"Regi..."
Belum sempat Sandra berkata-kata, Regi sudah lebih dulu mengunci bibir Sandra kembali, dengan menjalin ciuman.Sementara tangan Regi yang memegang pisau kini merayap di balik punggung Sandra.Tubuh Sandra membeku saat merasakan ujung pisau itu seperti meraba kulitnya hingga terdengar suara sesuatu yang dirobek.Ternyata, Regi hanya ingin membuka tank top itu dengan caranya sendiri, yakni memutuskan tali temali rumit tank top yang dikenakan Sandra menggunakan pisau dapur tersebut.Dan cara Regi itu sukses membuat Sandra sempat didera rasa takut.Tapi kini, wanita itu mulai kembali rileks ketika Regi sudah melempar pisau tadi ke lantai dan menggendong tubuh Sandra yang sudah setengah polos itu menuju kamar.Regi melepas pakaian atasnya dengan tergesa sebelum akhirnya dia kembali mencumbu Sandra yang sudah pasrah menunggu Regi memenuhi tubuhnya dengan kenikmatan."Are you still a virgin, Baby?" Bisik Regi ketika tubuh keduanya sudah sama-sama dalam keadaan polos.Gelengan kepala Sandra, cukup membuat Regi yakin untuk menuntaskan segalanya malam ini juga.Setidaknya, Regi tak akan terlalu merasa bersalah sudah meniduri Sandra, karena wanita itu yang ternyata sudah tidak suci."Apa aman kita melakukannya di sini, San?" Regi kembali bertanya saat dia sudah mengambil ancang-ancang untuk melakukan penyatuan.Sandra mendesah tertahan. "Lakukan Regi... Ce-pat...hh..." Ucapnya menahan gairah yang sudah hampir mencapai ubun-ubun.Saat itu, Regi hendak melakukan penyatuan itu, dengan pikirannya yang terfokus pada bayangan Tazkia dengan jeritan sang istri saat merintih di bawah kuasanya.Di dalam ruangan pribadinya itu..."Mas... Berhenti Mas... Ampun Mas... Cukup... Berhenti... sakit..."Fantasi Regi semakin dalam ketika dia kini mampu melihat bayangan tubuh Tazkia yang tergolek lemah tak berdaya di atas ranjang berseprai putih dengan bercak-bercak darah di sekitarnya.Tazkia dengan wajah pucatnya.Tatapan sayunya.Dan tubuh telanjangnya yang sudah penuh dengan luka."Ahhh... Sakit, Regi!"Kedua bola mata Regi terbuka melepas inti tubuhnya dari Sandra begitu didengarnya Sandra menjerit.Dengan keringat yang mengucur deras di keningnya, Regi menggeleng dan menjauh dari Sandra.Memunguti pakaiannya yang tercecer di lantai dan mengenakannya dengan tergesa."Ma-maaf, Regi. Aku nggak bermaksud merusak semuanya, cuma tadi..." Sandra jadi merasa bersalah. Berpikir, Regi hilang mood akibat teriakannya tadi.Bahkan saat Sandra belum selesai berpakaian, Regi sudah lebih dulu pergi dari kontrakan itu, tanpa lelaki itu mengucapkan sepatah kata pun.Sial! Bego banget sih lo San!Ngapain juga tadi pake teriak begitu?Ngerusak momen penting aja!Gerutu Sandra yang menyesali kebodohannya sendiri.Hanya saja, tadi itu, dia memang benar-benar kesakitan karena Regi yang terlalu keras menjambak rambutnya.*****Operasi di rumah sakit masih berlangsung.Tazkia, Mira dan kedua orang tuanya terus berharap-harap cemas bahwa operasi Radith bisa berjalan dengan baik.Saat itu, Tazkia baru saja selesai menunaikan shalat Isya di Musholla rumah sakit, dia hendak mengambil kaca di dalam tasnya ketika dia menemukan selembar cek di dalam tas yang memang sudah cukup lama tidak dia pakai itu."Astaghfirullah, inikan cek pemberian Dokter Fadli, kok aku bisa lupa sih kasih ke Mas Regi? Mana udah lama banget lagi?" Gerutu Tazkia berujar sendirian.Kebiasaannya berganti tas memang membuat Tazkia jadi sering melupakan barang-barang penting miliknya yang sebenarnya masih ada, tapi dipikir hilang karena tak bisa dia temukan. Sementara untuk mencari satu persatu dari setiap tas koleksinya, rasanya tidak mungkin karena jumlahnya memang cukup banyak.Saat itu, Tazkia pun memasukkan lembaran cek itu ke dalam selipan dompetnya agar dia tak lupa lagi untuk memberikannya pada sang suami.Tazkia baru saja selesai membenahi posisi hijabnya ketika ponselnya tiba-tiba saja berdering.Saat dia melihatnya, ternyata itu adalah pesan dari sang suami yang memintanya untuk segera pulang.Tazki pun dengan cepat menekan tombol dial untuk menghubungi Regi."Hallo, Assalamualaikum, Mas?""Ya, waalaikum salam," suara Regi terdengar dingin."Kamu udah sampe di rumah?" Tanya Tazkia lagi.Regi menimang-nimang sebuah benda di tangannya dan menjawab "Ya,"."Terus kenapa kamu suruh aku pulang? Memangnya ada apa? Operasi Radith belum selesai,""Penting aku atau Radith?" Tanya Regi lagi masih dengan suaranya yang terkesan dingin.Tazkia bingung menjawabnya. Karena tak ingin berdebat, akhirnya Tazkia pun memutuskan untuk menuruti perintah Regi."Yaudah aku pulang sekarang,""Dua puluh menit!" Ucap Regi cepat sebelum Tazkia memutus sambungan telepon mereka."Apa? Dua puluh menit gimana maksudnya?" Tazkia merasa bingung."Aku beri kamu waktu dua puluh menit untuk sampai di rumah, lewat dari itu, kamu tau kan apa konsekuensinya! Hitungan di mulai dari sekarang!"Klik!Sambungan telepon itu terputus."Halo Mas? Mas Regi? Halo?"Tahu bahwa ada yang tidak beres dengan sikap Regi malam ini yang mulai memperlihatkan sisi gelap sang suami, Tazkia tak ingin melakukan kesalahan hingga akhirnya, dia pun bergegas keluar dari musholla dan berlari keluar area rumah sakit untuk mencari ojek.Hidup dan matinya kini hanya berada di dua puluh menit terhitung sejak Regi menutup teleponnya tadi. Itu artinya, Tazkia kini hanya memiliki waktu kurang lebih lima belas menit untuk sampai ke kediamannya, itulah sebabnya dia memutuskan untuk menaiki ojek ketimbang memanggil lebih dulu supir pribadinya yang entah sedang berada di mana sekarang.Seorang tukang ojek online yang kebetulan sedang mangkal di depan rumah sakit menjadi sasaran Tazkia yang langsung menduduki boncengan motor dan meminta si supir ojek mengantarnya pulang."Pak, cepet anterin saya pulang Pak, ngebut sedikit nggak apa-apa," ucap Tazkia saat itu, bahkan tanpa dia memesan lebih dulu di layanan aplikasi ojek online sebagaimana prosedur yang seharusnya.Tazkia benar-benar tak memiliki waktu lagi.Untungnya, si supir ojek itu tidak rese dengan memperpanjang masalah dan bertanya ini itu. Alhasil, Tazkia bisa sedikit bernapas lega sekarang."Agak cepet lagi, Pak jalannya. Daerah Menteng Pak. Perumahan Akasia," beritahu Tazkia saat itu.Karena si supir ojek yang mengenakan helm, jadilah Tazkia tak bisa menangkap wajah si supir dengan jelas, tapi dari postur tubuhnya, tampaknya dia masih cukup muda, entahlah. Tak ada waktu memikirkan hal itu.Tazkia fokus pada jalanan, berharap dirinya tidak terlambat.Sat itu, Tazkia memang terus menerus meminta si supir ojek untuk lebih cepat lagi berkendara, Tazkia yang sebenarnya sudah lama tak pernah naik motor jelas merasa takut hingga terpaksa berpegangan kuat-kuat di pinggang sang tukang ojek, dengan posisi setengah memeluk.Pikirannya yang penuh membuat Tazkia tak mampu berpikir jernih.Begitu sampai di depan pintu gerbang rumahnya, Tazkia mengambil selembar uang seratus ribuan dari dompetnya dan memberikannya begitu saja pada si tukang ojek tanpa mengambil kembalian.Wanita itu sudah lebih dulu berlari ke arah pintu gerbang dan memasukinya.Sementara si tukang ojek itu masih tercenung di depan pintu gerbang, menatap selembar uang seratus ribuan di tangannya.Dia membuka helm, dan memperlihatkan wajah tampannya pada dunia.Di mana ternyata, tukang ojek tersebut adalah Dokter Fadli.Fadli menaruh helmnya di stang motor setelah dia menepikan motornya. Lelaki itu memutuskan untuk berdiam sejenak di depan kediaman Tazkia, siapa tau, Tazkia akan keluar lagi karena dia berniat untuk mengembalikan sisa uang Tazkia tadi.Saat itu, Fadli baru saja memesan kopi di warung rokok ujung jalan dan kembali ke tempat dia memparkirkan kendaraannya yang tak jauh dari pintu gerbang kediaman Tazkia.Ketika dia tiba-tiba mendengar samar suara jeritan dari dalam rumah yang dia yakini bahwa itu adalah suara jeritan Tazkia!Entah kenapa, perasaan Fadli mendadak cemas.Berkali-kali menoleh, Fadli berharap apa yang dia pikirkan tidak benar, sayangnya dia tak ingin terus menduga-duga dengan berdiam diri saja.Saat itu, dengan sangat terpaksa, Fadli pun berjalan ke arah pintu gerbang dan kebetulan, dilihatnya pintu gerbang tidak terkunci sementara seorang satpam yang berjaga tampak pulas tertidur di pos jaganya.Sebuah kesempatan emas yang tak akan Fadli lewatkan.Langkah kaki lelaki yang berprofesi sebagai dokter itu kian cepat ketika suara jeritan yang tertangkap indranya semakin intens terdengar dari arah rumah.Namaku, Tania Andriani.Aku terlahir dari rahim seorang wanita bernama Tazkia Andriani yang kini sudah hidup berbahagia bersama keluarga barunya. Bahkan setelah dia mengasingkan aku hanya karena Ayahku adalah seorang pembunuh.Kedua orang tua angkatku bilang, Tazkia tidak mau merawatku karena dia sangat membenci Ayahku dan berpikir, jika aku sudah besar nanti, aku akan menjadi seperti ayah.Yaitu, seorang pembunuh.Dan semua kekhawatiran itu memang menjadi kenyataan.Kini, aku menjelma menjadi seorang pembunuh tanpa ada siapapun yang mengetahuinya.Aku tidak menyesal menjadi seorang pembunuh karena bagiku, membunuh itu sangat mengasyikkan.Aku sangat menikmati saat-saat di mana mangsaku meregang nyawa secara perlahan-lahan.Memohon, menangis, merintih dan menghiba di hadapanku.Sayangnya, setelah bertahun-tahun berburu tanpa meninggalkan jejak, akhirnya aku melakukan kesalahan fatal saat aku membunuh seorang lelaki bernama Gerald yang ternyata adalah kekasih Cindy, dia adikku. Anak Ta
Seorang gadis berambut panjang bergelombang terlihat berjalan menyusuri trotoar pejalan kaki yang tertutup salju.Dia memasukkan kedua tangannya di balik saku jaket tebalnya.Sesekali bersiul-siul santai sekadar mengusir hawa dingin yang merasuk serta merta. Membuat tubuhnya terus menggigil.Ingin rasanya dia segera sampai di rumah untuk menghangatkan tubuh.Secangkir coklat panas dengan sepotong cake blueberry buatan sang Ibunda terbayang dalam benaknya. Mendadak perutnya jadi keroncongan.Salju yang turun di kota London pada musim dingin kali ini memang cukup lebat dari biasanya. Itulah sebabnya, banyak jalanan ditutup karena badai salju yang tak kunjung berhenti."Assalamualaikum," ucapnya seperti biasa setiap kali memasuki rumah. Meski dia dilahirkan dan menetap di kota yang mayoritas penduduknya beragama Kristen, namun sebagai seorang muslim, dia wajib melaksanakan semua yang memang menjadi ajaran Agamanya, yaitu Islam. Dan mengucapkan salam adalah hal penting dalam keluarga merek
"HUKUM MATI FADLI SI PEMBUNUH!""DIA SAMA SAJA DENGAN AYAHNYA!""BAHKAN HUKUMAN MATI SAJA BELUM CUKUP UNTUK MEMBALAS PERBUATAN KEJI MEREKA!""ARAK MEREKA DAN RAJAM SAMPAI MATI!""MEREKA MONSTER YANG SANGAT MENGERIKAN!""PEMERINTAH HARUS SEGERA MENINDAK TEGAS KASUS INI!""JANGAN BODOHI MASYARAKAT LAGI!"Semua masa dari berbagai kalangan turun ke jalan, menyuarakan aksi protes atas ketidakbecusan pemerintah dan aparat kepolisian dalam mengungkap kasus pembunuhan berantai selama ini.Publik kembali dibuat tercengang saat Fadli Al-Hakim, seorang Dokter umum dengan paras tampannya, perilakunya yang sopan, bersahaja dan sangat baik itu ternyata adalah seorang psikopat!Dia lah pembunuh berantai yang sudah menghabisi hampir dua puluh nyawa manusia tidak berdosa dengan cara yang teramat sangat sadis.Melalui bukti berupa jari dan isi tulisan dalam buku diarinya, hari itu Fadli menyerahkan diri kepada pihak kepolisian hingga kabar itu pun menyebar dan memancing emosi penduduk.Wartawan dan masy
Regi terus mencoba menghubungi Fadli saat itu, namun ponsel Fadli tak juga aktif.Dia sudah mencari Fadli ke tempat yang selama ini Regi sediakan untuk Fadli bersembunyi tapi Fadli tidak ada di sana.Dan Regi sudah menduga, Fadli pasti sedang berada bersama Karina saat ini.Itulah sebabnya, Regi mengerahkan seluruh anak buahnya untuk melacak keberadaan Karina sebelum wanita itu benar-benar melakukan sesuatu terhadap Fadli.Regi menduga, tak menutup kemungkinan, Karina akan membunuh Fadli dengan tangannya sendiri sebagai pembalasan dendam atas apa yang telah terjadi kepada kekasihnya, Jervian.Tak lama, saat Regi dan anak buahnya, serta Angela dan timnya pun turut serta mencari kemana Karina membawa Fadli pergi, Regi mendapatkan sebuah pesan singkat dari seseorang yang mengaku bahwa dirinya adalah ibu kandung Fadli.Pesan itu berisi...Aku tau kemana Karina membawa Fadli.Dan melalui bantuan wanita itulah akhirnya Regi berhasil menemukan Fadli dan Karina.Hari itu, tengah malam buta, K
15 MaretUsiaku enam tahun.Hari ini cerah.Tapi, seekor kucing membuatku kesal dengan suaranya yang berisik ketika aku sedang bermain.Aku menangkap kucing itu dan membelah isi perutnya.Ternyata, kucing itu sedang hamil.*17 MaretDua hari setelah aku membelah perut kucing.Hari ini mendung.Ayah memukulku setelah mendapat laporan dari tetangga yang kehilangan kucing dan mengetahui aku yang telah membunuh kucingnya.Ayah memarahiku habis-habisan di depan banyak orang.Aku sangat kesal padanya, tapi Ibu selalu menghalangiku saat aku ingin membalas perbuatan Ayah terhadapku.*25 MaretSatu minggu kemudian.Hari ini gerimis.Ayah mencoba membunuh adikku, saat itu dia sedang mabuk, tapi Ibu menolong adikku, hingga akhirnya, Ibu menjadi bulan-bulanan Ayah.Jervian yang menolong Ibu waktu itu.*21 Januari.Satu tahun kemudian.Hari kematian Ibu.Ayah yang sudah membunuh Ibuku.Lelaki itu menyiksa ibu secara brutal di hadapanku.Begitu melihatku berdiri di pintu kamar, Ibu berlari ke ar
Waktu dua bulan sudah lebih dari cukup bagi Tazkia memulihkan kondisi kesehatan fisik dan mentalnya akibat kematian kedua orang tua dan janin di dalam kandungannya.Kini, Tazkia sudah benar-benar pulih dan bisa beraktifitas normal kembali.Hanya saja, satu hal yang masih menjadi tanda tanya besar dalam benak Tazkia saat ini adalah kepergian Fadli dari kehidupannya.Lelaki itu seperti menghilang di telan bumi bahkan sejak Tazkia sadar dari komanya setelah operasi, Tazkia tak pernah melihat keberadaan Fadli di sisinya.Regi bilang, Fadli ditugaskan untuk menjadi Dokter sukarelawan di desa terpencil yang letaknya berada di pelosok negeri, itulah sebabnya, Fadli akan kesulitan menghubungi Tazkia begitu juga sebaliknya.Tapi logikanya, sesulit apapun sinyal di tempat Fadli mengemban tugas saat ini, masa iya, sudah dua bulan lebih dia tak sama sekali memberi kabar pada anak dan istrinya, satu kali pun?Bukankah itu mustahil?Kembali, entah untuk yang ke berapa ratus kalinya Tazkia menengok