Share

00.08

•Bad Antagonist

-Perihal Waktu dan Perasaan-

July 2k21

"Menang kalah itu biasa. Hidup terlalu monoton jika semesta selalu memihak kita. Ingat! Poros kehidupan itu bukan kamu saja."

-o0o-

Galaksi sedang cerah malam ini. Cahaya bulan mampu menyinari tempat gelap membuat suasana malam semakin terasa aesthetic, begitulah menurut pendapat absurd Kaylofia Pelita. Ia duduk di atas kap mobil dengan kepala mendongak ke atas. Memperhatikan milyaran bintang. Ia ingin menyatukan bintang tersebut hingga menjadi sebuah rasi. Nyatanya itu tak mungkin terjadi karena hamparan bintang di langit sepertinya enggan menyatu.

Ia memisahkan matanya. Kedua tangannya berada di belakang tubuh. Menikmati malam ini meski suara berisik dengan kendaraan motor saling bersautan tak membuatnya merasa risih.

"Masuk mobil kalau ngantuk," ujar Reyvin menyingkirkan rambut halus yang terkena angin agar tak menutupi aksen cantik wajah gadis itu.

Kay menggeleng. "Gue mau lihat drama baku hantam secara nyata," ujarnya tersenyum manis membuat Reyvin mengernyit bingung.

"Gimana?" tanyanya dengan raut wajah tak mengerti.

Gadis itu hanya menggeleng dengan senyum manis. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri yang mempunyai mulut asal ceplos.

Bego banget, lo Alif, batinnya.

"Lo sudah sehat 'kan? Kelakuan lo aneh beberapa hari ini. Gue takut lo gegar otak," katanya diselingi candaan membuat ia mendapatkan tabokan maut dari Kay.

"Buset Kay! Lo yang sekarang bar-bar, ya?" candanya, "tapi gue suka." Lanjutnya bergumam pelan hingga embusan angin malam membawa suara itu menjauh bersama semesta.

"Btw, Vin. Kalau lo di sini, yang tanding, saha?" tanyanya ia sudah memanjangkan lehernya untuk melihat siapa yang balapan malam ini. Namun, dasarnya ia kurang tinggi usahanya pun sia-sia.

Reyvin menoleh sekilas ke arena. "Sepupu lo sama Dio," ujarnya membuat Kay menoleh dengan mata membulat. Soalnya hal itu terlihat lucu di mata sang ketua.

"Kok Dio, sih?" desahnya malas.

"Trus, lo maunya siapa?" Ia terkekeh, tangannya mengusap lembut gerakan halus di dahi gadis itu.

"Harusnya itu Kevin sama Faros. Nanti yang kalah bakal diledek habis-habisan terus balu hantam. Ish, tujuan gue ke sini, kan, pingin lihat orang gelut," celetuknya yang mampu membuat Reyvin mengerjap bingung.

"Maksud lo, apa?"

Mampus!

Mulutnya memang harus dikunci rapat agar tak keceplosan membocorkan cerita dalam dunia yang ia perankan ini. Belum sempat ia membalas pertanyaan Reyvin keadaan yang awalnya kondusif mulai ricuh. Beberapa pemuda terlihat berlarian ke tempat balapan dimulai. Begitu juga sang ketua SEKTA. Tetapi, sebelum beranjak ia sempat memperingati Kay agar tetap berada di sini.

"Jangan ke mana pun. Ingat!" tegasnya dibalas anggukan patuh oleh Kay. Ia berjalan menuju tempat keributan membuat Kay berdesis sinis.

Lagi pula untuk apa dia melihat hal yang begitu tak penting. Mungkin para berandal itu hanya sedang adu bacot tanpa baku hantam. Suara nyaring yang saling bersautan pun terdengar memekakkan telinga. Ia menggosok telinganya yang terasa pengang akibat mendengar berbagai teriakan juga umpatan.

"WOY JANCOK. AYOK BAKU HANTAM DARIPADA ADU BACOT KAYAK CEWEK!"

"BANGSAT! SAHA YANG LEMBAR KUACI!"

"MATAMU RA DELOK A' AKU IKI MENENG NAK KENE KOK DISAWAT SANDAL. AH, BANGKE!"

"ANJIR AYOK BAKU HANTAM!"

"OH.JADI LO PADA YANG LEMPAR AING PAKAI KUACI! SINI MAJU KITA ADU PANCO!"

Lihatlah. Kay merasa benar-benar malas berada di sini. Ini merek anita baku hantam atau adu bacot, sih? Perasaan yang ia dengar dari tadi suara orang ribut bukan pukul-pukulan.

Sungguh menyesal ia ikut. Eh, tapi kenapa cerinya bisa berubah begini, ya? Aishhh ngelag rasanya otak minimalis Alif disuruh berpikir seperti ini.

"YOK BALIK YOK! BACOT MULU DARI TADI, HERAN GUE!" teriaknya layaknya toa masjid.

Mereka menghentikan aksi mereka sebelum akhirnya memberi peringatan dengan satu bogeman. Para anggota SEKTA lebih memilih mundur dan meninggalkan BRAPA yang terlihat kalah telak.

"Dunia terlalu keras buat pengecut kaya kalian. Fuck!" umpat Kevin menaikan jari tengahnya tinggi-tinggi.

-o0o-

Kay lagi-lagi melakukan teleportasi. Sayangnya ia tak bisa memamerkan ini pada makhluk buatan penulis. Karena mereka akan melupakan hal-hal yang tak tertulis dalam novel.

Gadis itu mendesah sebal saat ia harus beradu dialog dengan dua tokoh utama. Lihatlah ia bahkan terlihat seperti seorang nyamuk yang bernapas tapi tak dianggap.

"Kamu gak diapa-apain 'kan?" tanyanya menatap Kay sinis.

Emang gue minat ama nih human. Hello! Gue masih suka cowok kali. Ia mencibur pertanyaan yang terdengar ambigu di telinga Kay.

"Aku gak papa kok. Tadi aku gak sengaja nabrak Kay sampai bikin baju dia basah." Sheila tersenyum lembut saat melihat raut khawatir pemuda itu.

Dalam hati Kay terus mencibir tentang karakter utama wanita dalam cerita ini. Memang ya pemeran utama wanita itu tergambar seperti angel sedangkan sang antagonis seperti iblis yang tak memiliki sifat meski secuil.

"Jangan kebanyakan alibi! Gue tahu lo sengaja nabrak trus numpahin minuman ke gue 'kan?" Ia bersedih menyorot Sheila dengan mata tajamnya.

"Diem lo!" bentaknya menatap tajam Kay kemudian beralih ke Sheila dengan tatapan lembut, "kamu beneran gak apa-apa? Atau mau kita ke rumah sakit?" tawarnya mencoba membujuk.

Aish! Dia itu cuman kena air sedikit mau dibawa ke RS. Lah! Gue yang basah kuyup biasa aja anjir. Jangan lebay deh, batinnya menatap malas dua orang ini.

"Aku gak apa-apa kok. Kamu tenang aja," balasnya mengusap lembut lengan Dio berusaha menenangkan pemuda itu. Dan akhirnya adegan tatap-tatapan mereka lakukan membuat Kay menatapnya jengah. Ia ingin scene ini segera berakhir agar ia bebas pergi ke mana pun tanpa susah-susah menjadi boneka dari penulis.

Anjir! Kenapa gue berasa jadi ibu tiri, sih? Hadeuhh! Kenapa gue harus berada di scene di mana dua pemeran utama ini saling adu pandang. Penulis laknat, batinnya menjerit sembari mengumpati penulis.

"Lo!" Jarinya menunjuk Kay murka, "minta maaf!" tegasnya.

Memutar bola mata malas Kay bergumam, "malas anjir!" Eh, ia sudah bisa bergerak bebas.

Akhirnya. Ia merentangkan tangan kemudian menatap Dio dan Sheila malas. Tangannya menepuk dua kali pundak pemuda itu sebelum akhirnya pergi setelah mengungkapkan, "selamat bersenang-senang."

Dua tokoh utama itu saling tatap bingung sebelum akhirnya tersenyum dengan tangan yang saling bersautan. Ah, romantis sekali.

"Mau ke kantin, hm?" Sheila mengangguk malu mendengar pertanyaan Dio.

Bagi dua orang yang sedang giat-giatnya jatuh cinta tanpa takut resiko patah hati. Bucin adalah kata yang pantas bagi keduanya. Hal itu berhasil membuat jiwa iri jomblo meronta-ronta ingin segera lepas dari kandang.

-o0o-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status