Share

2. KEGUGURAN

Masa sebelum PROLOG...

Aku sempat tak sadar saat tubuhku dibawa ke rumah sakit oleh Mas Regi.

Satu hal yang aku ingat adalah, Mas Regi yang panik terus mencoba membangunkan aku dengan menepuk-nepuk pipiku. Lalu kudengar dia berteriak memanggil asisten rumah tangga dan satpam yang bekerja di rumah kami, hingga setelahnya aku hanya bisa merasakan tubuhku yang sudah remuk redam, nyeri dari ujung kaki hingga ubun-ubun kepala itu dibawa ke rumah sakit.

Di sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, darah terus mengalir dari area selangkanganku yang kurasa semakin deras. Membasahi kain yang menutupi tubuhku.

Bi Inah yang memangku kepalaku di belakang terlihat menangis dan meminta Mas Regi untuk lebih cepat melajukan kendaraannya.

Kesadaranku memang tak sepenuhnya hilang namun rasa sakit yang terasa di sekujur tubuhku jelas membuatku tersiksa.

Ya Allah, apakah ini akan menjadi akhir dari hidupku?

Jika memang benar, setidaknya, izinkan aku bertemu dengan keluargaku dulu...

Gumamku membatin, dengan lelehan air mata yang semakin deras.

Begitu sampai di rumah sakit, tim medis langsung cepat menanganiku di ruang IGD, saat itu aku masih mendengar suara Mas Regi yang berkata pada suster.

"Ini kenapa ibunya, Pak?"

"Dia terjatuh di kamar mandi, Sus, dia sedang hamil. Tolong istri saya, Sus..."

Dari nada bicaranya, aku tau dia sangat khawatir.

Sama khawatirnya denganku.

Hingga setelah suster memeriksaku dan menyuntikkan aku obat bius, barulah kesadaranku menghilang sempurna secara perlahan.

Dan dalam keadaan itu, satu kejadian yang aku alami malam itu, kembali terlintas dalam benakku.

Sebuah alasan yang membuatku pada akhirnya harus berbaring di rumah sakit ini dalam keadaan yang sangat mengenaskan.

*****

Sorot cahaya silau menerpa mataku, membuatku mengernyitkan dahi.

Saat pertama kali aku membuka mata, kupikir aku sudah benar-benar tiada, tapi ternyata tidak.

Aku masih hidup.

Dan untuk ke sekian kalinya aku selamat dari tragedi yang entah sudah keberapa kali terjadi sejak lima tahun belakangan aku menikah dengan Mas Regi.

"Kia? Syukurlah kamu sudah sadar, aku benar-benar mengkhawatirkanmu. Semalaman aku tidak bisa tidur," ucap Mas Regi menyambut siumanku.

Tangannya yang lembut mengelus perlahan kepalaku yang diperban sebagian.

"Mau minum?" Tanya Mas Regi lagi.

Aku menggeleng pelan.

"Maafin aku, Kia. Maaf kalau aku keterlaluan," Mas Regi meraih kursi di sisi brankar yang aku tempati. Aku yang kini sudah berada di ruang rawat. Lelaki itu duduk di sisiku seraya menggenggam erat jemariku.

Aku masih diam dan hanya bisa menangis. Mengingat pertengkaran yang sempat terjadi di antara aku dan Mas Regi tadi malam, hingga setelahnya hal naas ini terjadi menimpaku.

"Aku janji nggak akan pulang terlalu malam lagi. Aku janji akan lebih memprioritaskan waktuku untuk kamu di rumah. Maaf..."

Lagi-lagi aku hanya diam.

Ya hanya diam lah senjata terakhirku jika Mas Regi mulai mengucap kata maaf, bahkan setelah dia membuatku hancur berkali-kali.

Kedatangan keluargaku membuat percakapan intens ku dengan Mas Regi berakhir.

Mas Regi dengan senyuman ramah nan mempesonanya langsung menyambut kedatangan mereka, menyalaminya dengan takzim.

"Ini Tazkia kenapa lagi, Regi?" Tanya Ibuku pada Mas Regi.

"Jatuh dari kamar mandi, Bu. Jadi, Kia keguguran lagi," Mas Regi terlihat ragu mengucapkan kalimat terakhir yang sudah sejak tadi aku terka-terka sendiri.

Ya, entah sudah berapa belas kali aku mengalami hal ini?

Hamil, lalu keguguran.

Hamil lagi, keguguran lagi.

Dan semua itu disebabkan oleh hal yang sama...

"Loh, tadi kata Mba Inah di depan, Tazkia jatuh dari tangga, ini mana yang bener?" Potong Bapak dengan wajah khawatir.

"Aduh, Inah jangan di dengar, Pak. Semalam, kami bertengkar, lalu, Tazkia pergi ke kamar mandi dan terpeleset,"

"Bertengkar?"

"Iya, Bu. Maaf, ini semua memang salah Regi yang selalu pulang telat ke rumah akhir-akhir ini. Pekerjaan di kantor sedang menumpuk,"

Saat aku mendengar Mas Regi mengatakan hal itu, jujur aku ingin sekali muntah saking mualnya.

Dasar bajingan!

Bisa-bisanya dia menjadikan pekerjaan sebagai alasan untuk menutupi kebusukannya selama ini.

"Taz, kamu nggak boleh begitu sama Regi. Diakan kepala rumah tangga, sudah sewajarnya pulang telat kalau memang pekerjaan sedang banyak. Regi itu bekerja kan untuk kamu. Untuk membantu perekonomian keluarga kita. Membayar biaya pengobatan Radith, adikmu. Kuliah, Mira, Kakakmu. Semuanya Regi yang menanggung. Apa kamu lupa? Jangan egois,"

Saat Ibu berbicara, aku sempat menangkap senyum penuh kemenangan dari wajah Mas Regi meski hanya sesaat.

Sementara aku, tetap pada kebiasaanku semula, untuk memilih diam, diam dan diam.

Sebab, jika pun aku berbicara, percuma.

Ibu dan Bapak tidak mungkin mempercayainya karena di mata mereka, Mas Regi adalah sosok suami yang sangat sempurna.

Sebenarnya, kedua orang tuaku tidak seperti ini awalnya. Hanya saja, kelicikan Mas Regilah yang akhirnya berhasil menarik simpatik mereka hingga kini mereka tunduk pada Mas Regi atas dasar uang dan segala kemewahan yang Mas Regi berikan pada mereka.

Itulah sebabnya, alasan yang membuatku akhirnya memutuskan untuk diam dan tidak mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi menimpaku dalam rumah tanggaku yang tidak sehat dengan Mas Regi.

Pernah sekali aku mengatakannya, pada Ibuku, saking aku tak kuat menahan beban derita yang kurasakan akibat perbuatan Mas Regi, tapi gilanya, Ibuku hanya menjawab, "Kamu itu nggak usah terlalu lebay, Taz, mungkin Regi memang lagi jenuh aja. Kamu nggak usah cari masalah sama Regi, turutin aja semua kemauannya, toh dia sebagai suami kan sudah memenuhi kewajibannya menafkahimu dengan baik. Udah ya, Ibu mau istirahat,"

Dan sejak saat itulah, aku tak pernah sekali pun bercerita tentang masalah yang kini kuhadapi dengan Mas Regi pada Ibu, atau siapapun.

Aku memilih untuk memendamnya sendirian dan menyerahkan semuanya pada sang Maha Pencipta.

Hidup dan matiku ada di tangan-Nya.

Aku sudah ridho.

Ikhlas menerima semua suratan takdir yang sudah digariskan Tuhan untukku.

Berharap, suatu hari nanti, kelak akan ada keajaiban yang bisa merubah sikap Mas Regi.

Hingga dia benar-benar bisa mencintaiku dengan tulus.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
pasrah boleh tapi g bodoh juga kali
goodnovel comment avatar
Ida Nurjanah
orangtua yg matre ,mengenyamping kan keselamatan anak nya demi uang .
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status