Share

BABY SITTER MAS GANTENG
BABY SITTER MAS GANTENG
Penulis: Mommy Alkai

TAWARAN KERJA

"Kamu kesini besok Nduk, gaji sepuluh juta perbulan itu besar lho! Apalagi, Bu Arini bersedia membayar di awal untuk melunasi hutang almarhum Bapakmu!" bujuk Bude Ning di ujung telepon.

Dia adalah kakak ibukku satu-satunya. Bude sudah lama bekerja di Jakarta, sudah lebih dari sepuluh tahun. Dan aku memang sempat mengatakan padanya kalau aku berencana menjadi TKI untuk melunasi hutang almarhum Bapak.

"Ya sudah Bude, besok Disty kesana ya. Mungkin sampainya sore, karena belum ada persiapan apa-apa," sahutku cepat.

"Tak tunggu lho, Dis!"

"Nggih Bude!"

***

Keesokan harinya saat hari menjelang malam, aku baru sampai di komplek perumahan mewah dan diantar oleh security setempat untuk sampai di rumah milik Bu Arini.

"Assalamualaikum Bude, aku sudah sampai di sini. Keluarlah Bude!" panggilku melalui sambungan telepon.

"Waalaikumusalam, masuk aja lho, Dis! Ada satpam di situ. Sek Bude telepon!"

Ya ampun, Bude mau nyuruh satpam aja telepon dulu. Enggak bisa langsung nyamperin aku aja apa ya?

"Mbak Disty?" tanya seorang lelaki tampan yang mengenakan pakaian security.

Ini satpam? Kenapa dah bisa ganteng begini? Tatapan mataku bahkan tidak berpaling sedikitpun.

"I—iya."

"Masuk Mbak, jangan terpesona begitu ah!"

Glekkk! Pede juga nih orang!

"Dih, jangan geer Mas Prapto!" sahutku cepat untuk menutupi rasa malu.

"Udah ngelak, sok tau pula. Nama saya bukan Prapto Mbak, tapi Adi!" protesnya dengan wajah ngeselin.

"Lha itu name tag kamu?"

"Saya baru kerja di sini, gantiin Bapak saya. Ini yang saya pakai seragam punya Bapak!"

"Ooo ...."

"Ya udah Mbak, ayo saya antar. Sudah ditunggu sama Bu Arini di dalam tuh!"

***

"Namanya Kenzi Wira Yudha. Dia bungsu dari delapan bersaudara, anak saya bersama Almarhum Bapak Wira Yudha.

Kenzi berusia dua puluh lima tahun. Anak lelaki satu-satunya di keluarga ini. Sedangkan ketujuh kakak perempuannya, sudah menikah dan memiliki kehidupan masing-masing," jelas Bu Arini detail.

Aku terbelalak mendengar penjelasan wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu. Bahkan, aku sampai mengedipkan kelopak mata. Bukan karena kelilipan, tetapi bingung dengan penjelasan Bu Arini.

Sekitar satu minggu yang lalu, Bude Ning, kakak dari Ibu, menghubungiku dan menawarkan pekerjaan sebagai baby sitter untuk anak majikannya. Dan setelah berunding, kemarin aku memutuskan untuk menerima tawaran dari ini. Tapi, kenapa dia tidak bilang kalau aku harus mengasuh orang dewasa?

Saat pertama kali Bude menawarkan pekerjaan ini aku sempat curiga, kenapa mereka tidak mengambilnya dari yayasan saja?

Namun, Bude terus meyakinkan aku. Kata dia majikannya hanya percaya sama Bude. Terlebih, dia juga bilang bahwa keluargaku sedang membutuhkan uang.

Ya, aku memang sedang membutuhkan uang untuk melunasi hutang almarhum Bapak. Dan aku sempat menceritakan semuanya pada Bude untuk mencari solusinya. Kata Bude, Bu Arini bersedia membayarkan hutang dengan gajiku selama lima bulan kedepan.

Hutang Bapak jumlahnya empat puluh juta. Tetapi Bu Arini bersedia membayar lima puluh juta di awal. Sisanya bisa untuk pegangan Ibuku katanya.

Coba, siapa yang bisa menolak mempunyai majikan pengertian begitu?

Apalagi menurut Bude, aku hanya mengurus seorang bayi. Di kampung sudah sering aku mengurus cucunya Bude Ning. Sudah terlatih.

Tapi kenapa yang harus ku asuh ternyata lelaki berumur dua puluh lima tahun?

Saat aku masih kebingungan, Bu Arini kembali menjelaskan, katanya, Tuan Kenzi ini dulu sangat dimanja oleh kakak-kakaknya. Sampai kakak perempuan terkhirnya, Ayumi menikah bulan lalu, Bu Arini merasa, kini Tuan Kenzi merasa perlu perhatian lebih. Pasalnya, Tuan Kenzi sering menyendiri hingga lupa segalanya.

"Maaf Bu, jadi apa yang harus saya lakukan?" tanyaku kebingungan. Bagaimana tidak bingung kalau yang diasuh lebih tua dariku begitu?

"Lakukan yang seharusnya kamu lakukan, Disty!"

Lha si Ibu!

"Kamu ikuti Kenzi kemana pun dia pergi. Ingatkan makannya, minum suplemen. Bahkan, akhir-akhir ini, tidak jarang dia sering lupa minum!"

Aku kembali terhenyak. Hah? Lupa minum? Dasar horang kaya, masih untung enggak lupa nafas, bisa repot kan, urusannya!

Kulirik bingkai foto keluarga yang terpampang besar disana. Satu-satunya anak lelaki yang ada di foto itu pasti Tuan Kenzi! Ganteng juga sih, mirip Cha Eun Wo! tapi ... kenapa dia masih perlu pengasuhan? Aku terus berbicara sendiri di dalam hati.

"Maaf Bu, tapi Tuan Kenzi ini aktivitasnya apa? Maksud saya, kemana saya harus mengikuti dia setiap harinya?"

"Enggak usah panggil tuan, saya risih dengernya. Kamu bisa panggil dia Mas Kenzi, seperti kami semua di sini ...," pinta Bu Arini.

Kesan yang aku dapat, Bu Arini dan keluarganya pasti orang baik. Terbukti mereka tidak gila hormat. Padahal kalau melihat rumahnya yang megah ini, ditambah jejeran mobil mewah di garasi rumahnya, sudah pasti mereka bukan orang sembarangan.

"Kenzi sedang belajar mengelola salah satu perusahaan milik Almarhum Papinya, Dis. Yang saya mau, kamu memantau dia sampai ke dalam kantor!"

Hah? Ada gitu orang kerja masih dilayani suster? Bukankah ada sekretaris? atau asisten pribadi? Emang dia enggak malu apa kalau kemana-mana harus aku buntuti?

"Kamu pasti bingung ya, Dis?" tanya Bu Arini, seolah tahu pertanyaan yang berputar di kepalaku. "Di kantor, ada sekretaris bernama Tania. Tapi saya kurang yakin. Dia hanya memantau Kenzi di kantor saja, setelah itu Ken akan berkeliaran seorang diri. Sementara saya sibuk."

Duh Bu, Mas Kenzi itu sudah besar. Kenapa juga kalau dia berkeliaran sendiri?

"Maaf Bu, kalau saya lancang. Tapi apa Mas Kenzi punya pacar?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status