Share

00.06

Bad Antagonist

-Teleportasi?-

28 Juli 2k21

"Enggak, cuman mau bilang 'saingan lo bukan cuman gue dan dia, tapi kita dan mereka' sampai sini paham?"

-o0o-

Langit berputar begitu cepat. Kay yang awalnya ingin menghabiskan waktu di susut perpustakaan. Kini harus memaksakan kakinya untuk melangkah keluar ruangan tersebut. Berjalan santai ke arah rumah kelasnya sebelum pergi meninggalkan sekolah.

Langkahnya menyusuri koridor yang mulai sepi. Meneliti setiap sudut gedung untuk ia bandingkan dengan gedung di dunianya. Sesekali berdecak kagum melihat berapa mewahnya sekolah ini.

Sepertinya penulis memiliki imajinasi yang cukup bagus meski harus lebih kreatif lagi. Baru saja kakinya melangkah memasuki kelas tubuhnya tiba-tiba tersentak dengna kedipan mata ia berada di kantin sekolah. Di hadapannya ada Sheila juga Ramega yang menunduk takut.

Ah, sepertinya penulis mulai menjalankan adegan di mana ia membully Sheila dan Ramega. Ia juga tak bisa berjalan dan mengoceh sesuka hatinya jika penulis sudah mulai aktif.

"Ma-maaf," ujar Sheila gugup saat Kay menatapnya tajam. Tangan gadis itu terkepal erat di kedua sisi tubuhnya.

Shit.

"Udah berapa kali gue bilang! Jangan cari masalah sama gue, lo tahu, kan, gue paling gak suka kehidupan gue di usik. Terlebih itu lo!" bentuknya menatap tajam Sheila yang bergetar di tempat.

Dalam hatinya Kay meringis. Ia mencibir karakternya yang terlalu keras dalam menjalani peran antagonis. Tapi tak apa ia akan terus menjadi antagonis dan jembatan cinta bagi kedua protagonis. Dengan begitu ia akan tenang sebelum akhirnya memutuskan cara agar segera kembali ke dunia nyata.

"Kita benar-benar minta maaf, Kay!"

Mendengar namanya disebut membuat gadis itu meradang. Sejak dulu ia paling tidak suka jika seseorang menyebut namanya tanpa seijin darinya. Tanpa pikir panjang ia mengambil gelas berisi air yang berada di atas meja. Menyiram ke arah Sheila tanpa belas kasihan.

Byur!

Semua murid terbelalak kaget melihat betapa ganasnya gadis itu. Belum sempat ia menambahkan segelas lagi suara seseorang yang ia yakini sebagai pahlawan dari Sheila datang bak heroik.

"Berhenti!" desisnya menahan tangan Kay yang hendak menumpahkan jus pada Sheila.

Deg.

Kay kembali pada dirinya sendiri yakni sebagai Alif meski masih berada di tubuh antagonis. Ia menatap punggung Sheila yang menjauh bersama Dio. Gadis itu menghela napas berat ternyata berperan seperti ini cukup melelahkan.

Menatap seluruh penjuru kantin yang dipenuhi banyak murid. Dengan santai ia mengambil sebotol air mineral kemudian meneguknya menghiraukan tatapan terkejut dari seluruh murid.

Baru saja melangkah keluar kantin ia kembali berpindah tempat. Sekarang ia berada di UKS dengan pakaian olahraga. Menatap tajam Dio dan Sheila.

Dapat ia lihat jika pemuda itu sedang mengobati luka di lutut Sheila yang Kay ingat itu ia dapatkan dari jatuh di lapangan pada saat lomba lari estafet.

Sekali lagi ia berpikir bahwa si penulis benar-benar amatir. Untuk apa ia berada di sini jika hanya melihat kedua pasang itu dengan kedua tangan mengepal. Kitanya ingin kembali menuju lapangan pun gagal saat seluruh tubuhnya tak bisa bergerak seolah ia dipaksa untuk melihat adegan menjijikan ini hingga selesai.

Tuhan. Gue beneran merasa jadi hujan yang ternistai. Jiwa jombloku meronta ingin keluar. Sampai kapan ia berada di sini, mohonnya dalam hati.

"Sial," umpat Kay sebelum bergerak menjauh dari UKS.

-o0o-

Tiba-tiba saja Kay berada di pinggir jalan. Sendirian, sepi, sudah seperti seorang gelandangan. Ia terus mengumpati penulis dalam setiap langkahnya. Memberi ancaman yang tentunya tak akan berarti nantinya.

"Ck. Dalam adegan, kan cuman ditulis kalau Kay pulang jalan kaki bersama beberapa orang  ke arah terminal saat SEKTA tak dapat menjemputnya. Tapi apa ini? Jangankan orang, ia bahkan tak melihat terminal ataupun bangunan lain di sini, sial!" decaknya kesal.

Bayangkan saja, Alif sudah seperti anak hilang. Sudah ia nyasar ke dalam tubuh Kay, ya kali ia kembali nyasar ke dalam dunia novel? Sungguh tidak aesthetic baginya.

Lagipula kemana ponsel yang selalu ia bawa. Sepertinya penulis memang memiliki dendam kesumat terhadap tokoh bernama Kaylofia ini.

"Ah! Gue pulangnya gimana? Gue bahkan gak tahu arah jalan ke rumah gue sendiri," desahnya memberenggut kesal.

Terus melangkahkan tungkainya menyusuri jalan yang diisi oleh suara alam membuatnya merasa begitu jauh dari keramaian. Ia takut jika penulis membawanya jauh ke daerah terpencil lalu tak memulangkannya lagi. Eh, tapi bagi Alif itu tak mungkin karena esok akan banyak adegan dirinya bersama para tokoh utama. Para protagonis tentunya.

Dalam langkah kakinya, ia selalu berpikir bagaimana akhir nasibnya apakah seperti kisha aslinya atau ia harus memberontak merubah jalan ceritanya?

Jika ia memberontak, apakah ia akan segera kembali ke dunianya?

Ah, sungguh membingungkan. Sial, umpatnya dalam hati.

Daripada meratapi nasibnya yang tak jelas ini, Kay lebih memilih untuk menghibur dirinya sendiri dengan menyanyikan lagu kesukaannya saat mengerjai g****e assistant.

"Bintang-bintang di langit, secermerlang dirimu. Kalau perlu dibantu, panggilan asisten mu. On g****e katamu, ku pun hadir di sisimu. Nyenyenye halah bacot anying," cibirnya diakhiri umpatan.

Ia sudah merasa seperti orang gila yang marah akibat ulahnya sendiri. Meluapkan kekesalannya itu dengan menghentak tanah kuat-kuat. Ia bahkan mengacak rambutnya frutrasi. Fiks ia benar-benar cosplay menjadi ODGJ.

"Hei hei kamu yang di situ, kemari, kutemani. Tanya apa saja, suruh ini itu. Ku, kan jawab. Ku, kan bantu. Bacot anjir! Gue dari tadi di sini nyanyi kagak jelas. G****e juga kagak datang, kagak ada bantuan juga tuh." Kay memang berada di fase menuju gila. Ia terus bernyanyi dan mengoceh tak jelas hingga suara deruman dari beberapa motor mengalihkan pandangannya.

Ia membalikan badan, menatap lima pemuda berjaket hitam dengan gagahnya mengendarai motor masing-masing. Ide cemerlang langsung tersaji dalma benaknya.

Tanpa pikir panjang ia berdiri di tengah jalan, memejamkan matanya dengan kedua tangan yang merentang lebar. Tak peduli jika para pengendara itu mengumpat. Yang jelas saat ini dalam benaknya hanya ada satu kata yakni, lapar.

Kelima kendaraan beroda dia itu seketika menghentikan lajunya kurang lebih satu meter dari Kay. Salah satu dari mereka turun dari motornya, melepas helm miliknya kemudian melemparnya asal. Ia sudah emosi sejak tadi dan sekarang ada orang yang ingin bunuh diri di hadapannya.

Lagi pula mana ada orang gila yang berdiri di sini hanya untuk mati. Sungguh tak penting. Berjalan mendekati gadis itu, sang pemuda mengeram menatap gadis yang akhir-akhir ini selalu  erada dalam benaknya.

"Lo mau mati, hah!"

-o0o-

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status