-jalan ke Mall.Raut bahagia terpancar dari ketiganya. Apalagi, Mas Kenzi terus menuruti kemauan mereka. Membeli mainan dan perlengkapan sekolah. Juga ponsel baru untuk ketiganya.Rasa bahagia dan sangat bersyukur. Bukan karena materi yang didapatkan, tapi perhatian Mas Kenzi dan Bu Arini.Setelah kepergian Bapak, kami harus terpuruk dan hidup prihatin karena ternyata meninggalkan hutang yang begitu besar. Di tengah keadaan yang menyedihkan, Jaka malah meninggalkan aku untuk menikah dengan wanita lain. Dan kini, melihat Mas Kenzi berada di sini dengan segala kelebihan yang dimilikinya, aku sangat bersyukur."Kapan-kapan, aku sama Dinda boleh ikut ke Jakarta ya, Kak?" celoteh Deni membuyarkan lamunanku."Tentu. Liburan sekolah nanti, jangan lupa ingatkan Mas, untuk jemput kalian, oke?"Dinda dan Deni mengangguk kegirangan.Puas berjalan-jalan, kami kembali seb

  • BABY SITTER MAS GANTENG   AJAK KONDANGAN

    "Kalau begitu kenapa nggak pasang AC aja sekalian di rumah kamu?" tanyanya santai sambil berjalan menuju mobil. Segera kutarik tangannya karena dia salah paham."Eh, bukan begitu maksud saya!"Mas Kenzi berhenti sejenak, dia menatapku, lalu berujar."Nggak usah dipikirin. Pokoknya kita kembali ke Semarang sekarang!"Kalau sudah begini, bagaimana cara aku bisa mencegahnya lagi? Dia terus bersikeras memenuhi keinginannya sendiri.Begitu tiba di Semarang, mataku terbelalak melihat perubahan yang begitu kentara pada rumahku. Cat berwarna kuning gading cerah dan sedang dalam proses memasang pagar. Masuk ke dalam rumah, aku semakin terkejut saat mendapati barang-barang di seluruh ruangan sudah berganti dengan furniture baru, bahkan sudah terpasang AC di setiap kamar. "Ini semua untuk apa?" tanyaku pada Mas Kenzi yang langsung diserbu oleh kedua adikku."Saya nggak tahu, mungkin ini kiriman dari Mami?"Kalau melihat wajah Mas Kenzi, sepertinya dia memang tidak tahu apa-apa. Tapi Bu Arini?

  • BABY SITTER MAS GANTENG   TERIMA LAMARAN

    Berjalan sebentar di sepanjang Malioboro, Mas Kenzi lalu mengajakku makan angkringan di dekat stasiun Tugu. Menurutnya, nasi kucing di sini terkenal enak.Benar saja, begitu kami tiba di sana, tempat makan lesehan itu sudah ramai pengunjung. Membuatku harus duduk berdekatan dengan Mas Kenzi.Sambil menikmati makanan, sesekali aku melirik lelaki tampan di sampingku ini.Benarkah dia dijodohkan sama aku?Kenapa aku masih ragu dan merasa kalau ini seperti mimpi yang tidak akan pernah berubah nyata?Apa Mas Kenzi terpaksa menerima perjodohan ini, atau memang benar-benar menyukaiku?Entahlah ... semakin banyak pertanyaan yang berputar di kepalaku, semakin pusing juga memikirkannya. Sebagai orang kampung, aku masih nggak yakin bisa mendapatkan keluarga kaya seperti mereka."Makan, jangan lihatin saya terus!" seru Mas Kenzi yang menyadari aktivitasku. Orang-orang yang ada di hadapan kami pun langsung melirik ke arahku. Mereka pasti bisa melihat, kalau wajahku memerah menahan malu.Setelah me

  • BABY SITTER MAS GANTENG   AJAKAN NIKAH

    "Saya baru tahu, saat berada di rumah Mbak Kanaya, secara tidak sengaja, saya dengar obrolan mereka tentang pendapatnya mengenai kamu ketika saya sedang ke toilet," jelas Mas Kenzi tenang. Tidak seperti aku yang gemetar, setiap kali mendengar kalimat yang meluncur dari bibirnya."Tapi Mbak Alsha?"Raut wajah Mas Kenzi tiba-tiba saja berubah. Dia seperti sedang menyembunyikan sesuatu."Saya sudah putuskan mengakhiri hubungan sama dia kemarin. Setelah saya sadar, kalau ucapan Mami benar, saya memang hanya membutuhkan kamu untuk terus berada di samping saya. Bukan Alsha, atau siapapun."Jadi Mas Kenzi sudah mengakhiri hubungan dengan Mbak Alsha? Aku paham sekarang, kenapa tatapan Mbak Tania kemarin bisa menyeramkan seperti itu."Apa Bude dan Ibu tahu tentang perjodohan ini?" Aku masih terus saja penasaran."Kamu ini terlalu naif, Disty. Jelas mereka tahu. Papi itu mengenal Bapak kamu karena Bi Ning. Bahkan mereka berdua sempat menjalankan bisnis bersama dan Papi berinvestasi di sana."Ak

  • BABY SITTER MAS GANTENG   PERNYATAAN MENGEJUTKAN

    Jogja pagi ini terasa menyejukkan dengan kabut tipis yang menyelimuti, saat aku memandangnya dari jendela kamar hotel. Suasana sepanjang Malioboro terlihat dari atas hotel bintang lima ini.Aku baru saja selesai mandi dan menunggu perintah Mas Kenzi untuk turun ke bawah. Namun, pesan masuk darinya, malah membuatku berpikir ulang.[Kamu tunggu di hotel saja, saya hanya sampai jam 3 sore. Sarapan dan makan siang di kamar saja, oke? Kamu sudah ngerti 'kan cara pesannya? Jangan kemana-mana, saya nggak mau kamu nyasar!] Begitu tulisnya dalam pesan.Aku menatap layar ponsel sambil terus berpikir. Kalau Mas Kenzi pergi sendiri, kenapa harus mengajak aku ke sini? Kenapa dia tidak menjemputku sekembalinya dari Jogja saja? Berbagai pertanyaan terus berputar-putar di kepalaku. Seolah menunjukkan bahwa ada sesuatu yang janggal di sini. Tapi, buru-buru kutepis semua perasaan itu. Namanya juga hanya bekerja. Aku bisa apa selain menerimanya?Malam harinya, Mas Kenzi memintaku ke luar dari kamar hot

  • BABY SITTER MAS GANTENG   KEDATANGAN MAS KENZI

    Aku terperanjat begitu melihat Mas Kenzi sudah berdiri di ambang pintu. Di sampingnya, ada Pak Darmo yang ikut menemani."Silahkan masuk. Begini adanya rumah saya Mas Kenzi, Pak Darmo ...," kataku sambil menunduk. Malu rasanya menyambut kedatangan mereka, saat aku masih mengenakkan celana selutut dan kaos butut favoritku jika berada di rumah.Benar saja, Mas Kenzi menatapku penuh kasihan. Apa dengan penampilan begini aku terlihat menyedihkan? Padahal ... ini adalah kostum ternyaman yang tidak mungkin aku gunakan saat berada di rumah Bu Arini."Ibu buatkan minum dulu ya. Pasti capek jauh-jauh dari Jakarta," kata Ibu sambil berlalu.Tadinya aku ingin menahan Ibu. Saat aku mengingat, kalau di dalam mobil Mas Kenzi, sudah tersedia berbagai makanan dan minuman. Apa dia akan mau kalau disuguhi segelas teh manis yang biasa disajikan kalau kami kedatangan tamu?Begitu Ibu pergi, Pak Darmo ikutan keluar. Mau cari angin, katanya. Ada-ada saja dia, angin dicari, giliran masuk angin nanti susah-s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status