Share

00.03

•Bad Antagonist

-Memulai Sebuah Rencana-

25 Juli 2k21

"Training dulu nge-gosthing doi. Biar nanti kalau di ghosting balik gak kaget."

-o0o-

BRAPTA sedang diambang kekesalan. Beberapa anggota inti dari mereka memandang sinis kapten yang sedang duduk di sudut ruangan bersama seorang gadis. Bahkan ia mengabaikan diskusi penting yang harusnya mereka rundingkan bersama anggota BRAPTA lainnya.

"Lo udah makan?" tanyanya pada gadis yang duduk di sampingnya.

"Sudah," jawabnya tersenyum manis membuat beberapa anggota BRAPTA mulai mendengarnya.

Bukan hal umum jika mereka lebih merestui Dio dengan Kay ketimbang dengan gadis manja seperti Sheila. Mirisnya sangat kapten terlalu bodoh dalam menjatuhkan pilihan hingga rela membuang berlian demi mendoan.

"Lain kali kalau mau ke sini, bilang dulu. Biar gue jemput," tutur Dio menatap ke arah ponselnya.

"Ihhh. Aku kan pengen bikin surprise," protesnya benar-benar membuat Faros mual mendengarnya.

"Masih belum kepastian aja sudah mengumbar kemesraan, kandas aku ngakak," cibirnya kelewat pelan hingga hanya dia dan Anjas yang mendengar.

"Hei, jangan begitu kawan. Biarkan dia bahagia selagi karma masih on the way," bisiknya kemudian terkekeh membayangkan kapten mereka kalang kabut saat karma datang.

"Besok gue jemput, mau?" Anggukan singkat dari Sheila membuat Dio tersenyum. Bukan senyuman manis melainkan senyuman sinis membuat Reyvano yang tak sengaja melihat mengernyit bingung.

Dio dan Sheila dengan tak tahu malunya menebar kemesraan di depan para jomblo. Merek berdua memang dekat tetapi belum memiliki hubungan pasti. Kerap kalisang kapten lebih mementingkan gadis itu daripada anggotanya. Entah terkena pelet atau memang bodoh? Mungkin keduanya adalah hal yang terlintas di benak anggotanya.

Memilih mengabaikan kebucinan sang kapten, beberapa dari mereka memilih kembali pada aktivitasnya masing-masing. Biarlah basecamp malam ini terasa sepi, entah sampai kapan kedamaian ini berakhir. Mungkin sebentar lagi saat mendengar celetukan pemuda asal Bandung itu.

"Hahaahanjir! Saha teh, yang buat novel begini?" celetuk Wardhana. Bibirnya mencebik kesal setelah membaca novel di tangannya.

"Kenapa?" tanya Anjas penasaran.

"Nih baca novelnya," katanya menyerahkan novel bersyukur kucing dan anjing.

"Cat and Dog?" beonya bingung. Ia membuka secara perlahan novel tersebut. Pada prolog ia  tampak bingung, kemudian mencoba ke tengah cerita ia tetap bingung, hingga akhirnya di akhir cerita dan tepat matanya melotot tajam. Raut wajahnya juga menunjukan emosi yang berlebihan membuat Wardhana tak dapat menahan tawanya membuat beberapa anggota yang lain menatap bingung mereka.

"Apaan jancok!" umpatnya melempar kasar novel tersebut ke sembarang arah, "yang bikin sama yang baca sama-sama gila. Mana ada novel dari prolog sampai epilog isinya cuman meow meow sama guk guk guk!" Ia mengatur napasnya secara perlahan setelah mengungkap unek-unek dari buku tersebut.

Faros, Marcus, berserta beberapa anggota lain mengambil novel tersebut kemudian membaca buku itu. Mereka tak habis pikir dengan kalimat yang berada di dalamnya, mirisnya lagi buku ini begitu laris di pasaran.

"BAKAR NOVEL INI SEKARANG!" teriak Anjas mengangkat novel bersampul kuning itu.

"BUANG AYOK BUANG! EMOSI AING!" murka Faros geram.

"MAMPOSIN AJA YANG NULIS. GEDEG SAYA!" timpal Marcus.

"HARAP BERSABAR INI UJIAN!"

"DAHLAH SKIP! TAK TEMBAK MODAR!"

Di ujung ruangan seorang pemuda menatap miris ke arah mereka. Ia mendengus sebal sebelum sebuah gerutuan mewakili perasaannya saat ini.

"Gak kapten, gak anak buah, kelakuannya sama-sama minus akhlak."

-o0o-

Mendung bukan berarti hujan. Mungkin, frasa tersebut benar adanya, contohnya seperti saat ini. Cakrawala begitu gelap lengkap dengan angin malam yang terasa begitu dingin menusuk kulit gadis yang berdiri di balkon kamarnya. Tatapannya jatuh pada pekatnya malam, secangkir kopi tersaji menyembulkan aroma yang menenangkan.

Sejak memasuki kamar, ia sama sekali tak berniat untuk melangkahkan kakinya pergi dari sana seolah tempat ini telah mengurungnya dengan kekuatan magis yang tak dapat ia curi udaranya.

Hufft.

Helaan napas berat terdengar dari bibirnya. Ia terus memikirkan jalannya cerita yang ia tempati saat ini.

"Sampai kapan gue di sini? Akankah ada portal buat gue kembali? Atau pintu ajaib seperti milik Doraemon?"

Ia stress sendiri memikirkan nasib hidupnya, belum lagi kematiannya. Entah apa yang akan ia lakukan jika bertemu dengan dua tokoh utama nantinya. Apalagi di kisahnya kedua tokoh itu berada si satu sekolah yang sama dengannya. Soalnya sang male lead begitu membenci dirinya karena bersekutu dengan Kevin anggita SEKTA yang dengan sukarela menjadi musuh bebuyutan BRAPTA.

Otaknya terus memikirkan poin penting dalam novel yang ia masuki. Fokusnya gagal saat pendengarannya mendengar suara dari lantai dasar yang ia yakini itu teman dari sepupunya, Kevin.

Ia berjalan untuk menghilangkan rasa penasaran, duduk si samping Kevin yang tersenyum ke arahnya. Melihat Fano, Iyok, dan beberapa anggota lainnya sedang berbincang di sofa seberang.

"Anjir! Keselek aku, sek tak ngunjuk, sek," celetuknya tiba-tiba meraih air yang menjadi jamuan di meja kemudian meminumnya setelah membaca basmalah, "bismillah."

"Astagfirulloh," sahut Iyok melihat Fano selesai meminum seteguk air.

Uhhuk!

Hal itu membuat Fano tersedak dan beberapa orang tertawa mendengar ucapan Iyok. Reyvin yang sedang menyuapkan mie ke dalam mulutnya sampai dibuat cengo olehnya.

"Alhamdulillah, goblok. Bukan astagfirullah," ujarnya membenarkan.

Di antara mereka, hanya Iyok yang berkeyakinan non muslim. Beberapa dari mereka juga ada yang menjadi mualaf. Jadi, wajar saja kalau Iyok masih belum mengerti tentang doa yang Fano dan lainnya ucapkan.

Waktu menunjukan pukul sepuluh lewat lima belas menit. Rumah yang tadinya sepi karena dihuni banyaknya pemuda kini menyusahkan empat orang pemuda dengan satu gadis yang tampak mengantuk. Ia bahkan berulang kali menguap, rasanya ingin segera tidur tetapi rasa mager menghampirinya tanpa tending aling-aling.

"Tidur, gih. Besok sekolah 'kan?" bisik Kevin mengusap rambut Kay yang bersandar pada bahunya.

Gadis itu menggeleng pelan, semakin menempelkan tubuhnya pada Kevin. Ia merasa nyaman menghirup aroma tubuh sepupunya itu. Kevin yang diperlakukan seperti itu hanya terkekeh, tangannya terus mengusap rambut Kay. Berharap gadis di sampingnya ini tertidur pulas.

"Kemarin lo di cegat SEKTA, Rey?" tanya Fano setelah menyelesaikan urusannya.

"Hmm." Suara sangat ketua terlalu mahal hingga ia memutuskan untuk berdiam atau sekadar mengangguk.

"Motormu aman 'kan?" tanya Iyo tanpa dosa dengan mulut penuh makanan.

"Matamu!" Dengan kasih sayang Fano menotor kepalanya keras membuat sang empu meringis kesakitan.

"Opo, seh?" jeritnya kesal.

"Ipi, sih?" cibir Fano menatap Iyok kesal.

Reyvin mengalihkan tatapan yang awalnya pada ponsel kini beralih menatap gadis yang tertidur dalam dakwaan Kevin. Ia merasa sedikit aneh dengan sikapnya beberapa hari ini, tepatnya selepas Kay terbangun dari koma. Gadis yang biasanya bersifat annoying kini berubah menjadi gadis cuek.

"Yakin, Kay gak mau pindah sekolah?" tanyanya pada Kevin karena jujur, ia merasa sedikit khawatir pada gadis yang memilih bersekolah di kandang musuh demi mengejar cintanya itu walau nyatanya hanya bertepuk sebelah tangan.

"Ini kemauan dia, kalau mereka berani nyakitin Kay. Gue orang pertama yang bakal maju," tegasnya menatap lurus ke depan.

Reyvin hanya mengangguk memkalumi. Ia merebahkan tubuhnya di ofa panjang rumah Kevin. Memejamkan mata dengan satu tangan menutupi wajah. Bergumam sebuah kalimat sebelum kegelapan menghampirinya begitu singkat.

"Good night, Kay."

-o0o-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status